Konten dari Pengguna

Pemberian Wasiat Wajibah Kepada Ahli Waris Beda Agama

samsul ma'arif
Mahasiswa UIN Syarifhidayatullah Jakarta
5 Februari 2025 20:25 WIB
·
waktu baca 14 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari samsul ma'arif tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto ini dibuat oleh: Cottonbro Studio, https://www.pexels.com/id-id/pencarian/harta%20karun/
zoom-in-whitePerbesar
Foto ini dibuat oleh: Cottonbro Studio, https://www.pexels.com/id-id/pencarian/harta%20karun/
ADVERTISEMENT
Hukum waris di Indonesia masih bersifat pluralistis, karena saat ini berlaku tiga sistem hukum kewarisan, yaitu Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam dan Hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Hukum waris di Indonesia berbeda-beda. Belakangan ini terjadi sebuah dinamika dan kemajuan hukum terkait dengan isu kewarisan beda agama. Pengembangan tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa Mahkamah Agung Republik Indonesia telah membuat gebrakan baru terkait kewarisan beda agama. Gebrakan tersebut dapat dengan nyata dilihat dari putusan-putusannya yang memberikan celah dan peluang kepada pihak non muslim untuk dapat menerima bagian harta pewaris Muslim. Peluang tersebut memang tidak disediakan dalam bentuk praktik kewarisan murni, tetapi dibuat dengan mempergunakan konsep atau aturan wasiat wajibah.
ADVERTISEMENT
Wasiat wajibah pada awalnya adalah sebuah sistem yang diterapkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) untuk memberikan bagian harta peninggalan di antara para pihak yang terlibat dalam pengangkatan anak. Penerapan sistem wasiat wajibah ini ternyata digunakan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk memberikan juga bagian harta peninggalan pada pihak non muslim dari pihak Muslim
1. Pertimbangan hukum mengenai pemberian wasiat wajibah terhadap ahli waris beda agama
Menurut hukum Islam, ada beberapa hal yang menjadi penghalang pewarisan (mawani’ al-irtsi), yaitu penghalang terlaksananya waris mewarisi.
Dalam terminologi ulama faraidh, yaitu suatu keadaan atau sifat yang menyebabkan orang tersebut tidak dapat menerima warisan padahal sudah cukup syarat-syarat dan ada hubungan pewarisan. Pada awalnya seseorang sudah berhak mendapatkan warisan, tetapi karena ada suatu keadaan tertentu yang mengakibatkan dia tidak mendapatkan harta warisan. Keadaan- keadaan yang menyebabkan seorang ahli waris tidak dapat memperoleh harta warisan adalah:
ADVERTISEMENT
a. Pembunuhan
Seorang yang membunuh orang lain yang merupakan warisnya, maka ia tidak dapat mewarisi harta orang yang terbunuh itu. Ketentuan ini mengandung kemaslahatan agar orang tidak mengambil jalan pintas untuk mendapatkan harta warisan dengan jalan membunuh orang yang mewariskan.
b. Berlainan agama
Berlainan agama dalam hukum Islam adalah dimana seseorang yang beragama Islam tidak dapat mewariskan hartanya kepada seorang yang berlainan agama, begitu juga sebaliknya. Dengan kata lain bahwa seorang muslim tidak dapat memberikan hartanya atau mewariskan hartanya kepada orang yang beda agama sekalipun dia termasuk golongan ahli waris.
Al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 221 yang secara langsung melarang laki-laki muslim menikahi wanita yang musyrik, demikian sebaliknya, wanita muslim dilarang menikahi laki-laki musyrik. Menurut Idris Ramulyo bahwa intisari dari surat al-Baqarah ayat 221 tersebut adalah bahwa orang-orang yang Islam tidak dapat mewarisi harta peninggalan orang kafir dan orang non muslim tidak dapat mewarisi harta orang Islam.
ADVERTISEMENT
c. Perbudakan
Seorang budak adalah milik dari tuannya secara mutlak, karena itu ia tidak berhak untuk memiliki harta, sehingga ia tidak bisa menjadi orang yang mewariskan dan tidak akan mewarisi dari siapapun. Seorang budak dipandang tidak cakap menguasai harta. Status keluarga terhadap kerabat-kerabatnya sudah putus karena ia menjadi keluarga asing.
Menurut Pasal 838 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), ahli waris yang tidak patut menerima harta warisan adalah:
a. Ahli waris yang dengan putusan hakim telah dihukum karena dipersalahkan membunuh atau setidaknya mencoba membunuh pewaris;
b. Ahli waris yang dengan putusan hakim telah dihukum karena dipersalahkan memfitnah dan mengadukan pewaris, bahwa pewaris melakukan kejahatan yang diancam hukuman penjara empat tahun lebih;
ADVERTISEMENT
c. Ahli waris yang dengan kekerasan telah nyata-nyata menghalangi atau mencegah pewaris untuk membuat atau menarik kembali surat wasiat; dan
d. Ahli waris yang telah menggelapkan, memusnahkan, dan memalsukan surat wasiat.
Ahli waris adalah sebagai orang-orang yang mempunyai keperluan atas kejadian meninggalnya seorang yang pada hubungannya dengan adanya suatu harta kekayaan yang disiapkan untuk dimanfaatkan akan kebutuhan dan keperluan seorang yang bersangkutan dengan pewaris. Keturunan dari orang yang mening- galkan warisan merupakan ahli waris yang terpenting, karena pada kenyataannya mereka merupakan satu-satunya ahli waris, dan sanak keluarganya tidak menjadi ahli waris, jika orang yang meninggalkan warisan itu mempunyai keturunan. Hal ini juga dijelaskan dalam Hukum Adat, Hukum Islam dan BW.
ADVERTISEMENT
Menurut hukum Islam, ahli waris tidak boleh mendapat bagian dari wasiat. Larangan berwasiat kepada ahli waris yang telah ditentukan pembagian warisannya, menurut para ahli fikih agar tidak ada kesan bahwa wasiat itu menunjukkan perbedaan kasih sayang antara sesama ahli waris, yang pada akhirnya akan menyulut perselisihan di antara ahli waris yang ditinggalkan oleh pewaris. Sebagian ulama mengatakan boleh memberikan wasiat kepada ahli waris, terutama yang dipandang sangat membutuhkan, seperti jika sebagian mereka itu kaya dan sebagian lagi miskin, maka layaklah apabila kepada si miskin selain dia mendapatkan warisan dia juga mendapatkan tambahan dengan jalan wasiat, atau kepada anak yang bapaknya telah menceraikan ibunya sementara ibunya tidak memiliki anggota keluarga yang lain selain anaknya itu. Satri M.
ADVERTISEMENT
Zein (1998: 92), mengatakan bahwa pendapat yang diikuti di kalangan Malikiyah dan Zhahiriyah, yaitu bahwa larangan berwasiat kepada ahli waris tidaklah gugur dengan sendirinya karena adanya izin dari ahli waris lainnya. Larangan seperti ini merupakan hak Allah yang tidak bisa gugur dengan kerelaan manusia yang dalam hal ini adalah para ahli waris.
Dasar hukum pemberian wasiat wajibah bagi ahli waris beda agama dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 368.K/AG/1995 adalah dengan ditemukan beberapa alasan hakim memberikan bagian wasiat wajibah terhadap ahli waris beda agama. Alasan-alasan tersebut dijabarkan sebagai berikut:
a. Faktor historis adanya larangan memberikan warisan pada ahli waris yang tidak beragama Islam.
Alasan pertama, yaitu ketentuan yang menghalangi pemberian warisan kepada ahli waris non muslim, secara historis ditetapkan pada masa peperangan antara kaum muslimin dengan orang kafir di masa lalu. Untuk menjaga akidah dan harta yang dimiliki orang muslim dari penguasaan ahli waris kafir yang berpotensi untuk digunakan sebagai alat untuk memerangi umat Islam sendiri, maka larangan tersebut diberlakukan. Melihat kondisi saat ini dimana tidak ada lagi peperangan antara orang muslim dan non muslim, maka ketentuan penghalang tersebut dianggap tidak diperlukan lagi.
ADVERTISEMENT
b. Penggunaan metode interpretasi sosiologis dalam melakukan penemuan hukum.
Alasan kedua terkait dengan kewajiban hakim untuk menemukan hukum atas setiap perkara yang diperiksanya. Kewajiban ini bersumber dari salah satu asas dalam hukum acara, bahwa hakim dilarang menolak perkara dengan alasan tidak ada hukumnya, karena hakim memiliki kewenangan hukum untuk melakukan penemuan hukum. Penetapan wasiat wajibah bagi ahli waris yang terhalang untuk menerima warisan karena tidak beragama Islam merupakan hasil dari penemuan hukum yang dilakukan hakim dengan metode interpretasi sosiologis.
c. Penggunaan metode argumentum per analogium dalam melakukan penemuan hukum.
Alasan ketiga, penggunaan metode argumentum per analogium dalam menetapkan wasiat wajibah dilakukan sebagai penerapan asas ius curia novit oleh hakim di lingkungan Peradilan Agama. Dalam melakukan penemuan hukum atas pemberian wasiat wajibah terhadap ahli waris yang beda agama, hakim menggunakan metode argumentum per analogian dengan cara menemukan ketentuan hukum lain yang sejenis, memiliki kemiripan, serta adanya tuntutan dalam masyarakat untuk mendapatkan penilaian yang sama. Ketentuan yang sejenis untuk mengatasi kekosongan dalam hal ini adalah menggunakan ketentuan wasiat wajibah yang ada dalam KHI khusus untuk anak angkat dan atau orang tua angkat.
ADVERTISEMENT
Terhadap kedua peristiwa tersebut, ditemukan kesamaannya, yaitu keduanya terjadi pada orang-orang yang secara yuridis formal tidak mendapatkan bagian harta warisan padahal mereka memiliki ikatan kekeluargaan dengan pewaris baik sebagai anak kandung, maupun anak angkat. Adanya kesamaan tersebut, menyebabkan aturan yang berlaku pada satu peristiwa diberlakukan pula pada peristiwa lain, sehingga ketentuan wasiat wajibah bagi anak angkat diberlaku- kan pula pada anak atau ahli waris yang beda agama.
d. Eksistensi hukum kewarisan Islam di antara sistem hukum kewarisan lainnya Alasan keempat yang digunakan oleh hakim dalam menetapkan pemberian wasiat wajibah bagi ahli waris beda agama adalah eksistensi hukum waris Islam dalam sistem hukum nasional. Secara faktual, hukum waris Islam di Indonesia hidup, berkembang dan berdampingan dengan hukum waris lain, yaitu hukum waris adat dan hukum waris barat. Ketiganya digunakan sebagai pilihan hukum bagi rakyat Indonesia. Penemuan hukum yang memberikan wasiat wajibah bagi ahli waris beda agama merupakan upaya mengaktualisasi- kan hukum Islam di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang pluralistik, baik di bidang sosial, budaya, hukum, maupun agama. Upaya ini sekaligus untuk memelihara jati diri hukum Islam tanpa memperhatikan dinamika
ADVERTISEMENT
masyarakat yang banyak dipengaruhi oleh ruang dan norma hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia akan menjadi hukum Islam yang kehilangan daya tariknya, karena tidak memenuhi kebutuhan masyarakat yang melingkupinya.
