Konten dari Pengguna

Mengkaji Ulang Perspektif Normatif dalam Kajian Ilmu Hukum

samsularifin98
Samsul arifin adalah seorang dosen di fakultas hukum universitas muhammadiyah surabaya
5 November 2024 12:35 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari samsularifin98 tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber: freepik.com
ADVERTISEMENT
Hukum adalah disiplin ilmu yang berdiri kokoh di atas keistimewaannya sendiri. Tidak seperti ilmu pengetahuan alam yang berfokus pada eksperimen, ilmu sosial yang mengamati perilaku masyarakat, atau humaniora yang menyelami makna dan nilai kemanusiaan, hukum hadir sebagai bidang yang unik dan tidak dapat sepenuhnya dimasukkan ke dalam salah satu kategori ini. Ilmu hukum sering disebut sebagai sui generis, sebuah istilah Latin yang berarti "berjenis sendiri." Julukan ini bukan sekadar label, hukum benar-benar memiliki karakter dan pendekatan yang tak sejalan dengan disiplin lainnya.
ADVERTISEMENT
Hukum memiliki kerangka pemikiran, prinsip, dan norma yang tidak hanya mengatur perilaku manusia, tetapi juga membentuk struktur dan tatanan masyarakat itu sendiri. Hukum menggabungkan logika yang tegas, tetapi juga mempertimbangkan nilai-nilai keadilan yang kompleks, membuatnya berdiri di perbatasan antara aturan rasional dan kebijaksanaan etis. Inilah yang membuat ilmu hukum begitu istimewa: ia adalah jembatan antara aturan dan makna, yang tidak mudah ditempatkan dalam kotak-kotak ilmu lainnya.
Kebenaran Koherensi
Ilmu hukum memiliki karakteristik normatif yang kuat, yang membedakannya dari disiplin ilmu lainnya. Dalam upayanya untuk mencari kebenaran, ilmu hukum tidak hanya mengandalkan bukti empiris atau pengamatan objektif, tetapi lebih pada kekuatan akal dan ketajaman logika. Rasionalitas dan logika menjadi landasan penting, karena hukum berfungsi untuk menyusun dan memahami tatanan yang tepat bagi masyarakat. Kebenaran dalam hukum sering kali tidak terletak pada hasil empiris, melainkan pada kemampuan untuk merumuskan argumen yang selaras dengan prinsip-prinsip yang telah diakui oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kebenaran yang bersandar pada akal dan kekuatan logika disebut sebagai kebenaran koherensi. Dalam filsafat, teori kebenaran koherensi menyatakan bahwa suatu pernyataan atau proposisi dianggap benar jika ia konsisten dan selaras dengan kumpulan pernyataan atau proposisi lain yang sudah diterima sebagai benar. Dengan kata lain, kebenaran koherensi bergantung pada hubungan logis antara gagasan-gagasan yang saling terikat dalam satu sistem pemikiran.
Dalam konteks ilmu hukum, kebenaran koherensi mengacu pada cara hukum mengevaluasi argumen berdasarkan kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip hukum yang ada. Misalnya, sebuah keputusan hukum dianggap benar jika ia tidak hanya memiliki dasar logika yang kuat tetapi juga koheren dengan asas-asas hukum dan norma yang berlaku. Ini berarti, kebenaran dalam hukum sering dinilai bukan dari bukti-bukti empiris saja, melainkan dari keselarasan logis dan normatif dalam rangkaian argumen yang telah disusun
ADVERTISEMENT
Selain itu, norma-norma yang hidup dalam masyarakat berperan penting dalam membimbing proses hukum. Norma-norma ini, yang diakui dan dihormati oleh masyarakat, menjadi landasan dan sumber kebenaran dalam hukum. Dengan demikian, hukum tidak hanya bersifat rasional tetapi juga sosial; ia bersandar pada nilai-nilai bersama yang dijunjung tinggi, serta pada prinsip-prinsip etis yang dianggap dapat menjaga ketertiban dan keadilan.
Norma-norma hidup ini bukan hanya aturan yang statis, melainkan tuntunan yang terus berkembang seiring perubahan zaman dan pandangan masyarakat, memberi hukum suatu dinamika yang fleksibel tetapi tetap terarah.
Bersifat Preskripsi
Ia bersifat preskriptif. Artinya, hukum tidak hanya mendeskripsikan atau menjelaskan kenyataan, tetapi juga memberikan aturan, arahan, atau panduan tentang apa yang seharusnya dilakukan. Karena sifat preskriptif ini, hukum memiliki peran normatif, yaitu berfungsi untuk menetapkan standar perilaku yang diharapkan dalam masyarakat. Dengan demikian, ilmu hukum tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moralitas yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dalam kajian hukum, aspek preskriptif ini membuat setiap aturan hukum, undang-undang, atau keputusan yudisial tidak hanya berbicara tentang bagaimana kondisi yang ada, tetapi juga bagaimana kondisi ideal yang diharapkan. Hukum harus mempertimbangkan nilai-nilai moral yang dianggap penting dan patut dijunjung oleh masyarakat, seperti keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab. Nilai-nilai moral ini memberikan arah bagi hukum dan menjadi dasar bagi pembentukan norma-norma yang mendasari aturan hukum.
Dengan demikian, sifat preskriptif ilmu hukum memastikan bahwa hukum tidak hanya menciptakan kerangka aturan, tetapi juga menjunjung prinsip-prinsip etika yang penting bagi kehidupan bersama. Ia bukan hanya sekadar aturan yang harus diikuti, tetapi juga tuntunan bagi masyarakat untuk menjalani kehidupan yang selaras dengan nilai-nilai moral yang diyakini bersama.
ADVERTISEMENT
Syarat Nilai
Karena ilmu hukum bersifat preskriptif, maka ia disebut sebagai "syarat nilai." Istilah ini menunjukkan bahwa hukum tidak hanya menetapkan aturan atau norma, tetapi juga mengandung nilai-nilai tertentu yang menjadi syarat atau dasar pembenaran bagi aturan tersebut. Dengan kata lain, hukum bukan sekadar kumpulan aturan teknis atau instruksi yang harus diikuti; ia juga membawa muatan moral atau etis yang mencerminkan pandangan masyarakat tentang apa yang dianggap benar, baik, dan adil.
Sebagai "syarat nilai", hukum tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, seperti keadilan, kebebasan, kesetaraan, dan tanggung jawab. Nilai-nilai ini menjadi landasan yang memperkuat norma-norma hukum, memberikan legitimasi pada aturan-aturan yang berlaku, dan membuatnya diterima oleh masyarakat. Ketika suatu aturan hukum mencerminkan nilai-nilai tersebut, masyarakat lebih cenderung mematuhi dan menghormati hukum karena merasa bahwa hukum tersebut adil dan relevan dengan kebutuhan serta keyakinan mereka.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, sifat normatif ilmu hukum menciptakan sebuah sistem yang tidak hanya mencerminkan akal dan logika, tetapi juga moral dan etika. Inilah yang membuat ilmu hukum Istimewa, ia tidak hanya menciptakan aturan, tetapi juga menafsirkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, menjadikannya lebih dari sekadar kumpulan undang-undang.