Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Mau Sampai Kapan Kasus Ini Terulang Lagi?
3 Oktober 2022 14:43 WIB
Tulisan dari Sanaa Adika Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kabar duka kembali terulang dari sepakbola Indonesia, kali ini di Stadion Kanjuruhan, Malang (01/10/2022). Kerusuhan setelah pertandingan Arema Malang vs Persebaya Surabaya menelan banyak korban jiwa, sebanyak 127 orang meninggal dunia dan ratusan orang lainnya mengalami luka-luka. Kerusuhan pertandingan derbi Jawa Timur ini bermula saat tuan rumah Arema kalah 2-3 dengan lawannya yaitu Persebaya Surabaya.
ADVERTISEMENT
Setelah peluit panjang berbunyi, pendukung Arema yang tidak terima kekalahan tersebut langsung turun ke lapangan untuk melakukan protes kepada tim Arema. Selain turun ke lapangan, pendukung Arema yang ada di tribune penonton juga ada yang melempar botol ke arah pemain Persebaya, beruntung pemain Persebaya tidak mengalami luka-luka.
Banyaknya penonton yang melakukan kekerasan, polisi yang menjaga di stadion tersebut menembakkan gas air mata ke arah penonton. Ketakutan penonton melihat gas air mata yang ditembak membuat penonton lari menuju pintu keluar stadion, sayangnya pintu keluar yang dibuka oleh panitia penyelenggara hanya satu saja. Pintu keluar yang dibuka hanya satu ini membuat penonton terdesak dan sulit bernapas, selain sesak napas pandangan juga sulit dilihat hingga beberapa penonton pun berjatuhan.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya di dalam stadion, kerusuhan juga ada di luar stadion yang menyebabkan beberapa mobil polisi dibakar oleh penonton, lalu pemain Persebaya Surabaya yang berada di dalam mobil barracuda milik polisi juga di timpuk batu oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Kerusuhan ini bukan hanya sekali di Indonesia, beberapa waktu lalu pendukung Persebaya Surabaya juga demikian, karena tidak menerima kekalahan mereka merusak fasilitas stadion dan atas kejadian itu membuat tim Persebaya tidak bisa dihadiri penonton sebanyak lima pertandingan kandang. Selain Indonesia, negara lain juga pernah mengalami kejadian ini, contohnya saja di Inggris yang pada saat itu menelan korban jiwa sebanyak 96 orang.
Dalam kejadian ini, kita bisa melihat bahwa kualitas sepakbola kita masih jauh dibawah rata-rata, tidak hanya kualitas liga nya saja yang kurang, mulai dari wasit, jadwal pertandingan, supporter, pihak penyelenggara, dan pihak keamanan pun masih kalah jauh dibandingkan negara-negara lain.
ADVERTISEMENT
Yang perlu diperhatikan disini adalah penggunaan gas air mata oleh pihak kepolisian, secara resmi peraturan FIFA menjelaskan bahwa gas air mata tidak boleh digunakan oleh pihak keamanan karena dampak yang ditimbulkan begitu banyak yang mungkin mereka mengabaikan atau tidak tahu soal larangan penggunaan gas air mata ini, selain itu pihak penyelenggara seharusnya menggelar pertandingan di waktu sore hari, apalagi pertandingan ini merupakan derby Jawa Timur yang pendukung dari masing-masing klub mengalami permusuhan sejak dulu.
Kasus kerusuhan ini merupakan kasus terbesar kedua sepanjang sejarah sepakbola dunia. Kita tahu kalau event Piala Dunia 2023 u-20 yang bisa dikatakan beberapa bulan lagi, bisa saja dibatalkan oleh FIFA karena kasus kerusuhan ini, selain itu Tim nasional senior dan Tim nasional u-20 yang sudah resmi lolos, bisa juga dibatalkan untuk ikut turnamen tersebut. Selain Tim nasional Indonesia, liga Indonesia bisa saja dihentikan karena kejadian ini. tim-tim liga 1 dilarang tampil di piala Asia selama 5 tahun, hal tersebut pernah kejadian di liga Inggris yang seluruh tim-tim liga Inggris dilarang tampil di kompetisi Eropa selama 5 tahun karena kerusuhan yang pernah terjadi.
ADVERTISEMENT
Kita semua tahu, menang dan kalahnya suatu pertandingan memang hal biasa terjadi, namun jangan sampai kekalahan itu membuat emosi kita meningkat, jangan mentang-mentang tim yang kita dukung ini menghadapi lawan rival sehingga hal-hal seperti itu normal saja untuk dilakukan. Sudah banyak kejadian seperti ini di Indonesia, dan ini bukan masalah sepakbola saja, tetapi juga masalah manusiawi. Rivalitas sepak bola hanyalah 90 menit, di luar itu kita tetap saudara.
Kita berharap, kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi di sepakbola Indonesia. Kita harus bisa menerima kekalahan baik itu pertandingan kendang maupun tandang, karena sepakbola ini adalah olahraga yang bertujuan untuk memberikan hiburan bagi penonton bagi pencinta sepakbola.