Konten dari Pengguna

Isu Semenanjung Korea Pascapertemuan Trump-Kim: Peran ke Depan ASEAN

Santo Darmosumarto  Diplomat
diplomat, penikmat pizza, pecinta fc barcelona...
14 November 2018 15:48 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Santo Darmosumarto Diplomat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kim dan Trump saling berjabat tangan. (Foto: Reuters/Jonathan)
zoom-in-whitePerbesar
Kim dan Trump saling berjabat tangan. (Foto: Reuters/Jonathan)
ADVERTISEMENT
Pertemuan antara Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump dengan Supreme Leader Korea, Utara Kim Jong-un di Singapura, 2 Juni 2018 (Singapore Summit) merupakan momen penting dalam sejarah hubungan kedua negara, yang secara de facto masih dalam status perang sampai saat ini. Hasil dari pertemuan tersebut membuka peluang bagi terciptanya kondisi yang kondusif untuk peningkatan stabilitas, proses denuklirisasi, dan perdamaian di Semenanjung Korea.
ADVERTISEMENT
Komunitas internasional memberikan reaksi positif, termasuk dari negara-negara ASEAN melalui pernyataan bersama para Menlu ASEAN tanggal 16 Juni 2018. ASEAN mengharapkan agar AS dan Korea Utara dapat segera melakukan langkah-langkah konkret guna mengimplementasikan berbagai komitmen Singapore Summit. PM Malaysia, Mahathir Mohammad, bahkan mengindikasikan akan dibukanya kembali Kedubes Malaysia di Pyongyang, lebih dari setahun setelah krisis diplomatik di antara kedua negara tersebut.
Pada saat yang sama, tersirat dari pernyataan bersama para Menlu ASEAN dimaksud bahwa Pertemuan Trump-Kim adalah awal dari sebuah proses yang perlu mendapatkan dukungan dari komunitas internasional, terutama negara-negara di kawasan Asia Pasifik.
Dipilihnya Singapura sebagai tuan rumah Pertemuan Trump-Kim tidak berkaitan dengan status Singapura sebagai Ketua ASEAN saat ini. Namun demikian, sampai saat ini, masih banyak pihak yang menaruh harapan pada ASEAN untuk memainkan peran lebih dalam menangani isu Semenanjung Korea.
ADVERTISEMENT
Semenanjung Korea bagi ASEAN
Perlu ditekankan bahwa permasalahan di Semenanjung Korea juga merupakan permasalahan bagi ASEAN. Kegiatan penyelundupan dan perdagangan gelap narkoba serta senjata ringan, juga jejaring finansial ilegal yang selama ini mendukung upaya Pemerintah Korea Utara mengatasi sanksi internasional telah merambah ke kawasan Asia Tenggara.
Begitu pula dengan kejahatan siber yang mengancam kedaulatan negara-negara ASEAN. Belum lagi kasus pembunuhan Kim Jong Nam, kakak tiri Kim Jong Un, di Malaysia, yang melibatkan warga negara Indonesia dan Vietnam.
Namun demikian, terdapat pandangan bahwa ASEAN belum cukup serius dalam menangani permasalahan ini. Beberapa di antaranya bahkan beranggapan ada persepsi “it is a Korean problem, not a Southeast Asian problem” di kalangan pemerintah dan masyarakat negara-negara anggota ASEAN.
ADVERTISEMENT
Dikatakan bahwa ASEAN belum menunjukkan kemampuan untuk memanfaatkan berbagai mekanisme dialog yang dimiliki untuk mendorong inisiatif yang konstruktif di Semenanjung Korea. ASEAN juga dituduh terlalu bergantung pada Six Party Talks, yang ironisnya tidak melibatkan ASEAN.
Oleh karena itu, pertemuan Trump-Kim di Singapura, serta semakin kondusifnya hubungan Korea Selatan-Korea Utara membuka kesempatan bagi peran ASEAN yang lebih positif dalam mendorong terciptanya stabilitas kawasan yang lebih luas.
