Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Kesalahan Persepsi dan Stigma Negatif terhadap Isu Kesehatan Mental
4 Juni 2023 19:25 WIB
Tulisan dari Sarah Shafira Az-Zahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sering kali kita mendengar berbagai kesalahan persepsi dan stigma negatif terkait isu kesehatan mental yang masih beredar di masyarakat. Permasalahan atau gangguan mental sering kali dikaitkan dengan hal - hal seperti kurangnya rasa syukur serta kurangnya ketaatan atau rendahnya tingkat keimanan individu terhadap keyakinannya. Bahkan beberapa orang masih memiliki pandangan bahwa individu yang memiliki keluhan terkait permasalahan mental dianggap hanya bereaksi berlebihan atau dianggap mempunyai ‘mental yang lemah’.
ADVERTISEMENT
Selain itu, terdapat juga stigma negatif kuat yang masih beredar di masyarakat berkenaan dengan individu dengan gangguan mental. Sampai saat ini, pasien penderita gangguan mental masih mendapatkan berbagai perlakuan yang tidak baik dan cenderung diskriminatif dari masyarakat, seperti praktik memasung, dibiarkan berkeliaran, dipandang lemah, dianggap tidak bisa bekerja, dan bahkan dijauhi serta dianggap malu oleh keluarga. Hal ini tentunya dapat memperlambat proses penyembuhan jika terus berlanjut dan tidak diatasi dengan baik.
Contoh Kesalahan Persepsi terkait Kesehatan Mental yang Masih Beredar di Masyarakat
Kemudian apakah benar bahwa berbagai penyakit mental dapat terjadi karena rendahnya rasa syukur, tingkat ketaatan, dan ‘mental yang lemah’ semata. Pada kenyataannya berbagai penyakit mental selain pengaruh dari lingkungan, dapat juga terjadi karena faktor biologis atau bawaan. Salah satu contohnya adalah gangguan mental yang sering dianggap sepele dan dikaitkan dengan relasi individu dengan Tuhannya, yaitu gangguan depresi. Depresi merupakan sebuah gangguan suasana hati atau emosional yang buruk yang ditandai dengan kesedihan berlarut, perasaan tidak berarti serta bersalah, dan putus harapan, di mana hal tersebut dapat mempengaruhi motivasi dalam hubungan interpersonal maupun kehidupan sehari-hari (Dirgayunita, 2016). Pada individu yang menderita gangguan depresi, terjadi penurunan hormon serotonin dan ditemukan adanya pengurangan grey matter pada beberapa bagian otak, seperti korteks prefrontal, hipokampus, amigdala, dan cingulate cortex (Pinel, 2017). Jadi, depresi bukanlah hal yang seharusnya diabaikan atau disepelekan melainkan sebuah gangguan mental yang perlu ditangani dan diberikan perawatan khusus oleh profesional.
ADVERTISEMENT
Contoh Stigma Negatif terhadap Penyintas Gangguan Kesehatan Mental
Di samping berbagai kesalahan persepsi terhadap kesehatan mental, terdapat pula stigma negatif terhadap penyintas gangguan mental yang melekat di masyarakat. Sebagai contoh gangguan bipolar, yakni sebuah gangguan suasana dengan dua fase depresi dan manik. Penyintas gangguan bipolar sering kali mendapatkan label atau stereotip negatif seperti dianggap ‘gila’, ‘tidak stabil’, dan ‘tidak dapat diandalkan’. Selain itu, penderita gangguan bipolar juga sering mendapatkan diskriminasi di tempat kerja dan dianggap tidak mampu atau tidak dapat diandalkan untuk mengerjakan tugas-tugas tertentu. Adanya stigma negatif masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa sendiri, kebanyakan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan gangguan jiwa, tidak sedikit masyarakat yang belum memahami terkait gangguan bipolar itu sendiri (Khoiryasdien, 2020). Stigma-stigma negatif tersebut turut memberikan dampak kepada penderita gangguan bipolar yang kemudian kesulitan untuk membangun hubungan sosial dan mendapatkan dukungan sosial.
ADVERTISEMENT
Solusi Efektif untuk Mengurangi Penyebaran Kesalahan Persepsi dan Stigma Negatif Kesehatan Mental
Sebelumnya, telah dibahas terkait kesalahan persepsi dan stigma negatif yang masih melekat pada isu kesehatan mental. Permasalahan ini menghalangi banyak individu untuk mendapatkan bantuan profesional yang dibutuhkan dan berdampak negatif pada kualitas hidup mereka. Maka dari itu, sebagai masyarakat penting bagi kita untuk bekerja sama mengubah pandangan ini. Berikut merupakan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini.
1. Edukasi dan Kesadaran, melalui pemahaman dan kesadaran yang baik tentang kesehatan mental, kita dapat mengurangi kesalahan persepsi dan stigma negatif terkait isu kesehatan mental dan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi individu yang mengalaminya. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan mengedukasi diri sendiri dan orang lain mengenai isu-isu kesehatan mental dan tidak menyepelekan gangguan mental.
ADVERTISEMENT
2. Mengubah Bahasa dan Terminologi, hindari penggunaan bahasa atau terminologi yang merendahkan atau menghakimi terkait dengan kesehatan mental. Menggunakan bahasa yang lebih netral dan mendukung dapat membantu mengurangi stigma dan memperkuat persepsi positif tentang kesehatan mental.
3. Dukungan Aksesibilitas, meningkatkan aksesibilitas terhadap layanan kesehatan mental yang terjangkau dan berkualitas serta menyediakan dukungan yang memadai bagi mereka yang membutuhkannya juga merupakan faktor penting. Jika seorang individu merasa didukung dan dapat mencari bantuan dengan mudah, mereka akan lebih mungkin untuk mengatasi masalah kesehatan mental dengan lebih terbuka.
4. Dukungan secara Emosional, penting bagi kita untuk memberikan dukungan bagi individu yang mengalami masalah kesehatan mental dengan rasa empati dan pengertian. Kita juga dapat menghargai keberanian mereka untuk mencari bantuan dan memberikan dukungan moral. Hal ini dapat membantu proses pemulihan mereka.
ADVERTISEMENT
Dengan bekerja sama sebagai masyarakat, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung dan paham akan pentingnya kesehatan mental. Jangan biarkan kesalahan persepsi dan stigma negatif membatasi akses penderita gangguan mental terhadap perawatan dan dukungan yang dibutuhkan. Bersama-sama, kita dapat meluruskan kesalahan persepsi yang ada dan menghancurkan stigma negatif mengenai isu kesehatan mental.
Referensi
Dirgayunita, A. (2016). Depresi: Ciri, penyebab dan penangannya. Journal An-Nafs: Kajian Penelitian Psikologi, 1(1), 1-14.
Khoiryasdien, A. D., & Warastri, A. (2020). Pelatihan Motivasi Berwirausaha Pada Survivor Bipolar di Komunitas Bipolar Care Indonesia Simpul Yogyakarta. Jurnal Pengabdian UntukMu NegeRI, 4(1), 115-119.
Pinel, J. P., & Barnes, S. (2017). Biopsychology. Pearson.
Live Update