Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kontroversi TAPERA: Solusi atau Beban Baru bagi Masyarakat?
2 Juni 2024 9:26 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Sanda Patrisia Komalasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Belakangan ini, masyarakat dihebohkan dengan kontroversi terkait program Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) yang baru diluncurkan oleh pemerintah. Program Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) bertujuan membantu masyarakat memenuhi kebutuhan perumahan dengan mewajibkan setiap pekerja menyisihkan sebagian kecil dari gajinya. Namun, ada beberapa sisi negatif dan kekhawatiran yang perlu diperhatikan. Masyarakat menengah yang merasa tidak memerlukan pembiayaan perumahan mungkin merasa dirugikan karena harus berkontribusi tanpa mendapatkan manfaat langsung. Selain itu, subsidi silang dapat dianggap tidak adil oleh sebagian orang dan menambah beban finansial bagi pekerja.
ADVERTISEMENT
Dengan program ini, gaji setiap pekerja akan dipotong sebesar 3% setiap bulan. Bagi banyak orang, jumlah ini bukanlah angka kecil. Potongan 3% dari gaji untuk TAPERA dapat menjadi beban yang cukup berat bagi banyak orang. Misalnya, jika seseorang memiliki gaji 5 juta rupiah per bulan, maka potongan 3% setara dengan 150 ribu rupiah per bulan. Dalam setahun, jumlah yang ditabung dari potongan ini adalah sekitar 1,8 juta rupiah. Jika kita bandingkan dengan harga rumah yang umumnya sekitar 200 juta rupiah, maka untuk mencapai jumlah tersebut hanya dengan menabung dari potongan TAPERA, seseorang akan memerlukan waktu sekitar 111 tahun. Dengan kata lain, butuh lebih dari seabad untuk mengumpulkan dana yang cukup untuk membeli rumah, yang jelas tidak realistis karena kebanyakan orang tidak akan hidup selama itu.
ADVERTISEMENT
Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa dana yang terkumpul mungkin tidak akan pernah benar-benar bermanfaat bagi para peserta. Akibatnya, ada risiko bahwa dana TAPERA ini justru menjadi ladang penyalahgunaan atau korupsi, mengingat jumlah dana yang besar dan jangka waktu pengumpulan yang sangat panjang. Masyarakat khawatir bahwa dana yang mereka setor tidak akan dikelola dengan baik dan malah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Program TAPERA sebenarnya bukanlah ide baru di dunia internasional. Sebenarnya, program serupa sudah ada di negara lain seperti Singapura dan Malaysia. Di Singapura, program ini dikenal dengan nama Central Provident Fund (CPF) dan di Malaysia dengan nama Employees Provident Fund (EPF). Menariknya, potongan di kedua negara tersebut jauh lebih tinggi, yaitu 23% hingga 37% dari gaji. Selain itu, masih ada potongan lainnya, meskipun pajak penghasilan di kedua negara relatif lebih rendah dibandingkan Indonesia. Namun, penerapannya berbeda, yang menjadi pembeda penting dan patut dipelajari oleh Indonesia adalah penggunaan dana yang lebih fleksibel.
ADVERTISEMENT
CPF dan EPF bisa dibilang tabungan untuk semua keperluan, yang merupakan Program One Stop Financial Saving dari negara, Di Singapura dan Malaysia, 30% hingga 50% dana digunakan untuk kebutuhan sebelum pensiun seperti kesehatan, pendidikan, dan perumahan. Dana ini tidak hanya digunakan untuk membeli rumah pertama, tetapi juga untuk melunasi cicilan yang sedang berjalan dan renovasi rumah. Selain itu, dana yang tersisa setelah pensiun dapat diterima sebagai dana pensiun, memberikan jaminan finansial untuk masa tua.
Namun, TAPERA bukan satu-satunya solusi yang bisa dipertimbangkan untuk membantu masyarakat memiliki rumah. Ada berbagai alternatif lain yang bisa dipertimbangkan. Salah satunya adalah Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Subsidi yang telah lama dikenal sebagai solusi untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah mendapatkan rumah. Program ini memberikan suku bunga rendah dan tenor panjang, sehingga cicilan menjadi lebih terjangkau. KPR subsidi sangat membantu, namun masih banyak masyarakat yang kesulitan memenuhi syarat administrasi.