Pertemuan Kim Jong-un dan Moon Jae-in. (Foto: Korea Summit Press Pool/Pool via Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Pertemuan Kim Jong-un dan Moon Jae-in. (Foto: Korea Summit Press Pool/Pool via Reuters)
Perlu diperhatikan bahwa dalam berbagai pernyataan mengenai isu Semenanjung Korea selama ini, negara-negara ASEAN berhasil menunjukkan “unified stance”. Hal ini cukup berbeda dengan pengalaman menanggapi berbagai isu keamanan lain di kawasan, seperti Laut Cina Selatan dan Rohingya, di mana suara negara-negara ASEAN sering terbagi-bagi, bahkan cenderung saling berseberangan.
ADVERTISEMENT
Peran ke Depan ASEAN
Dengan disadarinya arti penting Semenanjung Korea bagi perkembangan situasi keamanan di Asia Tenggara, maka dapat ditetapkan target kontribusi ASEAN dalam proses perdamaian di Semenanjung Korea.
Pertama adalah tercapainya situasi yang kondusif dan stabil, di mana tidak lagi terdapat ancaman kekerasan dari pihak mana pun. Kondisi tersebut dapat dicapai melalui proses confidence building measures yang inklusif, terstruktur, dan berkelanjutan. Kedua, upaya tersebut akan menciptakan iklim ideal bagi kesuksesan dialog ‘damai’ menuju pengangkatan sanksi Korea Utara, denuklirisasi, dan perdamaian di Semenanjung Korea.
ASEAN perlu memetakan kekuatannya, yang selama ini dibangun melalui mekanisme-mekanisme dialog di berbagai bidang dan tingkatan. Untuk jangka pendek, ASEAN Regional Forum (ARF) merupakan satu-satunya forum di mana pihak-pihak terkait, utamanya Korea Utara, adalah peserta.
ADVERTISEMENT
ARF juga selama ini digunakan untuk membuka kesempatan dialog antara Korea Selatan dan Korea Utara ketika jalur-jalur lain, seperti Six Party Talks, mengalami kebuntuan. Keterlibatan Korea Utara di ARF perlu ditingkatkan, terutama dalam membangun secara bersama inisiatif-inisiatif yang dapat meningkatkan rasa saling percaya. Kondisi seperti ini perlu terefleksikan pada kesempatan pertemuan ARF di Singapura bulan depan.
Mengingat bahwa Korea Utara telah mengaksesi Treaty of Amity and Cooperation (TAC) pada tahun 2008, juga diperlukan upaya untuk mendorong Korea Utara agar berpartisipasi secara positif dalam menciptakan kawasan Asia Pasifik yang stabil dan damai.
Korea Utara, terutama para pemimpinnya, selama ini dirasakan bertindak atas dasar “siege mentality” yang dikarenakan ancaman terhadap eksistensinya oleh AS dan sekutunya di kawasan. Kehadiran Korea Utara sebagai “normal state” kiranya dapat meningkatkan rasa kepercayaan negara tersebut dalam berinteraksi dengan negara-negara tetangga.
ADVERTISEMENT
Dalam kaitan ini, untuk jangka menengah, ASEAN dapat mengambil peran juga dalam mendukung upaya rapprochement antara Korea Utara dan Korea Selatan. Mengingat Korea Selatan telah mengusulkan penyelenggaraan KTT Komemoratif ASEAN-ROK tahun depan, dapat dipertimbangkan menggunakan momentum pertemuan tersebut untuk melakukan pertemuan ASEAN+2 (Korea Selatan dan Korea Utara).
Agenda pertemuan tidak perlu mengarah langsung pada upaya penyelesaian isu politik dan keamanan Semenanjung Korea. Perlu adanya penekanan pada proses, di mana ASEAN mendorong “habit of dialogue” di antara kedua Korea.
Sementara itu, untuk jangka panjang, dapat dimulai upaya mengikutsertakan Korea Utara dalam mekanisme dialog ASEAN lainnya, seperti ASEAN Defense Minister Meeting Plus (ADMM Plus). Kegiatan ADMM Plus, yang melibatkan kalangan militer negara-negara peserta, berkembang selama ini secara komplementer dengan ARF.