Selain itu, dengan diberikannya wasiat wajibah terhadap ahli waris beda agama sebagai alternatif agar memperoleh haknya, sesungguhnya telah memberikan gambaran positif bahwa hukum Islam tidaklah eksklusif dan diskriminatif yang seolah-olah telah menempatkan warga non muslim sebagai kelas dua di depan hukum. Apabila ahli waris yang terhalang akibat perbedaan agama tetap dipertahankan sebagai orang yang tidak dapat mewarisi dengan alasan apapun, sebagaimana hukum asal, maka hukum Islam akan dipandang sebagai suatu ancaman yang menghilangkan hak waris. Selanjutnya bila dibandingkan dengan sisten hukum waris lainnya, keadaan ini akan sangat tidak menguntungkan bagi hukum Islam karena akan dikalahkan oleh sistem hukum waris lain yang tidak mempersoalkan agama sebagai penghalang seseorang dalam menerima bagian warisnya. Alasan ini juga dipertegas dengan tujuan hukum Islam, yaitu untuk mencegah kemudharatan dalam hidup manusia.
ADVERTISEMENT
e. Pilihan agama sebagai bagian dari hak asasi manusia
Alasan kelima mengenai pemberian wasiat wajibah terhadap ahli waris beda agama adalah kondisi nyata kehidupan masyarakat Indonesia sendiri. Indonesia terdiri dari berbagai suku dan agama. Keberadaan agama yang berbeda-beda sudah ada sejak dahulu dan tidak menjadi penghalang bagi masyarakat Indonesia untuk hidup berdampingan. Adanya perbedaan agama bahkan di dalam lingkup keluarga bukan merupakan hal asing di Indonesia. Masyarakat Indonesia telah melakukan kesepakatan sosial untuk hidup rukun, damai, saling menghormati, dan tidak saling merendahkan martabat manusia atas dasar apapun juga, baik karena perbedaan suku, budaya atau agama. Kesepakatan sosial itu tercantum dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945. Perbedaan agama sebagai bagian dari hak asasi manusia, negara melarang dilakukannya segala bentuk tindakan diskriminatif dengan
ADVERTISEMENT
menyatakan, bahwa: “setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan yang diskriminatif itu”.
f. Teori hukum mengenai asas hukum dan penyimpangan terhadap asas hukum Alasan hakim yang menjadi dasar hukum pertimbangan hakim adalah ketentuan asas hukum dalam teori hukum pada sistem hukum Indonesia. Teori hukum mengenal adanya teori asas hukum dan penyimpangan atas asas hukum. Penetapan wasiat wajibah bagi ahli waris beda agama telah memenuhi teori tersebut.
Berdasarkan teori hukum, salah satu asas hukum dalam hukum kewarisan Islam adalah terhalangnya seorang ahli waris untuk mendapatkan bagian warisan karena memeluk agama yang berbeda dengan pewaris. Terhadap asas hukum ini kemudian terbuka pintu penyimpangan, yaitu melalui wasiat wajibah. Penetapan wasiat wajibah oleh hakim akan memberikan hak atas bagian warisan bagi mereka yang berdasarkan asas hukum tidak mendapatkan bagiannya. Wasiat wajibah adalah penyimpangan terhadap asas hukum dalam hukum kewarisan Islam. Berdasarkan alasan ini maka hakim menggunakan penyimpangan asas hukum kewarisan Islam dalam memutuskan perkara terkait adanya ahli waris beda agama dengan pewaris. Penyimpangan yang digunakan diwujudkan melalui putusan pemberian wasiat wajibah bagi ahli waris beda agama tersebut.
ADVERTISEMENT
Mayoritas argumentasi hukum yang digunakan oleh hakim Mahkamah Agung adalah bahwa sistem kewarisan Islam menganut sistem kekerabatan yang lebih utama bila dibandingkan dengan perbedaan agama sebagai penghalang mewarisi. Penghalang kewarisan karena berbeda agama justru ditujukan semata- mata kepada ahli waris, sehingga ahli waris muslim untuk mendapatkan harta warisan dari pewaris tidak boleh keluar dari agama Islam. Pada sisi lain, dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim tampak tidak konsisten dengan logika hukum yang dibangunnya, ketika membedakan kedudukan ahli waris muslim dengan ahli waris non muslim dalam hal pewaris berbeda agama dengan ahli waris. Dalam hal pewaris non muslim dan ahli waris muslim, maka ahli waris
muslim bukan ahli waris dan tidak dapat menuntut warisan dari pewarisnya. Sementara dalam hal pewaris muslim dan ahli waris non muslim, ahli waris non muslim dapat menjadi ahli waris dan menuntut pembagian harta warisan dari pewaris muslim berdasarkan hukum Islam.
