Konten dari Pengguna

Menafsirkan Budaya Sosial Kepada Masyarakat Mentawai Melalui Novel Burung Kayu

Rafli Saputra
Mahasiswa Universitas Pamulang Sastra Indonesia
27 Mei 2022 16:26 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rafli Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Novel Burung Kayu karya Niduparas Erlang bercerita tentang masyarakat Mentawai yang patut untuk kita dengarkan dan membacanya. Saat membaca novel burung kayu kita akan dibuat terkesima eskplorasi Bahasa dan adat khas Mentawai yang disaji tanpa terjemahan. Meski demikian kita tetap bisa menikmati novel ini dengan nyaman. Sebab kosa-kata lokal yang dipakai penulis telah menyatu dalam isi novel burung kayu itu sendiri. Hal ini dilakukan oleh penulis sebagai bentuk pelestarian Bahasa daerah yang turut berperan melengkapi Bahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Burung Kayu mengangkat persoalan yang jarang dihadirkan dalam fiksi Indonesia, yaitu dinamika kehidupan masyarakat Mentawai. Novel ini mengungkapkan kultur, adat-istiadat, kepercayaan, dan berbagai persoalan yang mereka hadapi terkait intervensi pemerintah dan agama mayoritas. Niduparas Erlang penulis novel Burung Kayu, memang bukan orang Mentawai. Namun melalui pengalaman akademik nya pada Pascasarjana Kajian Tradisi Lisan Universitas Indonesia, ia berupaya melakukan penelitian lapangan selama dua bulan di Mentawai untuk memperoleh bahan penulisan. Dimana proses pembuatan penulisan dalam tujuan ini didasarkan pada permasalahan yang telah disampaikan pada isi dalam novel.
Secara keseluruhan cerita dalam novel burung kayu menggambarkan hidup seperti seekor burung. Burung disini melambangkan tentang kemenangan, kebebasan, dan keagungan. Bahwa manusia bebas hidup tanpa ada yang bisa merebut kebebasan nya termasuk pemerintah. Kebebasan yang ingin disampaikan oleh pengarang disimpulkan melalui novel burung kayu yang ditenggerkan dipuncak tertinggi pohon katuka. Pada novel burung kayu memiliki kaitan dengan tokoh. Seperti salah satu amanat yang terdapat pada novel burung kayu, yaitu kita harus menghormati serta menjaga adat istiadat peninggalan para leluhur sebagai kebudaayan bangsa. Amanat tersebut disampaikan oleh pengarang melalui tokoh Saengrekerei.
ADVERTISEMENT
Novel Burung Kayu karya Niduparas Erlang layak untuk dibaca dikalangan remaja, mahasiswa, dan masyarakat. khususnya mengenai aspek sosial dalam novel. Saya termasuk yang membaca novel ini dengan tenang sebanyak dua kali. Pada pembacaan pertama, saya merasa cukup sulit dengan adanya kosa-kata baru dan lagu-lagu dari doa yang bermunculan begitu saja dan dinyanyikan dalam perkumpulan orang-orang Baha’i.
Pada pembacaan selanjutnya, saya membaca dengan kesabaran dan ketelitian. Buku ini dari cara penyampaian masih terkesan kaku dan formal. Meskipun demikian dari segi bahasa dan ilmu yang dibagikan dalam menghadapi perkembangan dan perubahan oleh penulis dengan kombinasi antara imajinasi naratif dan sepenggal kisah-kisah sejarah masa lalu yang sangat membuka pandangan kita. Saya dapat menangkap selama membaca, memang sering kali menemukan istilah atau penjelasan yang bikin saya bingung, tapi sebagian besar saya abaikan saja. Sudah pasti butuh waktu cukup lama untuk menafsirkannya. Tapi itu bukan masalah besar bagi saya. Karena dalam novel burung kayu ini narasi dan penokohan yang dibangun mengacu pada kepercayaan masyarakat Mentawai tentang kehidupan, serta bagaimana mereka berhadap-hadapan dengan nilai yang dipaksakan oleh pemerintah dan agama mayoritas atas nama ''kemajuan'' suku-suku di hulu. Niat untuk membalas dendam jadi terbengkalai, karena keluarga kecil itu harus berhadapan dengan kebijakan negara dan konflik baru yang muncul di antara berbagai suku.
ADVERTISEMENT
Informasi buku
A. Judul buku ; Burung Kayu
B. Pengarang ; Niduparas Erlang
C. Penerbit ; Teroka Press
D. Isbn ; 978-623-93669-0-2
E. Halaman ; 174
F. Tahun terbit ; Juni 2020
Sumber : Dokumen Pribadi