ADVERTISEMENT
Isu keamanan di Semenanjung Korea dapat dijadikan salah satu “key areas of practical cooperation” dalam dialog tersebut. Partisipasi Korea Utara serta interaksinya dengan para peserta dialog lainnya dapat menjadi landasan konkret bagi upaya menerjemahkan “talks” menjadi “walks” dalam meningkatkan stabilitas dan perdamaian di kawasan.
Apabila keanggotaan Korea Utara pada ADMM Plus mendapatkan resistensi dari negara-negara peserta lainnya, maka dapat dipertimbangkan partisipasi di tingkat “observer”. Sangat menarik bahwa saat ini ASEAN tengah menyusun modalitas status observer dalam mencanangkan perluasan ADMM Plus.
Melalui partisipasi Korea Utara, maka isu Semenanjung Korea tidak lagi hanya terbatas pada satu atau dua paragraf pada Chairman’s Statement, sebagaimana lazimnya dalam hasil setiap sidang ADMM Plus. Kini, saatnya Korea Utara diberikan kesempatan untuk menyuarakan pandangannya dan turut berperan dalam mengembangkan inisiatif perdamaian yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Upaya-upaya jangka pendek, menengah, dan panjang ini juga memerlukan pendekatan oleh ASEAN terhadap Korea Selatan, AS, dan RRT (Republik Rakyat Tiongkok). ASEAN memiliki mekanisme dialog rutin dengan ketiga negara tersebut, yang dapat digunakan secara efektif tidak saja untuk memajukan isu-isu “bilateral”, tetapi juga stabilitas dan perdamaian kawasan.
Sebagai contoh, dialog ASEAN-RRT mengenai isu-isu keamanan diharapkan tidak berkutat pada isu Laut Cina Selatan, di mana saat ini sudah dikembangkan beberapa inisiatif kerja sama yang konstruktif. ASEAN dan RRT dapat lebih kreatif membicarakan mengenai peran bersama mendorong perbaikan kondisi di Semenanjung Korea. Upaya-upaya semacam ini, kiranya dapat mendukung terciptanya iklim yang kondusif bagi kontinuitas dialog di antara kedua Korea, AS, dan RRT.
Isu Semenanjung Korea Pascapertemuan Trump-Kim: Peran ke Depan ASEAN (2)
zoom-in-whitePerbesar
Selain itu, ASEAN juga perlu terus mendorong upaya-upaya individual yang dilakukan oleh negara anggotanya dalam memajukan dialog mengenai isu Semenanjung Korea. Walaupun terpilihnya Singapura sebagai lokasi pertemuan Trump-Kim bukan semata-mata karena peran Singapura sebagai Ketua ASEAN saat ini, tetapi hal tersebut seharusnya dibaca sebagai indikasi bahwa situasi di Asia Tenggara kondusif bagi upaya perdamaian di kawasan Asia Pasifik yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Nilai-nilai yang selama ini dikembangkan oleh ASEAN, seperti non-interference, bridge-building, confidence-building, dan habit of dialogue harus dapat dipromosikan dalam memajukan ASEAN Community in a global community of nations.
Senada dengan dukungan terhadap Singapura, diharapkan Thailand, sebagai Ketua ASEAN tahun depan, dapat juga meneruskan kesuksesan kawasan Asia Tenggara memfasilitasi dialog konstruktif terkait Semenanjung Korea. Dari sisi netralitas, Thailand berada pada posisi yang tidak jauh berbeda dari Singapura, yaitu equidistance dengan aktor-aktor utama isu ini: Korea Utara, Korea Selatan, AS, dan RRT.
Semangat sentralitas dan kesatuan ASEAN seharusnya memposisikan negara-negara anggota ASEAN yang lain untuk bersikap konstruktif dan memiliki rasa “ownership” dalam mendukung apapun upaya yang kemungkinan akan dimajukan oleh Thailand guna menindaklanjuti raihan yang telah tercapai tahun ini.
