Konten dari Pengguna

Pejabat & Proyek: Di Balik Layar Kebijakan Investasi Asing dan Impor

Sanda Patrisia Komalasari
Dosen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas
2 Juni 2024 9:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sanda Patrisia Komalasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Proyek. Foto: www.shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
Proyek. Foto: www.shutterstock.com
ADVERTISEMENT
Kebijakan investasi asing dan impor sering kali dipromosikan oleh pemerintah sebagai langkah strategis untuk meningkatkan perekonomian nasional. Namun, di balik janji manis pertumbuhan ekonomi, terdapat sisi gelap yang tak banyak diketahui publik, yakni kepentingan pribadi pejabat yang mencari keuntungan melalui proyek-proyek ini.
ADVERTISEMENT
Menurut Transparency International, Indonesia mencatat skor 34/100 pada Indeks Persepsi Korupsi (CPI) tahun 2022, menempatkannya di peringkat 110 dari 180 negara.
Pemerintah kerap kali mengumumkan proyek investasi asing dengan janji akan terciptanya lapangan kerja baru dan peningkatan infrastruktur. Namun, beberapa analis menilai bahwa janji-janji ini sering kali tidak terealisasi. Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang didanai oleh investasi Tiongkok telah menghadapi berbagai masalah, mulai dari pembengkakan biaya hingga keterlambatan yang signifikan. Biaya proyek yang awalnya diperkirakan sebesar $6,07 miliar membengkak menjadi lebih dari $8 miliar pada tahun 2023, dan jadwal penyelesaian yang seharusnya pada tahun 2021 kini molor hingga tahun 2024​.
Impor barang sering kali diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang tidak dapat diproduksi sendiri. Namun, terdapat indikasi bahwa beberapa kebijakan impor lebih menguntungkan segelintir pihak dibandingkan kepentingan nasional. Misalnya, impor beras dari Vietnam dan Thailand terus berlanjut meskipun produksi beras domestik mencukupi. Pada tahun 2022, Indonesia mengimpor 500 ribu ton beras, meskipun data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa produksi beras dalam negeri mencapai 31,36 juta ton, cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional.
ADVERTISEMENT
Minimnya transparansi dalam proses pengambilan keputusan terkait investasi asing dan impor menjadi sorotan utama. Proyek-proyek besar sering kali dilaksanakan tanpa melalui proses tender yang transparan, menimbulkan kecurigaan adanya kolusi dan nepotisme. Sebuah laporan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tahun 2021 mengungkapkan bahwa 60% dari proyek infrastruktur yang didanai oleh investor asing di Indonesia tidak melalui proses tender yang terbuka dan transparan, menimbulkan pertanyaan besar tentang integritas kebijakan pemerintah​.
Sebuah laporan dari lembaga pengawas menyebutkan bahwa banyak pejabat yang memiliki keterkaitan bisnis dengan perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia. Konflik kepentingan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang integritas kebijakan pemerintah. Misalnya, beberapa pejabat tinggi yang terlibat dalam proyek pembangkit listrik tenaga batu bara ternyata memiliki saham di perusahaan pemasok batu bara asing​.
ADVERTISEMENT
Kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat bisa berdampak negatif jangka panjang. Proyek-proyek yang tidak sesuai dengan kebutuhan lokal justru bisa merusak lingkungan dan menimbulkan masalah sosial. Selain itu, ketergantungan pada impor dapat melemahkan industri dalam negeri dan mengurangi kesempatan bagi pengusaha lokal untuk berkembang. Sebuah studi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa ketergantungan pada impor bahan baku industri menyebabkan defisit neraca perdagangan sebesar $5,5 miliar, menghambat pertumbuhan industri lokal​.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan reformasi kebijakan yang mengutamakan transparansi dan akuntabilitas. Proses pengambilan keputusan harus melibatkan berbagai pihak dan dilakukan secara terbuka. Selain itu, pemerintah perlu memastikan bahwa setiap kebijakan investasi dan impor benar-benar memberikan manfaat bagi perekonomian nasional dan masyarakat luas, bukan hanya untuk segelintir pejabat dan pihak asing. Kebijakan investasi asing dan impor seharusnya menjadi alat untuk memperkuat perekonomian nasional. Namun, praktik yang terjadi di lapangan sering kali berbeda. Pejabat yang mencari keuntungan pribadi melalui proyek impor adalah salah satu masalah yang harus segera diatasi. Dengan transparansi dan akuntabilitas, kebijakan yang diambil bisa benar-benar membawa manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT