Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Mungkinkah PD III dan Perang Nuklir Terjadi ?
19 Agustus 2022 11:32 WIB
Tulisan dari Sandi Kurniawan Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Didalam sejarah dunia pada medio abad ke 20 telah terjadi peperangan yang menimbulkan penderitaan, dan pada saat ini kemungkinan hal tersebut terjadi kembali semakin besar. Jerman menyerang Polandia sebagai langkah awal untuk menguasai Eropa, dan Jepang menyerang armada laut AS sebagai pembuka front Pasifik. 20 tahun sebelum PD II meletus telah terjadi PD I yang menelan korban puluhan juta jiwa, ketika PD II berlangsung malahan menelan korban yang lebih besar lagi.
ADVERTISEMENT
Pada saat ini perhatian dunia tertuju kepada perang antara Rusia vs Ukraina yang sarat akan kepentingan negara – negara besar, dan banyak masyarakat dunia yang merasa khawatir semua hal ini akan bermuara kepada PD III yang pasti akan menggunakan senjata nuklir.
Kalau kita melihat ke belakang, perang pasti dilatarbelakangi oleh motif ekonomi dan kepentingan masing–masing negara. Negara agresor pasti ingin menguasai sumber daya yang dimiliki oleh negara yang diserang, sebagai contoh Jepang saat PD II yang melakukan ekspansi ke selatan hingga ke wilayah Asia Tenggara untuk memenuhi kebutuhan industri mereka. Perang Dunia II berakhir ketika blok fasis ( Jerman , Italia, Jepang ) berhasil ditaklukkan. Dan akhir dari Perang Dunia II juga memunculkan negara – negara baru, salah satunya adalah negara Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ketika perang berkecamuk dan darah sudah tertumpah, tak akan ada lagi kebahagiaan. Semua berubah menjadi ladang pertempuran, desingan mesin – mesin tempur dan suara meregang nyawa akan menjadi sebuah keseharian. Hal ini dapat kita lihat di negara – negara Timur Tengah yang sampai saat ini masih terjadi pertumpahan darah akibat benturan kepentingan sumber daya energi minyak, seperti Irak dan Suriah yang sampai saat ini masih menjadi arena pertempuran.
Tepat hari kamis 24 Februari 2022, Rusia melakukan Invasi ke Ukraina, pihak Rusia menyebutnya sebagai Operasi Khusus. Invasi ini dilatar belakangi oleh kedekatan Ukraina yang notabene merupakan bekas Uni Soviet lebih dekat kepada Barat, dan berencana bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau yang akrab kita kenal dengan sebutan NATO.
ADVERTISEMENT
Kalau kita menelisik akar sejarah ke belakang, sebenarnya Rusia – Ukraina merupakan negara tetangga yang begitu dekat dan memiliki akar sejarah yang sama, hingga pembentukan negara Komunis Soviet yang akhirnya runtuh pada 1991 ketika Mikhail Gorbachev berkuasa. Dan Ukraina memutuskan untuk melepaskan diri dan merdeka. Seiring perjalanan masa, Federasi Rusia yang merupakan pewaris terbesar Uni Soviet menjadi negara yang dianggap Barat sebagai ancaman.
Sementara Ukraina kebijakan politik luar negerinya semenjak kepemimpinan Zelensky kebijakan politik luar negerinya lebih condong ke Barat ( NATO dan sekutunya ). Banyak pengamat militer dan pertahanan yang beranggapan dengan penggabungan Ukraina dengan NATO menjadi ancaman serius bagi Rusia, hal ini dikarenakan Ukraina merupakan buffer zone atau bumper Rusia, ketika Rusia diserang dari Eropa. Hal ini yang menjadi indikasi kuat serbuan Rusia ke wilayah Ukraina.
ADVERTISEMENT
Kalau kita menarik sejarah ketika Uni Soviet berdiri, Ukraina yang pada kala itu merupakan bagian Uni Soviet memiliki wilayah yang strategis, dan menjadi salah satu jalan masuk untuk menyerang Moskwa, pasukan Nazi Jerman ketika ingin menduduki Moskwa saat PD II juga melewati wilayah Ukraina pada saat ini. Dan di wilayah Ukraina sekarang terdapat pembangkit listrik tenaga nuklir di Chernobyl yang mengalami ledakan pada 1986. Dan banyak penduduk yang meninggal, dan cacat. Bahkan generasi berikutnya juga cacat karena radiasi nuklir akibat ledakan tersebut.
Dan di samping itu Rusia dan Ukraina merupakan pemasok gandum utama dunia, bisa kita bayangkan apabila konflik ini tak berkesudahan dan berkepanjangan, tentu di depan mata Kita krisis pangan akan melanda. Terutama di wilayah Timur Tengah yang mana kebutuhan gandum mereka amat bergantung dari Rusia dan Ukraina yang saat ini sedang berperang.
