Profesionalitas Dosen dalam Perguruan Tinggi

samsularifin98
Samsul arifin adalah seorang dosen di fakultas hukum universitas muhammadiyah surabaya
Konten dari Pengguna
31 Januari 2024 5:50 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari samsularifin98 tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dosen Pria. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dosen Pria. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong pertumbuhan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan berkontribusi pada kemajuan dirinya dan masyarakat, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
ADVERTISEMENT
Untuk mencapai tujuan pendidikan, sangat penting untuk menerapkan proses pembelajaran yang efektif dan tepat, karena pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan dalam sebuah institusi. Kualitas pembelajaran bersifat kompleks dan dinamis, dilihat dari berbagai perspektif yang menjangkau lintas waktu.
Pada tingkat mikro, pencapaian kualitas pembelajaran di perguruan tinggi merupakan tanggung jawab profesional para pengajar, seperti melalui penciptaan pengalaman belajar yang bermakna dan penyediaan fasilitas untuk memaksimalkan hasil belajar.
Secara makro, melalui sistem pembelajaran yang berkualitas tinggi, institusi pendidikan tinggi bertanggung jawab terhadap pembentukan tenaga pendidik profesional yang dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan intelektual, sikap, dan moral setiap individu peserta didik sebagai anggota masyarakat.
Masalah klasik yang diperdebatkan ialah kualitas pendidikan dan kaitannya dengan dua isu utama: "gaji dosen" dan "kompetensi dosen", seperti yang dinyatakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Kedua masalah ini saling berkaitan erat, sehingga sulit untuk menentukan dari mana harus mulai menguraikannya. Perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan dosen ditujukan melalui peraturan perundang-undangan, tetapi peningkatan pendapatan dosen melalui tunjangan sertifikasi bergantung pada pemenuhan kriteria kompetensi.
ADVERTISEMENT

Profesionalisme Dosen

Profesionalisme dosen didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 Tahun 2009 tentang Dosen, yang menyatakan bahwa salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh dosen adalah kompetensi profesional. Dalam konteks ini, kompetensi profesional mengacu pada kemampuan dosen dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam. Peraturan ini menekankan pentingnya keahlian dan pengetahuan dosen dalam memberikan pendidikan yang berkualitas tinggi di perguruan tinggi.
Ini adalah kebenaran, semua diberikan kesempatan yang sama terhadap akses Pendidikan, tapi hanya dinikmati oleh sekelompok orang saja, bagaimana Pendidikan kita berjalan sejauh ini, itu masih jauh dari kata ideal terhadap Pendidikan.
Seorang dosen dituntut untuk menjadi seorang pengajar yang professional, ia juga diberikan akses yang sama terhadap tunjangan dan kenaikan jabatan sebagai dosen. Akan tetapi ini berbanding terbalik dengan keadaan yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Saya mendengar secara langsung bagaimana keluh kesah seorang dosen, khususnya dosen muda, kaitannya dengan beban mengajar dengan kesejahteraan yang ia terima. Hal ini telah memunculkan anomali baru, bahwa “kalau mau jadi dosen yang Sejahtera, jangan hanya ngajar, buatlah proposal penelitian yang bagus, itu adalah nafas seorang dosen”.
Yang terjadi adalah, ia terobsesi dengan hal itu, yang juga berdampak terhadap beban mengajar yang ia terima, ia sudah mulai jarang masuk kelas dengan alasan sedang melaksanakan penelitian di luar kota. Bahkan ekstrem dalam satu semester yang ideal ada sekitar 14 pertemuan diluar uts/uas, ia hanya melaksanakan 2-3 kali pertemuan saja dengan mahasiswa, sisanya ia banyak menghabiskan waktu untuk memenuhi kewajiban luaran penelitian yang dibebankan kepadanya.
ADVERTISEMENT
Penelitian, pengabdian, dan pengajaran, memanglah tugas utama seorang dosen, ini adalah fakta, lantas apakah itu telah sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang dosen.?, Apa iya pembelajaran akan efektif jika dosen pengampu hanya melakukan 2-3 pertemuan dalam satu semester?
Penulis paham, bahwa ini adalah konsekuensi sangat berat yang harus dipikul oleh seorang dosen. Tapi bukan berarti sifat-sifat humanis harus dikesampingkan, dengan mengatasnamakan profesionalitas. Dosen bukan tuhan, akan sangat manusiawi jika hal yang dipaparkan di atas itu terjadi. Bahkan tidak sedikit dosen yang berani berbuat curang, agar proposal penelitiannya, sertifikasi dosennya, dan jabatan fungsionalnya dapat dicapat dengan mudah.

Pendidikan Tinggi yang Berkualitas

Pendidikan tinggi yang berkualitas mengacu pada sistem pendidikan yang mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi masyarakat di masa kini dan masa depan. Dengan kata lain, kualitas pendidikan tinggi ditentukan oleh kemampuan institusi dan sistem pendidikan dalam memberdayakan sumber daya pendidikan untuk meningkatkan kualitas yang diinginkan melalui proses pendidikan yang efektif.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang menghasilkan lulusan yang memiliki prestasi akademik dan non-akademik, sehingga mampu menjadi pelopor inovasi dan perubahan yang mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi masyarakat di masa kini dan masa yang akan datang.
Menurut Tilaar (2002), esensi pendidikan adalah memanusiakan manusia, memandang manusia sebagai makhluk yang utuh dalam keberadaannya. Perspektif ini mengimplikasikan bahwa pendidikan melibatkan proses belajar dan mengajar, yang mengarah pada pembentukan individu yang menjadi manusia seutuhnya. Tindakan mendidik dan dididik merupakan hal yang fundamental, karena mencakup proses dan tindakan transformatif yang membentuk dan menentukan jalan hidup seseorang.
Ya, tiga paragraf di atas, itulah yang akan penulis katakan jika ada yang bertanya tentang bagaimana seharusnya Pendidikan itu bekerja, karena hal itu bersifat koheren (yang seharusnya terjadi), bukan koresponden (yang sebenarnya/senyatanya).
ADVERTISEMENT