Konten dari Pengguna

Rahasia "Quiet Quitting": Bukannya Malas, Tapi Pintar

Sarah Grace Parapat
menginjak pendidikan sekolah Menengah Atas (SMA) menempuh pendidikan di sekolah SMA Citra Berkat
30 Desember 2024 13:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sarah Grace Parapat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mengatur Batas!
Rahasia "Quiet Quitting": Bukannya Malas, Tapi Pintar
zoom-in-whitePerbesar
Istilah "quiet quitting" sedang ramai diperbincangkan. Banyak yang mencapnya sebagai tren kemalasan generasi muda, namun sebenarnya, "quiet quitting" lebih dari sekadar berhenti bekerja keras. Ini tentang menetapkan batasan yang sehat antara kehidupan profesional dan pribadi. Mari kita kupas lebih dalam!
ADVERTISEMENT
Bukannya malas, tapi cerdas!
"Quiet quitting" bukan berarti berhenti bekerja sama sekali. Ini tentang menolak budaya kerja lembur yang berlebihan dan fokus pada tugas-tugas yang tercantum dalam deskripsi pekerjaan. Bayangkan, Anda bekerja keras, menyelesaikan semua tugas utama, dan pulang tepat waktu. Apakah itu malas? Tentu saja tidak! Itu adalah manajemen waktu yang efektif dan prioritas yang jelas.
Mengapa "quiet quitting" penting?
Di era yang serba cepat ini, keseimbangan kerja-hidup seringkali terabaikan. "Quiet quitting" menjadi sebuah bentuk perlawanan terhadap budaya kerja yang eksploitatif, yang mengorbankan kesehatan mental dan kesejahteraan karyawan. Dengan menetapkan batasan, kita melindungi diri dari burnout dan menjaga produktivitas jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Bagaimana menerapkan "quiet quitting" dengan bijak?
Ketahui batasan Anda: Tentukan jam kerja Anda dan patuhi itu. Jangan ragu untuk menolak tugas tambahan di luar tanggung jawab Anda.
Komunikasi yang efektif: Berkomunikasi dengan jelas kepada atasan tentang beban kerja dan prioritas Anda.
Fokus pada hasil: Berikan hasil kerja terbaik dalam waktu yang telah ditentukan. Kualitas lebih penting daripada kuantitas.
Jaga keseimbangan: Luangkan waktu untuk hobi, keluarga, dan diri sendiri. Istirahat yang cukup sangat penting untuk produktivitas.
Jangan takut untuk berkata "tidak": Mampu menolak tugas tambahan adalah kunci untuk menjaga keseimbangan.
"Quiet quitting" bukan tren negatif, melainkan sebuah panggilan untuk perubahan.* Ini adalah pengingat bahwa kita perlu memprioritaskan kesejahteraan kita sendiri dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan berkelanjutan. Ini bukan tentang malas, tetapi tentang bekerja dengan cerdas dan bijak. Jadi, mulai sekarang, jangan ragu untuk menetapkan batasan Anda dan praktikkan "quiet quitting" dengan bijak! Anda berhak untuk memiliki kehidupan di luar pekerjaan.
ADVERTISEMENT