ADVERTISEMENT
Kalau mengingat kembali fase Perang Dingin, saat itu terjadi persaingan hegemoni / pengaruh antara Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat, dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet. Pada kala itu, kedua negara adidaya tersebut saling berebut pengaruh, di samping perang ideologis antara Demokrasi vs Komunisme yang terjadi pada saat itu. Setelah Pakta Warsawa bubar yang sejalan dengan runtuhnya Soviet , otomatis NATO tidak memiliki tandingan. Dan dimasa sekarang NATO banyak menggaet negara – negara bekas Uni Soviet untuk bergabung, hal ini mengusik ketenangan Sang Beruang Merah Rusia.
Tentu kita berharap konflik ini berakhir dan segera mereda, karena yang sama – sama kita takutkan adalah meluasnya konflik 2 negara ini kepada Perang Dunia Tiga. Apalagi di belakang Rusia terdapat ribuan hulu ledak nuklir, belum lagi Amerika dengan sekutunya yang memiliki banyak pangkalan militer di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Walaupun Amerika tidak sedang berkonflik terbuka dengan Rusia, tetapi langkah Amerika yang mempersenjatai Ukraina membuat perang semakin panjang dan ruwet. Yang kita takutkan adalah miskalkulasi yang dilakukan oleh AS maupun Rusia, yang akan membuat eskalasi konflik menjadi semakin luas.
Sebagai perbandingan ketika PD II , Jepang yang salah perhitungan ketika menyerang Pearl Harbour menyangka Amerika tak akan terjun dalam perang, dan Nazi Jerman yang salah perhitungan ketika menyerang Soviet , hal ini tersebut membuat perang semakin meluas. Hal ini yang Kita takutkan dalam konflik Rusia vs Ukraina hari ini.
Harus ada kekuatan negara ketiga yang mampu untuk mendamaikan konflik Rusia vs Ukraina ini, dan negara tersebut harus memiliki daya tawar yang kuat / bargaining power antar kedua negara Rusia dan Ukraina. Tentu kita teringat akan kedigdayaan Indonesia yang mampu menari di antara 2 kekuatan besar ketika di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, Indonesia pada kala itu mampu menjinakkan Amerika dan mendekati Soviet untuk merebut kembali Irian Barat. Dan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia juga berperan aktif dalam penyelesaian konflik yang terjadi di Kamboja pada tahun 1888 – 1889.
ADVERTISEMENT
Tentu kita berharap kunjungan Presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia pada 30 Juli 2022 dapat membuat konflik di antara kedua negara ini setidaknya dapat mereda, dan belum lagi bencana kelaparan yang menghantui bila konflik ini tidak berkesudahan dan berkepanjangan. Terutama pada wilayah yang amat bergantung terhadap ekspor gandum yang berasal dari Rusia dan Ukraina, belum lagi pecinta mi instan dan roti di tanah air dihantui dengan kenaikan harga.
Tentu Kita berharap agar konflik ini dapat segera dengan jalan damai, dan pertumpahan darah dapat diakhiri. Karena tak akan keceriaan yang terjadi di masa perang, kita dapat melihat anak – anak di Suriah yang saat ini luntang - lantung pendidikannya karena perang serta konflik yang tak berkesudahan. Kita juga dapat mengingat bagaimana Hiroshima dan Nagasaki menjadi luluh - lantak ketika dijatuhi bom atom oleh Amerika, bukan hanya kerusakan fisik yang terjadi, namun berbagai dampak lain juga dirasakan, seperti kerusakan mental para korban perang. Tentu Kita tidak mengharapkan konflik antar kedua negara ini meluas dan menjurus kepada Perang Dunia III.
ADVERTISEMENT
Proyeksi Perang Dunia III
Siapa yang mampu membayangkan perang besar akan terjadi ?. Pertempuran maha dahsyat yang diiringi dengan deru mesin tempur, serta letusan peluru dan pekikan meregang nyawa. Didalam film – film perang kita sudah mendapat gambaran tentang sadisnya sebuah pertempuran, bahkan lebih daripada itu video – video yang tersebar di media sosial telah memperlihatkan kepada Kita bagaimana sadisnya sebuah peperangan, moral sudah tiada lagi ketika dua pasukan saling berlawanan bertemu.
Apakah perang Rusia – Ukraina akan menjurus kepada Perang Dunia III ?. Tidak ada yang tahu secara pasti, Beberapa pengamat seperti Connie Rahakundini Bakrie dalam acara Helmy Yahya Bicara menyatakan “ It's not really Perang Dunia III akan terjadi “. Walaupun demikian yang menjadi ketakutan kita adalah miskalkulasi yang dilakukan oleh negara – negara besar oleh Amerika maupun Rusia. Walaupun demikian Rusia menjadi penyeimbang kekuatan dunia , mengapa demikian ?.
ADVERTISEMENT
Setelah runtuhnya Uni Soviet Rusia menjadi pewaris terbesarnya, di bawah kepemimpinan Vladimir Putin tumbuh menjadi penyeimbang kekuatan Amerika dan NATO. Ditambah lagi, dengan semakin mesranya hubungan – hubungan antara negara yang notabene merupakan musuh Amerika Serikat seperti : Iran, Korut, dan China. Di Dalam tatanan dunia harus seimbang / balance tidak boleh dikuasai oleh satu kekuatan saja.