ADVERTISEMENT
Program rumah sewa-beli juga merupakan skema di mana masyarakat dapat menyewa rumah dengan opsi untuk membeli setelah jangka waktu tertentu. Ini memberikan fleksibilitas bagi mereka yang belum siap mengambil KPR. Program Sewa-beli bisa menjadi solusi jangka pendek yang baik, terutama untuk kaum muda yang baru memulai karir.
Selain itu, pemerintah dapat menjalin kerjasama dengan pengembang swasta untuk menyediakan rumah dengan harga terjangkau. Melalui insentif fiskal dan regulasi yang mendukung, pengembang swasta dapat didorong untuk membangun lebih banyak rumah murah. Kolaborasi ini bisa menciptakan lebih banyak opsi bagi masyarakat.
Solusi lainnya adalah program rumah modular, yang dibangun dengan komponen prefabrikasi, menawarkan solusi cepat dan murah. Dengan teknologi ini, rumah bisa dibangun lebih cepat dan biaya bisa ditekan. Selain itu, rumah modular dapat menjadi solusi dalam situasi darurat atau bencana.
ADVERTISEMENT
Pemerintah memiliki banyak lahan yang belum dimanfaatkan. Dengan memanfaatkan lahan ini untuk pembangunan perumahan, biaya tanah bisa ditekan dan rumah bisa dijual dengan harga lebih murah. Langkah ini memerlukan perencanaan yang matang dan koordinasi antar instansi.
Selain itu, ada beberapa inovasi lain yang dapat dipertimbangkan. Misalnya, pemerintah dapat memberikan insentif pajak bagi pengembang yang membangun perumahan murah, atau memfasilitasi pembangunan perumahan vertikal seperti apartemen murah di pusat kota. Inovasi ini bisa menjadi solusi jangka panjang yang efektif, terutama di kota-kota besar dengan lahan terbatas.
Tak hanya itu, model kepemilikan bersama atau co-ownership juga bisa menjadi solusi bagi mereka yang kesulitan mendapatkan akses perumahan. Dalam model ini, beberapa individu atau keluarga bisa membeli properti secara bersama-sama dan memilikinya secara kolektif.
ADVERTISEMENT
Ada juga opsi untuk memperluas program bantuan perumahan melalui pengenalan teknologi seperti blockchain untuk memastikan transparansi dalam pengelolaan dana dan mencegah korupsi. Dengan teknologi blockchain, setiap transaksi bisa dilacak dan diaudit secara real-time, yang bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap program perumahan.
Penting untuk dicatat bahwa solusi-solusi ini memerlukan kerjasama erat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Tanpa kerjasama yang baik dan regulasi yang mendukung, program-program ini mungkin tidak akan berhasil. Sinergi antara berbagai pihak adalah kunci untuk memastikan setiap orang memiliki akses ke perumahan yang layak.
Kekecewaan terhadap berbagai program pemerintah merupakan isu yang menyebabkan banyaknya penolakan terhadap TAPERA. Masyarakat sering merasa bahwa alokasi anggaran pemerintah tidak sesuai dengan kebutuhan mereka, apalagi terkait maraknya korupsi. Sumber daya alam yang melimpah di Indonesia sering tidak memberikan manfaat yang merata kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Negara memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola sumber daya dan pendapatan untuk kesejahteraan rakyat, namun sering kali campur tangan pemerintah justru memperburuk keadaan karena pengelolaan yang buruk, korupsi, dan alokasi anggaran yang tidak tepat sasaran. Banyak penelitian menunjukkan bahwa solusi yang digerakkan oleh masyarakat sering kali lebih efektif dan responsif karena langsung menyentuh akar permasalahan. Masyarakat mungkin merasa lebih baik mencari solusi alternatif sendiri daripada bergantung pada pemerintah yang terlihat lebih mementingkan keuntungan.
Terkait dengan TAPERA, mari kita tunggu, semoga kebijakan yang dibuat bisa lebih fair dan pengelolaan dananya diawasi ketat. Masyarakat tentu berharap bahwa kebijakan TAPERA dapat memberikan manfaat yang nyata dan pengelolaan dana yang transparan. Pertanyaan yang perlu dijawab oleh pemerintah adalah "apa yang membuat masyarakat rela gaji mereka dipotong untuk TAPERA?"
ADVERTISEMENT