Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Reformasi, Antikorupsi, dan Perkembangan Sepakbola di Tiongkok
17 Januari 2018 15:35 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
Tulisan dari Santo Darmosumarto Diplomat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak pihak yang melihat dengan takjub perkembangan sepakbola di Tiongkok. Saya masih ingat 10 tahun lalu, ketika saya pertama kali tinggal di Beijing, dan sering bermain dengan teman-teman dari Amerika Latin. Di lapangan sebelah tempat kita bermain biasanya juga diisi pemain asing. Tapi sekarang, lapangan bola di Beijing selalu dipenuhi masyarakat lokal. Dan jumlah lapangannya pun telah bertambah berkali lipat.
ADVERTISEMENT
Belum lagi berita-berita terbaru mengenai pemain-pemain asing yang berkiprah di Chinese Super League. Bahkan tim favorit saya, FC Barcelona pun menemukan Paulinho di Guangzhou Evergrande untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan Neymar Jr. Dan ternyata, Paulinho jauh lebih hebat dari yang diharapkan, walaupun memang sangat sulit menggantikan seorang Neymar Jr. Setidaknya, pembelian Paulinho dari Guangzhou menunjukkan bahwa tingkat permainan di CSL sudah menjadi perhatian tim-tim di Eropa.
Nah, dalam artikel ini, saya ingin sedikit berbagi mengenai sepakbola di Tiongkok.
Sebagaimana organisasi-organisasi lain di Tiongkok, China Football Association (CFA) berada di bawah kendali pemerintahan. Secara spesifik, CFA berada di bawah naungan State General Administration of Sports, yang di Indonesia setara dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga. FIFA mentolerir hal tersebut mengingat bentuk pemerintahan di Tiongkok, di mana segala aspek kehidupan penduduk dikontrol dan diawasi oleh Pemerintah.
ADVERTISEMENT
CSL dibentuk pada tahun 2004 sebagai liga tertinggi sepakbola di Tiongkok untuk menggantikan Jia A League. Pembentukan CSL utamanya dikarenakan kegagalan Tiongkok pada Piala Dunia 2002 di Jepang-Korea, di mana Timnas Tiongkok kalah tiga kali dan tidak menghasilkan satu gol pun sepanjang turnamen.
Untuk dapat berpartisipasi dalam CSL, para tim diharuskan mempunyai manajemen yang professional, keuangan yang transparan, dan youth program yang dapat menghasilkan pemain-pemain lokal. Persayaratan-persyaratan ini diharapkan dapat mengangkat kualitas sepakbola di Tiongkok secara umum.
Namun demikian, upaya tersebut tidak membuahkan hasil yang diharapkan karena semakin banyaknya uang yang mengalir ke CSL justru membuat kompetisi semakin diwarnai kasus-kasus korupsi. Korupsi dan sogok-menyogok seringnya dilakukan oleh pejabat-pejabat daerah. Beberapa tindakan ilegal yang merusak citra CSL termasuk:
ADVERTISEMENT
• Maraknya perjudian, terutama yang dilakukan oleh para pejabat lokal
• Pengaturan skor oleh pemilik klub, terutama untuk menguntungkan pejabat-pejabat lokal
• Sogok-menyogok untuk dapat mengirim pemain klub ke Timnas Tiongkok, yang sering dilakukan oleh pemilik tim lokal guna meningkatkan pamor klub
Kasus korupsi dan sogok biasanya melibatkan pemain (utamanya para pemain bek dan kiper) atau pelatih. Hal ini dikarenakan gaji pemain dan wasit yang sangat rendah. Pelatih klub biasanya tidak tahu-menahu, dan sering menjadi pihak yang dirugikan karena kelakuan pemain dan wasit.
Dampak dari keterpurukan pesepakbolaan di Tiongkok adalah menurunnya interest masyarakat Tiongkok untuk bermain atau menonton sepakbola professional di negara mereka sendiri. Berbagai kegagalan Timnas Tiongkok juga menjadi bahan cemoohan masyarakat, yang tidak percaya bahwa dari 1,3 milyar penduduk Tiongkok tidak dapat dicari 11 orang untuk bermain sepakbola yang kompetitif, setidaknya di Asia.
ADVERTISEMENT
Kondisi yang buruk ini mencapai titik nadir pada tahun 2009, ketika pemain-pemain Qingdao Hailifeng “tidak berhasil” membiarkan lawannya menang lebih dari empat gol. Kegagalan ini dikatakan akhirnya menyebabkan pemilik klub Qingdao Hailifeng rugi judi besar-besaran.
Melihat kondisi ini, akhirnya Pemerintah Pusat bertekad untuk memberikan perhatian lebih terhadap CFA dan CSL, dan melakukan reformasi internal yang progresif dan disiplin. Upaya ini secara individu dimulai oleh Presiden Xi Jinping, yang pada waktu itu masih menjabat sebagai Wakil Presiden RRT. Xi Jinping adalah penggemar sepakbola dan telah mengarahlan agar berbagai upaya sejak tahun 2009 dapat mempersiapkan kondisi yang kondusif untuk pengembangan sepakbola di Tiongkok pada saat Xi Jinping nantinya menjadi Presiden RRT.