Kalaupun perang besar akan meletus pasti akan merugikan Eropa, karena suplai gas Eropa amat bergantung kepada Rusia, bilamana Konfrontasi langsung terjadi maka akan merugikan Eropa sendiri. Melansir dari Tempo.co, Rusia adalah penghasil gandum nomor 3 dunia, jika peperangan ini terus berlanjut akan menyebabkan bencana kelaparan di wilayah Timur Tengah, yang pasokan gandumnya amat bergantung dari impor Rusia dan Ukraina yang sedang berperang.
ADVERTISEMENT
Belum lagi ketegangan antara China – Taiwan, China yang berhasrat melakukan reunifikasi terhadap Taiwan murka karena kedatangan Nancy Pelosi ke Taiwan pada awal Agustus ini membuat Beijing murka. Amerika mengakui kebijakan One China Policy namun Amerika tetap melakukan hubungan dengan Taiwan. Ini membuat Beijing murka, karena dalam perspektif China Taiwan adalah bagian dari China daratan. Agaknya Amerika memang suka cari – cari masalah di setiap penjuru dunia. Setelah Amerika membuat panas konflik Rusia vs Ukraina, kini Amerika mulai cari gara – gara di kawasan Indo - Pasifik.
Sekali lagi apakah perang akan terjadi ?, belum tahu dan tidak yang bisa memastikan. Teringat oleh Kita perkataan Aristoteles “ Si Vis pacem, para bellum ”, untuk berdamai maka bersiaplah untuk berperang. Kita harus siap dengan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi dan kira harus siap dengan segala konsekuensi atas pilihan serta sikap yang akan kita ambil. Sebagaimana yang dikatakan oleh Francis Fukuyama dalam bukunya The Ends of History “ bahwa akhir dari peradaban manusia adalah terciptanya masyarakat dunia yang demokratis “, akankah bila terjadi konflik yang besar akan menciptakan demokratisasi seluruh dunia ?, bahkan sampai saat ini setelah keruntuhan Soviet belum semua negara didunia mengadopsi sistem demokrasi.
ADVERTISEMENT
Menurut Arnold J. Toynbee dalam bukunya A Study of History , “ Perang Dunia I membuat pandangannya berubah terhadap sejarah, dikarenakan separuh dari teman – teman masa kecilnya tewas ketika Perang Dunia I meletus “.
Pada waktu itu, tidak ada yang menyangka bahwa pembunuhan pangeran Hongaria akan bermuara pada perang berskala besar. Oleh sebab itu kita harus mewaspadai segala benturan yang terjadi antara negara – negara besar, kita harus mewaspadai juga pembentukan poros – poros militer, bilamana ada satu saja pemicu, bisa jadi saja perang besar akan terjadi.
Kemungkinan Perang Nuklir
Ketika keseimbangan kekuatan dunia, terjadi maka otomatis masa damai akan berlangsung lebih lama. Mengapa demikian ?, karena keseimbangan tersebut menyebabkan kekuatan – kekuatan besar dunia saling menahan diri untuk berkonflik secara langsung. Serta atas nama kemanusiaan semoga saja eskalasi perang yang terjadi saat ini bisa diselesaikan dengan perundingan damai.
ADVERTISEMENT
Semoga saja kekuatan – kekuatan besar dunia pada saat ini , masing–masing bisa menahan diri. Ibarat kata pepatah “ Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu “. Walaupun sebuah negara menang dalam perang, pasti negara tersebut mengalami kerugian yang besar pula.
Kalau kita membayangkan Perang Dunia III benar – benar meletus, tentu perang nuklir merupakan sebuah hal yang tak akan dapat dihindari. Mengapa demikian ?, karena senjata nuklir ibarat kartu as yang dimiliki oleh sebuah negara, ketika sebuah negara benar – benar terdesak dalam peperangan bisa saja, negara tersebut menggunakan senjata nuklir tersebut. Dapat kita lihat ketika Amerika Serikat melakukan pengeboman ke kota Nagasaki dan Hiroshima pada bulan Agustus 1945.
Dan di sisi yang lain bilamana perang nuklir benar – benar terjadi, maka itu bisa kita sebut sebagai perang total. Karena bumi akan menjadi rusak, dikarenakan oleh efek radiasi nuklir yang begitu berbahaya.
ADVERTISEMENT
Sisa – sisa letusan nuklir Chernobyl contohnya, masih ada beberapa wilayah bekas ledakan yang masih belum bisa dimasuki oleh manusia karena memiliki radiasi yang tinggi. Butuh waktu selama bertahun – tahun agar efek radiasi tersebut benar – benar hilang, bukan hanya manusia yang terdampak namun flora dan fauna juga akan terdampak.
Semoga saja perang total tidak akan terjadi, dan eskalasi konflik yang terjadi bisa mereda, bahkan sampai benar – benar berhenti. Karena setiap kita pasti menginginkan dunia yang damai dan sejahtera. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan Kita keselamatan dalam menjalani kehidupan didunia ini.
Live Update