Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kebijakan RUU KUHP Terhadap Kriminal Perbuatan Santet
1 Agustus 2024 9:53 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari samsul ma'arif tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan negara yang terkenal akan budayanya yang beraneka ragam dengan segala jenis perbedaan adat istiadat, keyakinan dan kebiasaan disetiap daerahnya. Kehidupan spiritual di Indonesia sangat kental dan memiliki agama yang merupakan sumber moral dan spiritual yang dianggap sebagai bagian dari tradisi yang tidak pernah ditinggalkan.
ADVERTISEMENT
Kepercayaan akan kekuatan supranatural atau ilmu gaib sudah merupakan bagian dari budaya kehidupan manusia. Praktik dari kepercayaan akan kekuatan supranatural umumnya dilakukan dalam bentuk santet. Santet adalah ilmu hitam yang sangat merugikan dan membahayakan orang lain atau kehidupan masyarakat sekitar yang dapat dilakukan dari jarak jauh dan jarak dekat yang biasanya berakibat fatal terhadap korban yang terkena santet, seperti terkena penyakit aneh bahkan bisa sampai mengakibatkan meninggalnya seseorang. Santet tidak hanya berkembang di Indonesia, tetapi juga berkembang di negara-negara lainnya.
ADVERTISEMENT
Definisi dari santet adalah perbuatan gaib yang dilakukan dengan pesona guna-guna, mantra, jimat, dan mengikut sertakan syaitan, sehingga dapat memberi pengaruh terhadap badan, hati, atau pikiran yang disihir tanpa harus menyentuhnya. Kerugian yang ditimbulkan dari perbuatan santet dapat dilihat secara langsung dan nyata terhadap diri korban santet, namun sulit dijelaskan secara logika maupun medis.Akibat perbuatan santet dapat membuat orang menderita berkepanjangan baik fisik maupun mental, hingga dapat menyebabkan korban santet meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia permasalahan santet menjadi fenomena sosial yang menimbulkan polemik berkepanjangan. Santet oleh masyarakat dianggap sebagaiperbuatan keji yang menimbulkan keresahan sosial (social unrest) dan kerugian masyarakat, namun menjadi persoalan dilematis diakibatkan karena hingga saat ini belum ada hukum positif yang mengatur tentang santet sebagai bentuk jaminan kepastian hukum dalam masyarakat. Kebijakan kriminalisasi merupakan menetapkan perbuatan yang semula bukan tindak pidana menjadi suatu tindak pidana dalam suatu aturan perundang-undangan. Pada hakikatnya, kebijakan kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan kriminal denganmenggunakan sarana hukum pidana, dan oleh karena itu termasuk bagian dari kebijakan hukum pidana.
ADVERTISEMENT
Dalam KUHP yang sekarang berlaku diatur dalam pasal-pasal seabagi berikut.
a) Pasal 545: melarang seseorang berprofesi sebagai peramal atau ahli nujum (dukun)
b) Pasal 546: melarang menjual belikan benda-benda gaib
c) Pasal 547: melarang saksi dalam sidang pengadilan menggunakan mantra atau jimat.
Secara filosofi, santet dapat digolongkan menjadi tindak pidana karena santet diakuidan dipercaya keberadaannya dikehidupan masyarakat yang menimbulkan keresahan dan kerugian, namun tidak dapat dicegah dan diberantas melalui hukum karena kesulitan dalam hal pembuktiannya. Sehingga dari alasan tersebut perlu dibentuk konsep tindak pidana baru tentang santet yang bertujuan untukmencegah agar perbuatan santet tidak terjadi.
Dalam RUU KUHP Nasional yang akan datang telah dirumuskan tentang delik santet pada Pasal 252 berbunyi:
ADVERTISEMENT
setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberi harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV
setiap orang melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidana dapat ditambah 1/3.
ADVERTISEMENT
Perbuatan santet pada pasal tersebut tidak tertulis secara eksplisit. Namun, perbuatan santet dimasukkan kedalam kategori kekuatan gaib.Kekuatan gaib adalah kekuatan sakti yang dimiliki oleh orang tertentu dengan cara tertentu yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan positif maupun negatif. Pastinya perbuatan santet termasuk kedalam penggunaan kekuatan gaib untuk keperluan jahat atau negatif yang dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental dan fisik. Jika dicermati pemaknaan dari kebijakan kriminal perbuatan santet pada Pasal 252 RUU KUHP Nasional tersebut, delik santet bertujuan untuk mencegah timbulnya kejahatan baru berupa penipuan, pemerasan, atau timbulnya korban akibat adanya orang yang mengaku mempunyai kekuatan gaib. Pembuktian terhadap pernyataan seseorang yang memiliki kekuatan gaib tersebut bisa saja dilakukan melalui rekaman ataupun adanya saksi yang menyaksikan pernyataan seseorang tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam penjelasan Pasal 252 Ayat (1) dimaksudkan untuk mencegah praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib dan mampu melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan penderitaan bagi orang lain.
