Konten dari Pengguna

Menyoroti Ancaman Thrifting dan Impor Barang Bekas

Sapna Nainggolan
Mahasiswi Fakultas Hukum-Universitas Katolik Santo Thomas
5 Desember 2024 13:02 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sapna Nainggolan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pakaian Bekas (sumber: https://pixabay.com/id)
zoom-in-whitePerbesar
Pakaian Bekas (sumber: https://pixabay.com/id)
ADVERTISEMENT
Thrifting merupakan suatu kegiatan hemat, dengan berbelanja di toko barang bekas atau pasar loak, walaupun barang bekas bukan berarti kualitas barang sudah tidak bagus dan masih pantas layak pakai dengan harga miring serta penyajian dalam kondisi kualitas baik. Barang yang dijual pula merupakan barang langka yang sulit untuk ditemukan antara lain pakaian, tas, perhiasan, sepatu, buku dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Dewasa ini bukan hal baru lagi dengan fenomena maraknya thrifting di Indonesia, kegiatan ini akrab disebut awul-awul yang sejak lama sudah ada, hal ini mengundang rakyat kita menyukai barang-barang mewah atau branded namun dengan harga terbatas. Sikap menggunakan barang-barang branded acap kali dikaitkan dengan naiknya status sosial saat menggunakan barang branded, terlebih saat mendapatkan harga yang sangat fantastis dianggap kaya raya. Tak heran bila kegiatan thrifting cukup popoler dikalangan masyarakat, terutama di kalangan anak muda. Kini thrifting kembali tren akibat kemajuan teknologi yang memudahkan akses internet mendorong perkembangan penjualan barang bekas secara online, sehingga memicu banyak peluang bagi pelaku bisnis untuk memebuka usaha ini.
Ancaman Thrifting
Tidak sedikit memaknai gaya hidup thrifting hanya sekedar berhemat serta berburu barang bekas tetapi berdapak positif bagi lingkungan karena secara tidak langsung telah menjadi peluang dalam pengurangan produksi barang baru serta memperpanjang masa pakai suatu barang. Melalui kegiatan ini banyak memperoleh kepuasan tersendiri saat melaksanakan kegiatan thrifting contohnya saat menemukan barang koleksi unik yang langka, hal ini menjadi daya tarik sehingga digemari masyarakat umum.
ADVERTISEMENT
Akibat laju peningkatan yang sangat cepat melalui aktivitas thrifting ini melahirkan ancaman-ancaman melalui meningkatnya volume impor barang bekas seperti pakaian sehingga merugikan perekonomian Indonesia, dibuktikan dari impor pakaian bekas mengancam pasar produsen tekstil domestik, meningkatkan tumpukan sampah lebih banyak di pembuangan akhir dan impor pakaian bekas adalah kegiatan yang sebenarnya illegal sebab telah dilarang pemerintah dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 tahun 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas, aturan tersebut diperbaharui melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 tahun 2021 tentang barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor, kemudian diperbaharui kembali dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 tahun 2022 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor dalam aturan ini barang bekas lainnya termasuk berjenis kantong, karung dan pakaian yang bekas. Impor pakaian bekas di Indonesia tidak meembayar bea dan cukai sebab memeng nyatanya dilarang sehingga seludupan pakaian bekas akan sangat merugikan negara.
ADVERTISEMENT
Pesatnya permintaan masyarakat umum terhadap pakaian bekas melahirkan peluang bisnis baru di Indonesia. Terlebih menjual belikan pakaian bekas ini nyatanya sangat menggiurkan dan menguntungkan penjual dan pembeli. Namun, sayangnya bagaimanapun sedikit banyaknya pakaian yang diperoleh pasti ada saja yang sisah tidak terjual, padahal pakaian bekas yang dibuang merupakan sampah yang sulit dimusnahkan dan membutuhkan waktu lama bahkan bertahun-tahun untuk bisa diuraikan, sehingga menumpuk sampah.
Antisipasi Sebelum Semakin Membludak
Saat pemerintah menegaskan peraturan larangan impor pakaian bekas ke Indonesia, secara tidak langsung hal tersebut membuat para pedagang cemas karena mereka akan terancam kehilangan mata pencahariannya. Kerugian yang di tanggung negara akibat aktifitas thrifting ini menyebar mencakup kesehatan dan lingkungan, belum lagi produsen tekstil lokal, industri konveksi UMKM maupun besar, otomatis akan dirugikan. Puluhan, ribuan bahkan jutaan pekerja masyarakat kita yang menggantungkan nasibnya pada industri tekstil akan terancam. Akibat aktivitas thrifting sangat berdampak pada mereka pekerja tekstil domestik akibat banjirnya permintaan impor pakaian bekas ke Indonesia berdampak permintaan produk tekstil domestik menurun.
ADVERTISEMENT
Perlu dilakukan antisipasi menyelesaikan masalah ini sebelum semakin membludaknya aktivitas thrifting yang menguntungkan beberapa pihak tanpa memepertimbangkan kerugian negara yang lebih besar. Penulis menawarkan beberapa tips menyelesaikan masalah ini dengan beberapa cara mengantisipasi.
Antisipasi yang pertama ditawarkan penulis yaitu dengan membasmi penyeludupan impor pakaian bekas. Tingginya angka impor pakaian bekas di Indonesia menjadi bukti lemahnya sisitem penegakan hukum, pengawasan dan keamanan di daerah perbatasan Indonesia. Wilayah Indonesia yang luas bukan alasan memungkinkan untuk terjadinya kebocoran impor pakaian bekas. Pemerintah dan pihak-pihak yang berwenang dapat mencegah melalui pelacakan lalu melakukan upaya serius untuk mendeteksi kemungkinan manipulasi sesuai prosedur yang sudah semakin maju bersamaan teknologi yang semakin canggih. Seperti menggunakan kode Harmonized System (HS), mengingat dengan kode ini dapat menentukan suatu barang diperbolehkan masuk atau tidak ke dalam suatu negara dan seberapa besar pajak yang wajib dibayar atas barang tersebut.
ADVERTISEMENT
Antisipasi ke dua yang ditawarkan oleh penulis yaitu melakukan perbaikan industri TPT nasional dengan memperbaharui kualitas sumber daya manusia sendiri di bidang tekstil, melalui pemenuhan investasi pendidikan yang mengikuti zaman berkembang saat ini, supaya tidak tertinggal dari negara-negara maju saat ini.
Antisipasi ke tiga yang ditawarkan oleh penulis yaitu mengabdikan cinta akan produksi dari dalam negeri sehingga produk tekstil beranjak menjadi yang utama dalam negeri sendiri. Pastinya hal ini tidak semudah diucapkan, untuk menyukseskan hal ini banyak hal yang perlu dibenahi. Untuk mewujudkan pasar domestik, maka produk tekstil harus terencana baik dari aspek harga maupun kualitas. Untuk memproduksi harga relatif miring sesuai keinginan para pembeli maka perlu menggunakan bahan baku lokal. Namun jika diperlukan bahan bakunya wajib diimpor, maka sebaiknya produsen diberikan akses lebih mudah supaya mudah mengimpor bahan baku dan memberi subsidi sehingga bahan baku mendapatkan harga yang relatif lebih murah.
ADVERTISEMENT
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik Santo Thomas dan merupakan anggota Komunitas Veritas