Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengenal Justice Collaborator dalam Hukum Pidana
4 Februari 2024 9:04 WIB
Tulisan dari samsularifin98 tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam proses peradilan pidana di Indonesia, peran alat bukti sangat penting dalam menentukan apakah suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah terdakwa dapat dimintai pertanggungjawaban atas dakwaan. Sistem hukum Indonesia menganut sistem pembuktian negatif, di mana beban pembuktian berada di tangan penuntut untuk membuktikan kesalahan tanpa keraguan yang beralasan, berdasarkan persyaratan undang-undang dan keyakinan hakim yang diperoleh selama penyajian bukti.
ADVERTISEMENT
Kegagalan untuk memenuhi kriteria ini dapat mengakibatkan hakim tidak dapat menjatuhkan vonis bersalah terhadap terdakwa. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), hakim tidak dapat menjatuhkan hukuman pidana kepada seseorang kecuali apabila ia memperoleh sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.
Hakim harus memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Persyaratan ini memastikan bahwa keputusan hakim didasarkan pada dasar pembuktian yang cukup dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan dalam sistem peradilan pidana.
Apa itu Justice Collaborator.?
Tidak sedikit para advokat yang masih kebingungan dalam mengidentifikasi antara Wistleblower dan Justice Collaborator, mereka hanya mengidentifikasi bahwa keduanya adalah pihak yang membantu kepolisian dalam mengungkap kebenaran atau fakta hukum terhadap terjadinya suatu tindak pidana.
ADVERTISEMENT
Wistleblower bisa disebut sebagai saksi kunci yang bersedia membantu mengungkap fakta, sedangkan Justice Collaborator ialah pelaku tindak pidana atau orang yang terlibat dalam tindak pidana, yang bersedia membantu proses penyidikan guna mengungkap fakta yang sebenarnya.
Lebih lanjut, Istilah "Justice Collaborator" merujuk pada seseorang yang berperan dalam membantu proses penyidikan dan penuntutan suatu tindak pidana dengan memberikan informasi atau kesaksian yang penting kepada penegak hukum. Dalam kasus spesifik Richard Eliezer Pudihang Lumiu (kasus sambo), putusan No. 798/Pid. B/2022/PN. Jkt.Sel menyatakan bahwa ia seharusnya diberikan status sebagai Justice Collaborator, namun terdapat kekurangan dan kelemahan dalam prosesnya yang menyebabkan pemberian status tersebut tidak tepat.
Dalam kasus sambo, dasar hukum mengenai kesaksian Justice Collaborator dalam proses pengambilan keputusan oleh hakim dalam kasus pembunuhan tidak diatur secara khusus dalam KUHAP maupun peraturan perundang-undangan lainnya. Namun demikian, terdapat beberapa ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan pedoman.
ADVERTISEMENT
Dasar hukum yang dimaksud antara lain ialah Pasal 1 ayat (2) UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, Angka 9 huruf a SEMA No. 4 Tahun 2011, dan Pasal 1 ayat (3) Peraturan Bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jaksa Agung, Kapolri, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban tentang Perlindungan Bagi Pemberi Keterangan, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama.
Siapa yang Berhak Menetapkan.?
Meskipun Justice Collaborator memiliki peran yang sangat penting dalam membantu pengungkapan tindak pidana, namun peraturan perundang-undangan yang ada belum sepenuhnya memberikan dasar hukum yang memadai bagi aparat penegak hukum untuk menetapkan seseorang sebagai Justice Collaborator dan perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada mereka selama proses peradilan. Ketiadaan payung hukum ini menghambat efektifitas penetapan dan perlindungan saksi pelaku yang bekerja sama, sehingga menghambat proses pengungkapan dan penuntutan kasus-kasus pidana.
ADVERTISEMENT
Meskipun tidak ada ketentuan hukum khusus mengenai Justice Collaborator, namun hakim tetap dapat mempertimbangkan pengakuan yang diberikan oleh Justice Collaborator pada saat proses penyelidikan, penyidikan, dan persidangan, yang seharusnya dapat membantu penegak hukum dalam mengungkap fakta hukum yang sebenarnya. Penetapan Justice Collaborator oleh majelis hakim mengacu pada rekomendasi dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), namun majelis hakim memiliki kebebasan untuk mempertimbangkan keterangan yang diberikan oleh Justice Collaborator ketika menjatuhkan sanksi pidana berdasarkan berat ringannya tindak pidana yang dilakukan pelaku.
Faktor penting lainnya adalah penyesalan yang ditunjukkan oleh terdakwa atas tindakan mereka. Hal ini menunjukkan kesadaran mereka atas kesalahan mereka dan komitmen untuk tidak mengulangi perilaku yang sama di masa depan. Hakim juga memperhatikan pemaafan yang diberikan oleh keluarga korban, yang dapat mempengaruhi pertimbangan hakim dalam menentukan hukuman.
ADVERTISEMENT
Ketentuan mengenai kewenangan untuk menetapkan seseorang sebagai justice collaborator, dapat ditemukan dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 04 Tahun 2011 dan Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Menurut peraturan tersebut, dalam menentukan seseorang yang dapat dikategorikan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan pihak berwajib, Mahkamah Agung meminta hakim untuk mempertimbangkan nilai-nilai yang terkandung dalam ketentuan hukum dan memberikan perlakuan khusus, seperti pemberian keringanan hukuman dan/atau bentuk perlindungan lainnya.
Aspek yang krusial adalah persyaratan legitimasi dari Jaksa Penuntut Umum, yang dicantumkan dalam surat dakwaan, yang menyatakan bahwa terdakwa telah memberikan informasi dan bukti yang sangat signifikan yang memungkinkan para penyelidik dan / atau jaksa penuntut umum untuk secara efektif mengungkap tindak pidana tertentu, mengungkap pelaku lain yang memiliki peran lebih besar, dan berpotensi memulihkan aset atau hasil kejahatan. Hal ini menekankan pentingnya kerja sama dan kontribusi terdakwa dalam memfasilitasi keberhasilan investigasi dan penuntutan tindak pidana.
ADVERTISEMENT