Lagi-lagi Rasialisme Mengotori Sepak Bola Italia

31 Januari 2019 1:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pesan anti-rasialisme dari UEFA. (Foto: AFP/Paul Ellis)
zoom-in-whitePerbesar
Pesan anti-rasialisme dari UEFA. (Foto: AFP/Paul Ellis)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lillian Thuram, pemain andalan Juventus di masa lampau, mengungkapkan bahwa rasialisme dan sepak bola Italia adalah sesuatu yang tidak bisa terpisahkan. Hal itu memang benar adanya, jika merunut peristiwa rasialisme yang terjadi di sana beberapa waktu ke belakang.
ADVERTISEMENT
Usai aksi rasialisme yang menimpa Kalidou Koulibaly saat ia berlaga di Giuseppe Meazza dalam laga Serie A antara Inter Milan dan Napoli, aksi rasialisme kembali terjadi. Kali ini, aksi rasialisme tersebut menimpa salah satu pemain Serino, Gueye Ass Dia. Ia adalah penjaga gawang tim Serino, tim yang berlaga di kompetisi non-liga Italia.
Saat itu, Serino dan Real Sarno sedang bersua dalam laga non-liga di markas Real Sarno. Ass Dia sudah menerima hinaan rasialis bahkan sejak pertandingan belum dimulai. Kala menjalani sesi foto bersama rekan setimnya, wasit yang memimpin pertandingan menyuruh Ass Dia untuk tidak berpose, sambil mempraktikkan gestur-gestur rasialis.
Ass Dia tidak terlalu memedulikan hal tersebut. Pertandingan berjalan, dan ketika Serino sedang unggul 2-1, sekitar 16 menit sebelum laga usai, Ass Dia memprotes keputusan wasit yang ia nilai tidak adil. Alih-alih menghadapi protes dari Ass Dia ini dengan tenang, ia justru memberikan kartu merah kepada Ass Dia, sembari mengucapkan "Keluarlah kau, hitam".
ADVERTISEMENT
Donato Trotta, presiden klub Serino, tidak terima akan kejadian tersebut. Ia pun langsung menyuruh semua pemainnya untuk keluar dari lapangan, apalagi ia sadar bahwa Ass Dia menangis ketika dikeluarkan akibat dari perilaku yang ia terima dar wasit. Menurut Trotta, hal tersebut sudah melukai kehormatan para pemainnya.
"Orang-orang seperti itu (yang melakukan perilaku rasialis) semestinya dihilangkan dari sepak bola. Sungguh memalukan, rasialisme masih terjadi di 2019. Beberapa kejadian yang dilaporkan, tetapi otoritas-otoritas sepak bola tampak mengabaikan kejadian ini," ujar Trotta, dilansir Portugal News.
FARE, badan yang menyuarakan gerakan anti-diskriminasi di sepak bola, juga menyayangkan terjadinya perilaku rasialisme ini. Apalagi, peristiwa ini terjadi tidak lama setelah perilaku rasialisme yang diterima Koulibaly di Giuseppe Meazza terjadi. Seolah, seperti yang dikatakan Trotta, otoritas sepak bola Italia tidak melakukan apa-apa.
ADVERTISEMENT
"Pesan kami untuk menghilangkan rasialisme yang sedang marak di sepak bola Italia sebenarnya sederhana. Cukup. Cukup hentikan semuanya," ujar FARE, dilansir BBC.
Respons dari Federasi Sepak Bola Italia (FIGC)
FIGC selaku badan yang menaungi sepak bola Italia tidak tinggal diam akan hal ini. Merespons maraknya perilaku rasialisme yang terjadi di sepak bola Italia, mereka mengeluarkan aturan terbaru terkait kewajiban wasit menghentikan pertandingan jika terjadi tindakan rasialisme dalam pertandingan.
Jika awalnya dibutuhkan tiga kali peringatan, maka, dengan peraturan baru ini, wasit hanya perlu dua kali peringatan untuk menghentikan laga jika terjadi perilaku rasialisme dalam sebuah pertandingan. Dilansir Football Italia, juru bicara FIGC menyebut bahwa jika perilaku rasialisme muncul kali pertama, maka para pemain akan langsung berkumpul di area lingkaran tengah lapangan sampai aksi rasialisme itu berhenti.
ADVERTISEMENT
Koulibaly sedang kesal, ditenangkan pemain Inter. (Foto: REUTERS/Alberto Lingria)
zoom-in-whitePerbesar
Koulibaly sedang kesal, ditenangkan pemain Inter. (Foto: REUTERS/Alberto Lingria)
Namun, jika di kali kedua perilaku rasialisme itu masih terjadi, maka wasit berhak untuk lamgsung menghentikan pertandingan dan memerintahkan para pemain menuju ruang ganti. Hal ini dilakukan FIGC dengan tujuan untuk menekan perilaku rasialisme yang kerap terjadi di stadion.
"(Otoritas yang kelak berhak menghentikan laga) adalah orang yang punya tanggung jawab dan kuasa di atas lapangan, kemungkinan besar wasit," ujar juru bicara FIGC.
Nah, mari kita lihat, apakah terobosan dari FIGC ini kelak akan berhasil mengurangi, atau bahkan meniadakan aksi rasialisme di sepak bola Italia?