Pemuda dan Cita-Cita Kemajuan

Sandi Kurniawan Pratama
Mahasiswa Departemen Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Padang
Konten dari Pengguna
28 Oktober 2023 19:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sandi Kurniawan Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto pribadi, Perpusnas Jakarta.
zoom-in-whitePerbesar
Foto pribadi, Perpusnas Jakarta.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setiap 28 Oktober, diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda. Tepat 95 tahun lalu, seluruh pemuda dari penjuru tanah air bersepakat untuk, "Berbangsa dan Berbahasa Satu Indonesia". Sumpah ini menjadi cikal bakal dalam proses sejarah dalam mewujudnya negara Indonesia yang kita cintai ini.
ADVERTISEMENT
Kita sama tahu, bahwa pemuda itu progresif dan menentang status quo. Kita dapat melihatnya dalam masyarakat, di mana acap kali terdapat pertentangan antara generasi muda dan generasi tua.
Kembali ke konteks Sumpah Pemuda, memang sudah 95 tahun diikrarkan, dan cita-cita untuk mendirikan negara Indonesia sudah terwujud. Lantas bagaimana kita sebagai pewaris Indonesia mengarahkan negara ini?
Kita melihat proses sejarah Indonesia sudah cukup panjang, dari masa kemerdekaan hingga reformasi saat ini. Apakah Indonesia mampu menjawab tantangan zaman, dan mampu bertahan di masa yang akan datang?
Semuanya tergantung kepada pemudanya. Kita dapat melihat Korea Selatan dan Jepang mampu menjelma jadi negara industri selepas perang dingin. Itu karena pemerintahnya mempriotaskan pendidikan di tahun 80-an dan 90-an sehinggga angkatan tersebut membawa perubahan bagi negaranya. Tak usah jauh-jauh Singapura, dulu didepak dari Federasi Malaya, sekarang jadi paling maju di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Kita kembali ke Indonesia, generasi founding parent kita adalah generasi yang sangat intelektual dan mampu melebur dengan masyarakat. Atas kesadaran dengan keadaan masyarakat menimbulkan ide untuk mengubah keadaan politik yang saat itu dikuasai kolonial Belanda.

Pemuda dan Perubahan

Pemudan dan Bendera Merah Putih. Foto: Unspalsh
Kita tahu bahwa generasi tua yang konserfatif selalu menganggap anak muda sebagai pembangkang. Namun, itulah yang disebut pemuda, tak hanya pasrah dengan status quo.
Seandainya generasi founding parents kita hanya pasrah dengan keadaan yang ada, tentu negara Indonesia ini tak akan pernah ada.
Walaupun zaman telah berubah, musim telah berganti, dan angin telah berlalu. Peranan pemuda tetaplah sama sebagai "pewaris". Tantangan yang dihadapi pemuda zaman sekarang bukan lagi penjajah, namun era teknologi.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa hal yang harus dimiliki pemuda yakni rasa lapar. Rasa lapar untuk belajar, untuk hidup, untuk bertahan dan sebagainya. Rasa lapar ini yang akan memunculkan mental petarung. Di tengah persaingan global yang semakin ketat, hal ini amat dibutuhkan
Semakin banyak pemuda berkualitas, niscaya kemajuan bisa dicapai. Bisa kita cek sejarah negara Singapura, Jepang, maupun Korea Selatan. Mereka mementingkan SDM-nya terlebih dahulu, walaupun SDA-nya minim mereka bisa maju.
Tinggal bagaimana cara kita menjamin pendidikan yang berkualitas, merata, dan bisa diakses seluruh anak bangsa. Dan memberikan kesempatan serta prioritas kepada pemuda-pemudi yang mampu dan kompeten.
Maka akan jadi kenyataan angan dan cita-cita kita tentang kemajuan. Bilamana pemudanya cerdas, terpelajar, dan diberi kesempatan.
ADVERTISEMENT
Keberlangsungan negara ini tergantung generasi pewarisnya. Munculnya negara ini karena pemuda, eksis dan bertahannya negara ini juga karena pemudanya. Dan, esok yang akan pegang kendalinya.
Ayo, yang muda jangan mager, apalagi mudah baper. Ayo, gerak!