ADVERTISEMENT
Berbagai deskripsi dari putusan-putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang pemberian wasiat wajibah kepada ahli waris non muslim, maka dapat disimpulkan pemberian wasiat wajibah kepada ahli waris non muslim dalam konteksnya adalah untuk menjaga keutuhan keluarga dan mengakomodir adanya realitas sosial di masyarakat Indonesi, bila ditinjau dari segi kemaslahatan patut dipertimbangkan dan boleh jadi terkait dengan maksud ajaran agama Islam, yaitu memenuhi rasa keadilan.
2. Pemberian wasiat wajibah terhadap ahli waris beda agama
Mayoritas para ulama mengajukan alasan, apabila yang menjadi ketentuan hak mewarisi adalah saat pembagian warisan, tentu akan muncul perbedaan pendapat tentang mengawalkan atau mengakhirkan pembagian warisan. Mengenai orang murtad yang keluar dari agama Islam, para ulama memandang mereka mempunyai kedudukan hukum tersendiri. Hal ini karena orang murtad dipandang telah memutuskan tali (shilah) dan melakukan kejahatan terhadap agama. Berdasarkan fakta tersebut, meskipun dalam isyarat Al-Qur‟an bahwa mereka dikategorikan sebagai orang yang kafir, para ulama menyatakan bahwa harta warisan orang murtad tidak diwarisi oleh siapa pun, termasuk ahli warisnya yang sama-sama murtad. Harta peninggalannya dimasukkan ke baytul mal sebagai harta fai’ atau rampasan, dan digunakan untuk kepentingan umum.
ADVERTISEMENT
Dalam KHI mengenai kedudukan ahli waris telah diatur secara jelas dalam Pasal 174 ayat (1) KHI yang menyebutkan bahwa yang berhak menjadi ahli waris tersebut ada dua kriteria, yaitu adanya hubungan darah yang meliputi anak laki- laki, perempuan, kakek, paman, sedangkan menurut dari hubungan perkawinan yaitu duda atau janda, hal tersebut dikuatkan dengan ketentuan KHI Pasal 171 huruf c. Selanjutnya dalam KHI yang tersirat dalam Pasal ini bahwa ahli waris tidak hanya memiliki hubungan darah ataupun perkawinan melainkan juga harus
beragama Islam. Dapat dikatakan seorang itu berkedudukan sebagai ahli waris ia harus memenuhi syarat yang ada pada Pasal 171 huruf c KHI yang memiliki hubungan darah atau perkawinan serta harus beragama Islam. Lantas bagaimana jika seorang yang beragama bukan Islam apakah kedudukannya sama seperti ahli waris non Islam.
ADVERTISEMENT
Menurut pendapat ulama mutaakhkhirin, wasiat wajibah ditujukan pada kerabat dekat atau yang memiliki hubungan nasab, tetapi tidak mendapatkan hak waris bukan terhadap anak angkat sebagaimana yang disampaikan dalam teori hukum yang dikemukakan oleh Wahbah al-Zuhayli bahwa wasiat kepada kerabat itu adalah disunnahkan menurut jumhur ulama.
Seiring berkembangnya waktu, kasus-kasus yang terjadi dalam hukum kewarisan beda agama semakin marak. Salah satu faktor penyebabnya adalah ketidaksetujuan ahli waris (non muslim) terhadap pembagian harta yang dinilai tidak adil. Atas pertimbangan kasus inilah, maka Pengadilan Agama bahkan Mahkamah Agung terdorong mengeluarkan putusan-putusan baru dalam hukum kewarisan beda agama.