Selanjutnya, pemaknaan kebijakan kriminal perbuatan santet pada Pasal 252 Ayat (2) RUU KUHP Nasional dimaksudkan bagi mereka yang berprofesi sebagai dukun santet. Pastinya para dukun santet tersebut mendapat imbalan keuntungan dari penyewa atau pemakai jasanya. Dan biasanya kentungan ini adalah bukan keuntungan yang kecil, sehingga profesi dukun santet bisa dijadikan sebagai mata pencaharian yang menjanjikan.
ADVERTISEMENT
Dengan tidak dipositifkan santet sebagai salah satu delik pidana, pada realitasnya seseorang yang memiliki ilmu santet dapat dengan leluasa menawarkan jasa santet tanpa rasa takut. Hal inilah yang mendorong pemerintah untuk memasukkan pasal kriminalisasi tentang santet. Disamping itu juga untuk mencegah perilaku main hakim sendiri oleh masyarakat terhadap seseorang yang dituduh sebagai dukun atau pelaku santet.Upaya kriminalisasi perbuatan santet pada umumnya bertujuan untuk:
ADVERTISEMENT
mencegah terjadinya penipuan masyarakat secara umum yang dapat dilakukan oleh orang yang mengaku memiliki kekuatan gaib untuk membantu melakukan kejahatan (dukun palsu)
mencegah masyarakat agar tidak mencari pihak yang mengaku memiliki kekuatan gaib untuk membantu melakukan kejahatan
mencegah masyarakat agar tidak main hakim sendiri (eigenrichtim) terhadap orang yang dianggap memiliki kekuatan gaib
mendorong masyarakat untuk selalu berpikir rasional, obyektif dan ilmiah demi kemajuan bangsa dan negara.
ADVERTISEMENT
Pada KUHP (WvS) yang berlaku saat ini, sebetulnya juga sudah mengatur mengenai perbuatan kekuatan gaib(Pasal 545 s.d Pasal 547). Namun pada pasal tersebut, tidak dapat mengakomodir perbuatan santet. santet tidak dikenal, dalam hukum Belanda. Konsep RUU KUHP Nasional mendatang menggunakan istilah “kekuatan gaib” yang bermaksud agar segala perbuatan yang menggunakan kekuatan gaib untuk perbuatan jahat dapat dipidana. Dilihat dari bunyi pasal dan pemaknaan pasal delik santet tersebut diatas, dapat diketahui bahwa pasal delik santet (Pasal 252) RUUKUHP Nasional jenisnya adalah delik formil. Delik dalam hukum pidana dapat dibagimenjadi delik formil dan delik materiil. Delikformil adalah delik yang perumusannya lebihmenekankan pada perbuatan tanpa mensyaratkan terjadinya akibat apapun dari perbuatan itu. Jadi delik formil dianggap telah dilakukan bila pelakunya telah melakukan serangkaian perbuatan yang dirumuskan dalam rumusan delik. Akibat bukan suatu ukuran delik telah dilakukan atau tidak, tetapi menekankan pada perbuatannya.
ADVERTISEMENT
Secara filosofis, sifat melawan hukum dari delik santet ialah perbuatan yang tercela menurut undang-undang. Kualifikasi unsur rumusan delik menjadi dasar dalam memformulasikan perbuatan santet. Filsafat pemidanaan atas delik santet, hukum pidana bukan digunakan sebagai sarana pembalasan, melainkan bertujuan mencegah perbuatan santet dilakukan. Apabila seseorang menyatakan dirinya memiliki kekuatan gaib serta disaat yang sama menawarkan diri dengan kemampuan gaibnya dapat menimbulkan penderitaan terhadap orang lain, maka perbuatan ini sudah bisa dikatakan memenuhi unsur rumusan delik. Maksud dari pembentuk undang-undang, perumusan delik formil yaitu melarang dilakukan perbuatan tertentu tanpa mempersyaratkan terjadinya akibat apapun dari perbuatan tersebut. Delik formil dianggap telah selesai dilakukan apabila pelakunya telah menyelesaikan (rangkaian) perbuatan yang dirumuskan dalam rumusan delik. Dalam delik formil, akibat bukan suatu hal penting dan bukan pula merupakan syarat selesainya delik. Pembuktian dalam delik formil adalah cukup dengan membuktikan bahwa seseorang telah melakukan perbuatan dimaksud yaitu hubungan antara tukang santet dengan orang yang menyewanya sehingga hubungan itulah yang akan dilihat sebagai tindak pidana permufakatan jahat. Apabila terbukti, maka orang itu dapat dikenakan sanksi pidana. Apabila perbuatan telah memenuhi semua unsur yang termuat dalam rumusan tindak pidana perbuatan tersebut adalah tindak pidana.
ADVERTISEMENT
Samsul Maarif, Mahasiswa Hukum Pidana Islam, UIN Syarifhidayatullah Jakarta.
Live Update