Konten dari Pengguna

Karawitan : Harmoni yang Terancam Hilang

Samuel Anatora Kristianno
sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana
3 Desember 2024 11:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Samuel Anatora Kristianno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Bermain Gamelan. Foto : pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bermain Gamelan. Foto : pexels.com
ADVERTISEMENT
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman budaya dengan kekayaan alam yang melimpah. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai wonderland. Di era perkembangan zaman yang semakin pesat serta kemudahan akses informasi dan pengetahuan dari berbagai penjuru dunia, arus budaya mancanegara mulai memengaruhi persepsi kita terhadap kesenian tradisional, salah satunya adalah karawitan.
ADVERTISEMENT
Karawitan merupakan seni suara tertua dalam budaya Jawa yang menawarkan keindahan halus dengan fungsi estetika sekaligus mengandung nilai sosial, moral, dan spiritual. Kata "karawitan" berasal dari bahasa Jawa rawit, yang berarti rumit, berbelit-belit, halus, cantik, dan indah. Istilah ini khususnya digunakan untuk merujuk pada musik gamelan, yakni musik Indonesia yang menggunakan sistem nada nondiatonis (laras slendro dan pelog). Seni ini memiliki nilai historis dan filosofis yang penting bagi bangsa Indonesia.
Melville J. Herskovits menyebut kebudayaan sebagai sesuatu yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi atau disebut superorganic. Sementara itu, Bronislaw Malinowski memandang kebudayaan sebagai cara manusia beradaptasi dengan lingkungannya sesuai tradisi terbaik.
ADVERTISEMENT
Gamelan Jawa tidak terlepas dari pandangan masyarakat Jawa yang cenderung memelihara keselarasan hidup, baik jasmani maupun rohani. Sikap ini membuat masyarakat Jawa menghindari ekspresi tempramental dan berusaha mewujudkan toleransi antarsesama.
Mengapa Generasi Muda Tidak Bangga pada Kesenian Karawitan?
Pada masa kini, karawitan mulai tergerus oleh seni-seni modern yang lebih populer di kalangan anak muda. Generasi muda lebih menyukai budaya pop dan mancanegara yang menawarkan kebebasan dan dianggap lebih relevan dengan kehidupan saat ini. Akibatnya, karawitan tidak lagi menjadi "tuan rumah" di tanah airnya sendiri.
Banyak anak muda menganggap bahwa mempelajari karawitan adalah sesuatu yang ndeso (kuno) dan tidak menarik. Kesenian ini sering dianggap sebagai musik orang tua, musik pengantar tidur, atau seni yang monoton dan membosankan. Pandangan ini menyebabkan lunturnya tradisi dan berpotensi menghilangkan identitas budaya di masa depan. Padahal, karawitan merupakan warisan nenek moyang yang perlu dilestarikan sebagai jati diri bangsa.
ADVERTISEMENT
Permasalahan
Generasi muda, terutama masyarakat Jawa, kurang mampu melestarikan budayanya sendiri, termasuk seni karawitan. Budaya ini secara perlahan terancam punah karena generasi muda tidak tertarik untuk mempelajarinya. Mereka menganggap seni karawitan kuno atau tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Ironisnya, gamelan Jawa kini lebih dikenal dan dipelajari di luar negeri, seperti Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan Kanada. Beberapa negara bahkan memiliki perangkat gamelan lengkap. Sementara itu, masyarakat Jawa sendiri sering kali kurang peduli terhadap seni karawitan.
Bagaimana Cara Menumbuhkan Cinta pada Kesenian Karawitan?
Salah satu cara menumbuhkan rasa cinta terhadap karawitan adalah dengan menanamkan kebanggaan terhadap tanah air melalui kesenian ini. Seni karawitan mampu menciptakan emosi positif, seperti rasa nyaman dan senang, yang membuat orang merasa lebih dekat.
ADVERTISEMENT
Rasa cinta dapat diwujudkan dengan mendalami hakikat karawitan, memperkenalkan instrumen yang ada, serta belajar memainkan gamelan. Penting untuk membentuk konsep bahwa karawitan adalah seni yang menyenangkan dan dapat dinikmati oleh semua kalangan, termasuk generasi muda.
Kesimpulan
Karawitan, sebagai bagian dari budaya Jawa, saat ini terancam hilang. Generasi muda memegang peranan penting sebagai penerus tradisi agar anak cucu kita tetap dapat menikmati seni karawitan.
Jika generasi sekarang tidak mampu melestarikan seni karawitan, masa depan budaya ini mungkin justru akan dipelajari di luar negeri. Hal ini dapat mengakibatkan krisis identitas bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk menanamkan rasa bangga terhadap budaya sendiri dan menciptakan pendekatan baru agar karawitan menjadi seni yang menarik dan relevan di segala zaman.
ADVERTISEMENT