ADVERTISEMENT
Dengan tekad ini, maka dimulailah kampanye anti-korupsi di CFA dan CSL. Saat berkunjung ke Jerman pada tahun 2009, Xi Jinping mengatakan bahwa sepakbola di Tiongkok harus menjadi sumber kebanggaan nasional. Dua minggu kemudian, 16 pejabat CFA dan CSL serta pemain klub ditangkap polisi karena terbukti menerima atau memberikan sogokan.
Kampanye anti-korupsi di tubuh CFA dan CSL berlangsung dari 2009 sampai dengan 2012. Dalam periode tersebut, setidaknya 58 pejabat CFA dan CSL ditangkap dan dijatuhkan hukuman sampai dengan 10 tahun penjara. Beberapa pejabat termasuk dua orang mantan Ketua CFA, beberapa pemain Timnas Tiongkok ternama, dan seorang wasit di Tiongkok yang paling terkenal.
Kampanye anti-korupsi dilakukan baik oleh Pemerintah (melalui Kementerian Supervisi) maupun Partai Komunis Tiongkok (PKT). Hal ini dapat dilakukan karena segenap pejabat CFA dan CSL adalah pegawai pemerintahan dan fungsionaris PKT.
ADVERTISEMENT
Sambil dilakukannya kampanye anti-korupsi, Pemerintah RRT juga mendorong partisipasi perusahaan-perusahaan swasta untuk mendanai klub-klub CSL. Perusahaan-perusahaan yang menanggapi dorongan Pemerintah termasuk Alibaba Group (sponsor utama Guangzhou Evergrande FC), Suning (perusahaan peralatan elektronik terbesar di Tiongkok, sponsor utama Jiangsu Sainty FC), dan SIPG (perusahaan manajemen pelabuhan, sponsor utama Shanghai Shanggang FC).
Klub-klub juga melakukan pendekatan kepada masyarakat lokal, termasuk dengan menciptakan merchandising yang bagus, memudahkan pembelian tiket masuk, dan melakukan berbagai program kemasyarakatan. Dukungan para fans lokal menjadi salah satu tumpuan sumber keuangan bagi setiap klub. Secara umum, jumlah fans yang mengunjungi stadion setiap harinya meningkat. Begitu juga dengan jumlah yang menonton pertandingan-pertandingan via tv dari rumah.
Setelah menjadi Presiden RRT, Xi Jinping meneruskan niatnya untuk membenahi sepakbola di Tiongkok dengan menjadikan isu ini sebagai salah satu isu yang dibahas pada saat kongres nasional tahun 2013. Dalam pidatonya di hadapan para anggota National People’s Congress (NPC), Presiden Xi manyampaikan bahwa revitalisasi sepakbola di Tiongkok akan menjadikan Tiongkok sebagai negara olahraga yang kuat, yang merupakan bagian inti dari pencapaian China Dream yang dia visikan.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2015, akhirnya NPC mengeluarkan 50-Point Plan terkait dengan revitalisasi sepakbola di Tiongkok. Beberapa target kunci adalah:
• Meningkatkan profesionalitas klub-klub CSL, dengan mendorong partisipasi perusahaan-perusahaan lokal dari berbagai bidang usaha sebagai sponsor klub
• Menciptakan basis yang kuat bagi pengembangan sepakbola dengan memberdayakan organisasi-organisasi sepakbola di tingkat grassroots serta sekolah-sekolah sepakbola
• Meningkatkan jumlah anak-anak di Tiongkok yang bermain sepakbola
• Membuka sekolah-sekolah sepakbola baru, yang jumlahnya diharapkan mencapai 20 ribu pada tahun 2020 dan 50 ribu pada than 2025 (saat ini jumlahnya masih 5 ribu)
• Mengucurkan dana ke sistem pendidikan agar menjadikan sepakbola sebagai salah program kurikulum pendidikan nasional
• Terus meningkatkan program anti-korupsi di CFA dan CSL, yang sejalan dengan kampanye anti-korupsi yang gencar dilakukan di berbagai tingkatan pemerintahan di Tiongkok saat ini
ADVERTISEMENT
• Menciptakan kondisi yang kondusif untuk menarik kedatangan pemain-pemain dan pelatih-pelatih asing yang berkualitas
Reformasi dan revitalisasi CFA dan CSL juga akan dilakukan dengan secara pelan-pelan menjadikan CFA independen dari Pemerintah (sebagaimana harapan FIFA selama ini). Diharapkan CFA dan CSL nantinya akan diisi dengan professional dan berorientasikan bisnis. Artinya, CSL dan masing-masing klub anggotanya akan di-manage bagaikan perusahaan, dan harus untung secara finansial.
Selain itu, Pemerintah RRT juga telah mengundang IMG Worldwide Inc untuk me-manage CSL secara professional. Pemerintah Pusat masih mengawasi CFA dan CSL, tetapi keberadaan pejabat-pejabat pemerintahan dan PKT semakin dikurangi.
Tiga target jangka panjang 50 Point Plan di bidang sepakbola yang diinisiasi Presiden Xi Jinping adalah: 1) membentuk basis yang kokoh bagi pengembangan Timnas Tiongkok yang kompetitif di ajang internasional, dan dapat masuk ke putaran final Piala Dunia; 2) menjadi tuan rumah Piala Dunia; dan 3) menjadi salah satu kandidat juara Piala Dunia.
ADVERTISEMENT