Ada beberapa pertimbangan hukum yang dijadikan dasar oleh Mahkamah Agung khususnya ketika misalnya menetapkan yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 51.K/AG/1999, yang memberikan hak ahli waris kepada ahli waris non muslim dengan wasiat wajibah, serta relevansi wasiat wajibah terhadap realisasi kontemporer, juga mengacu kepada pertimbangan legalitas dan moral. Hampir semua putusan Pengadilan Agama terkait dengan ahli waris beda agama dengan memberikan wasiat wajibah untuk memenuhi rasa keadilan sebenarnya tepat karena tujuan dimasukkannya suatu perkara ke dalam pengadilan, yaitu untuk memenuhi rasa keadilan itu sendiri, yang dikarenakan dalam pengadilan, seorang hakim dapat melakukan penemuan hukum dan tidak terfokus hanya pada undang- undang.
ADVERTISEMENT
Pertimbangan hakim untuk memberikan wasiat wajibah kepada ahli waris beda agama tersebut merupakan jalan alternatif yang bersifat komprimistis atau dalam hukum Islam dikenal dengan istilah ijbari. Maksud dari ijbari yaitu peralihan harta tersebut terjadi dengan sendirinya menurut ketentuan Allah tanpa
tergantung kepada kehendak pewaris atau permintaan ahli warisnya, sehingga tidak ada kekuasaan manusia yang mengubahnya.
Putusan yang diambil oleh Hakim di lingkungan Mahkamah agung Republik Indonesia yang memberikan bagian harta bagi ahli waris non muslim dan memberikan status ahli waris dari pewaris muslim bagi ahli waris non muslim merupakan hal menarik untuk dicermati. Dalam putusan tersebut seorang ahli waris non muslim mendapatkan harta bagian dari pewaris muslim sebanyak harta yang diterima oleh ahli waris muslim dalam posisi yang sama. Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 180 dapat dijadikan sumber wasiat wajibah, sekaligus sebagai sumber hukum materiil pada ahli waris pengganti, seperti dalam Pasal 209 KHI dan ahli waris beda agama yang belum dijadikan undang-undang atau yang belum ada aturannya.
ADVERTISEMENT
Ayat 80 surat Al-Baqarah tersebut dapat digunakan oleh hakim dalam memutuskan perkara demi tercapai keadilan bagi pihak pencari keadilan. Hal ini perlu dilakukan, agar para hakim tidak hanya sebagai corong undang-undang (hukum positif), tetapi berusaha melakukan ijtihad sebagai perintah agama yang tidak boleh berhenti dengan dasar-dasar yang dapat dipertanggungjawabkan.
Apabila dilihat dari sisi teori keadilan, maka putusan Mahkamah Agung telah berhasil mewujudkan keadilan hukum tersebut dengan memberikan bagian ahli waris non muslim harta warisan dengan menggunakan terminologi wasiat wajibah. Pendapat tersebut sesuai dengan statemen yang dikeluarkan oleh Ibn Hazm yang menyatakan bahwa orang yang berhak menerima wasiat wajibah adalah kaum kerabat yang tidak menerima warisan, baik karena ia menjadi budak atau karena berbeda agama dengan pewaris, ataupun karena ia terhijab mewarisi karena ada kerabat atau ahli waris lain yang menghalanginya, atau karena ia tidak berhak mewarisi. Terhadap mereka ini hendaknya berwasiat, sekiranya pewaris tidak berwasiat, maka ahli waris harus memberikan harta si pewaris kepada yang menurut mereka pantas. Begitu pun terhadap kaum kerabat yang tidak beragama Islam, si pewaris wajib berwasiat bagi mereka, dan jika si pewaris tidak berwasiat atau lupa maka sebagian harta warisannya wajib diberikan kepada kerabat yang berlainan agama tersebut.
ADVERTISEMENT
Dilihat dari sisi perlindungan hukum bagi ahli waris non muslim, maka putusan Mahkamah Agung ini juga telah memberikan sebuah perlindungan hukum secara konkrit. Perlindungan hukum itu juga membuat sebuah paradigma baru terkait anggapan bahwa yang minoritas selalu tertindas, dan tidak mungkin akan menang melawan muslim yang mayoritas.