Konten dari Pengguna

Cancel Culture : Antara Keadilan Sosial dan Tekanan Massa dalam Politik

Sania Dwi Ratna Hapsari
Mahasiswi program studi Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya
6 Oktober 2024 8:30 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sania Dwi Ratna Hapsari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Sania Dwi Ratna Hapsari (diedit di canva)
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Sania Dwi Ratna Hapsari (diedit di canva)
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun terakhir, cancel culture menjadi fenomena yang mendominasi perbincangan publik, khususnya di media sosial. Fenomena di mana individu dan organisasi “dibatalkan” atau diboikot karena pernyataan atau tindakan yang kontroversial, menjadi alat masyarakat untuk menuntut tanggung jawab sosial. Namun, cancel culture juga memunculkan kritik, terutama terkait dampaknya terhadap kebebasan berpendapat dan proses politik. Di Indonesia, cancel culture berinteraksi dengan dinamika politik secara kompleks, yang menggambarkan bagaimana kekuatan dan pengaruh media sosial berperan besar dalam membentuk persepsi masyarakat .
ADVERTISEMENT

Cancel Culture dan Politik Identitas di Indonesia

Di Indonesia, cancel culture sering kali berakar pada politik identitas, di mana isu-isu yang menyangkut agama, suku, dan kelompok sosial lainnya sering kali menjadi bahan perdebatan publik. Fenomena ini terlihat jelas dalam berbagai peristiwa politik, seperti kampanye pemilu, di mana tokoh-tokoh politik atau figur publik bisa "dibatalkan" karena pernyataan yang dianggap menghina kelompok tertentu.
Salah satu contoh nyata adalah kasus penistaan agama oleh Ahok yang dianggap menyinggung Agama Islam. Cancel culture di media sosial langsung bereaksi dengan seruan untuk memboikot Ahok, yang akhirnya memengaruhi karier politiknya dan Ia dituntut atas kasus penistaan agama serta dijatuhi hukuman dua tahun penjara. Dalam konteks ini, cancel culture menjadi alat bagi masyarakat untuk menuntut akuntabilitas dari pejabat publik yang dianggap telah melakukan pelanggaran nilai-nilai sosial.
ADVERTISEMENT
Namun, fenomena ini juga memiliki sisi negatif. Cancel culture yang terjadi dalam konteks politik identitas sering kali berujung pada polarisasi politik yang tajam. Dalam banyak kasus, publik terpecah menjadi kelompok-kelompok yang berlawanan, dan ruang untuk dialog atau diskusi menjadi semakin sempit. Akibatnya, cancel culture dalam politik Indonesia tidak hanya digunakan sebagai alat untuk menuntut akuntabilitas, tetapi juga sebagai senjata untuk memperkuat perpecahan sosial dan melemahkan persatuan nasional.

Cancel Culture sebagai Alat untuk Mengontrol Wacana Politik

Cancel culture di Indonesia juga memiliki peran besar dalam mengontrol wacana politik. Banyak politisi yang berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan publik, terutama di media sosial, karena takut terkena "cancel" oleh kelompok masyarakat yang berbeda pendapat. Dalam era di mana media sosial menjadi medan utama pertarungan politik, cancel culture dapat berfungsi sebagai bentuk sensor tidak langsung yang mengontrol bagaimana tokoh publik berinteraksi dengan pemilih mereka.
ADVERTISEMENT
Namun, hal ini juga bisa berbahaya bagi kebebasan berpendapat dalam politik. Dengan adanya ancaman cancel culture, politisi mungkin cenderung menghindari isu-isu kontroversial yang penting untuk dibahas, atau lebih buruk lagi, menghindari mengemukakan pandangan yang berbeda demi menjaga citra mereka. Ini menyebabkan hilangnya dialog politik yang sehat dan semakin memperkuat budaya politik populis, di mana para politisi hanya akan mengatakan apa yang ingin didengar oleh publik, tanpa membawa isu-isu penting yang sebenarnya memerlukan diskusi terbuka.

Cancel Culture: Keadilan Sosial atau Kontrol Massa?

Dalam politik Indonesia, cancel culture sering kali berada di garis tipis antara keadilan sosial dan kontrol massa. Di satu sisi, cancel culture memberi masyarakat kekuatan untuk meminta pertanggungjawaban pejabat atau politisi yang berperilaku tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial. Ini dapat dilihat sebagai cara untuk meningkatkan akuntabilitas politik dan memperkuat demokrasi.
ADVERTISEMENT
Namun, di sisi lain, cancel culture juga menciptakan ruang bagi manipulasi politik, di mana kelompok-kelompok tertentu dapat menggunakan fenomena ini untuk membungkam lawan politik atau memperkuat agenda mereka. Ini tidak hanya berpotensi mengikis kebebasan berpendapat, tetapi juga mengganggu proses politik yang sehat dan terbuka.
Dalam konteks ini, penting untuk melihat cancel culture secara kritis. Sebagai alat keadilan sosial, cancel culture harus digunakan secara bijak dan adil, memberikan ruang dialog dan kesempatan untuk rehabilitasi. Sebaliknya, jika cancel culture hanya digunakan sebagai alat untuk menyerang atau membungkam, maka budaya tersebut akan kehilangan esensi awalnya sebagai mekanisme untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan.

Peran Media dalam Memperkuat Cancel Culture di Politik Indonesia

Perkembangan media sosial telah mempercepat penyebaran cancel culture, terutama dalam konteks politik di Indonesia. Media sering kali berperan sebagai penggerak utama dalam mempopulerkan isu-isu kontroversial dan memperluas jangkauan cancel culture. Peran ini tampak jelas dalam cara media menyoroti pernyataan atau tindakan dari figur publik, yang sering kali menjadi viral dan memicu reaksi besar dari masyarakat.
ADVERTISEMENT
Media, khususnya platform digital seperti X, Facebook, dan Instagram, sering digunakan sebagai alat untuk menyebarkan kampanye cancel culture. Ketika sebuah pernyataan atau tindakan yang dianggap tidak pantas muncul, media sosial memungkinkan masyarakat untuk merespons secara langsung, terkadang dengan nada yang sangat emosional. Dalam hitungan jam, berita atau komentar tertentu dapat menjadi viral dan menghasilkan tekanan besar terhadap figur yang terlibat.
Ada pula bahaya bahwa media bisa memanipulasi narasi cancel culture untuk kepentingan politik tertentu. Misalnya, saat pemilu, media yang berpihak pada kandidat tertentu dapat memperbesar kesalahan kecil dari lawan politiknya dengan harapan mendorong masyarakat untuk membatalkan dukungan terhadap mereka. Fenomena ini menunjukkan bahwa media memiliki peran yang signifikan dalam memperkuat atau bahkan memicu cancel culture di Indonesia, sering kali dengan tujuan politik tertentu.
ADVERTISEMENT

Kesimpulan

Cancel culture adalah fenomena yang kompleks dan beragam dalam konteks politik Indonesia. Hal ini bisa menjadi alat yang kuat untuk menuntut akuntabilitas dan memperjuangkan keadilan sosial, namun juga bisa menjadi senjata yang berbahaya jika disalahgunakan. Dalam menghadapi cancel culture, kita perlu berhati-hati agar tidak terjebak dalam penilaian sepihak yang merugikan, dan berusaha menciptakan ruang untuk dialog, pendidikan, dan proses yang adil. Hanya dengan cara ini, kita dapat memastikan bahwa cancel culture berkontribusi positif bagi politik dan masyarakat Indonesia tanpa mengorbankan kebebasan berekspresi dan persatuan nasional.