ADVERTISEMENT
Pada saat yang sama, Indonesia juga mempunyai kesempatan baik untuk melakukan terobosan-terobosan yang signifikan, baik melalui mekanisme bilateral ataupun yang lainnya. Sebagai satu-satunya “negara ASEAN 5” yang memiliki perwakilan di Pyongyang (Kedubes Malaysia masih belum dibuka kembali), Indonesia seharusnya dapat memanfaatkan jalur komunikasi dengan Pemerintah Korea Utara yang juga dilandasi oleh nilai-nilai historis hubungan diplomatik di antara kedua negara.
Usulan untuk memfasilitasi dialog antar-Korea atau Korea Utara-AS, sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo sebelum Pertemuan Trump-Kim di Singapura, perlu terus diupayakan melalui jalur diplomatik.
Terkait dengan hal ini, perlu juga dibentuk mekanisme yang lebih real-time bagi ASEAN dalam menyikapi secara bersama berbagai perkembangan situasi keamanan yang terjadi di kawasan. Sebagai contoh, ketika pertemuan Trump-Kim terselenggara pada tanggal 12 Juni 2018, pernyataan bersama para Menlu ASEAN baru disampaikan pada tanggal 16 Juni 2018.
ADVERTISEMENT
Hal ini seharusnya dapat dikoordinasikan dengan lebih baik agar ASEAN tidak terlihat non-responsif terhadap perkembangan yang terjadi di kawasannya sendiri. Diyakini bahwa terdapat pandangan berbeda dalam menghadapi isu-isu keamanan lainnya di kawasan, seperti Laut Cina Selatan dan Rohingya.
Namun, khusus terkait isu Semenanjung Korea, ASEAN selama ini cukup berhasil memajukan posisi yang sejalan. Oleh karena itu, seharusnya pernyataan dukungan ASEAN bagi keberhasilan Pertemuan Trump-Kim dan peran Singapura sebagai tuan rumah seharusnya tidak perlu menunggu 4 hari untuk disampaikan kepada komunitas internasional.
Penutup
ASEAN berada dalam posisi strategis untuk terus memajukan dialog konstruktif mengenai isu Semenanjung Korea. ASEAN tidak hanya dapat turut menciptakan kondusif di kawasan bagi keberlangsungan proses perdamaian, tetapi juga inisiatif-inisiatif konkret melalui berbagai mekanisme dialog yang saat ini dimiliki.
ADVERTISEMENT
Dengan ini, ASEAN dapat memberikan kesempatan kepada Korea Utara untuk membangun rasa kepercayaan terhadap hubungannya dengan negara-negara di kawasan dan berinisiatif untuk menjadi “part of the solution”, dan bukan “part of the problem” bagi situasi keamanan di Asia Pasifik.
Namun demikian, upaya-upaya yang dapat dimajukan oleh ASEAN ini harus dilandasi oleh political will yang berkelanjutan di antara negara-negara ASEAN, terutama negara-negara pendiri ASEAN (ASEAN 5). ASEAN harus dapat meyakini dirinya sendiri bahwa permasalahan Semenanjung Korea, terlepas dari kondisi geografi ataupun fakta historisnya, juga adalah permasalahan ASEAN.
Indonesia, sebagai negara terbesar di sub kawasan ini, serta “ibu kota” dan natural leader ASEAN, tentunya memiliki peran kunci. Oleh karena itu, kesadaran akan arti penting keterlibatan dalam proses perdamaian di Semenanjung Korea perlu untuk selalu ditingkatkan, baik di antara masyarakat maupun pihak-pihak pemerintahan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Proses tersebut tidak akan selesai dalam waktu sekejap, dan hasil-hasilnya pun bagi banyak pihak tidak secara tangible berdampak langsung terhadap kemaslahatan masyarakat Indonesia. Yang perlu digarisbawahi adalah komitmen bangsa Indonesia untuk terus menjalankan mandat konstitusional kita yaitu turut mewujudkan perdamaian dunia. Karena permasalahan Semenanjung Korea juga adalah permasalahan Indonesia.