Kesuksesan Ertanto Robby Soediskam, Sutradara Film Jakarta vs Everybody

Sarah N
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, UPN Veteran Jakarta
Konten dari Pengguna
31 Maret 2022 18:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sarah N tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Instagram/@ertantorobbysoediskam
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Instagram/@ertantorobbysoediskam
ADVERTISEMENT
Jakarta vs Everybody merupakan salah satu film yang dinantikan oleh banyak orang sejak 2019 yang disutradarai oleh Robby Ertanto. Film ini diperankan oleh aktor yang memiliki kemampuan akting sangat memukau, yaitu Jefri Nichol, Wulan Guritno, Ganindra Bimo, Jajang C. Noer dan Dea Panendra. Film ini berdurasi 1 jam 41 menit dan tayang di Bioskop Online sejak 19 Maret 2022.
ADVERTISEMENT
Menceritakan tentang seorang remaja bernama Dom (Jefri Nichol) yang berusia 23 tahun sedang mencari jati dirinya. Dom merantau ke Jakarta untuk mengejar mimpinya menjadi aktor. Namun, kehidupannya tak seindah yang dibayangkan.
Ia bertemu dengan Pinkan (Wulan Guritno) dan Radit (Ganindra Bimo) hingga terjebak dalam dunia yang kelam sebagai kurir narkoba. Dom harus tetap bertahan dengan pekerjaan tesebut justru membawanya ke kehidupan yang semakin sulit.
Film ini pun sukses menembus Festival Film Black Nights Tailin ke-24 (POFF) dan mendapatkan beberapa kategori nominasi dalam Festival Film Indonesia 2021. Nominasinya adalah Pemeran Utama Pria Terbaik, Pemeran Utama Perempuan Terbaik, dan Penyunting Gambar Terbaik.
Kesuksesan Jakarta vs Everbody mampu mengangkat kembali nama sutradara yang berada dibalik layar, yaitu Ertanto Robby Soediskam atau kerap disapa Robby Ertanto. Beberapa waktu lalu sempat dihebohkan bahwa Robby tertangkap akibat kasus narkoba ketika akan menggarap film baru hingga produksi dan jadwal tayang terpaksa ditunda. Dibalik itu, pria kelahiran 20 April 1983 ini merupakan salah satu sutradara yang berbakat dan sukses.
ADVERTISEMENT
Sinematografi dalam film-film yang dibuatnya mampu membangun suasana dan menekankan pada konflik-konflik tokoh utama. Hal ini membuat penonton dapat masuk kedalam alur cerita dan merasakan emosi yang sama dengan karakter film. Pemilihan aktor yang tepat juga menjadi salah satu kunci kesuksesan dalam setiap filmnya.
Selain Jakarta vs Everybody, berikut adalah film-film yang disutradarai oleh Robby dan sekaligus menandai perjalanan karirnya.
TAKUT: FACES OF FEAR (2008)
Film ini merupakan sebuah film antologi horor yang terdiri dari enam film pendek. Masing-masing film pendek dalam TAKUT memiliki jalan cerita yang berbeda dan disutradai oleh 7 orang sutradara, salah satunya Robby. Robby menyutradarai segmen empat yaitu The List sebagai sebuah film genre horor komedi dan menjadi salah satu segmen yang paling menyenangkan di antara segmen lainnya.
ADVERTISEMENT
The List bercerita tentang Andre (Fauzi Baadilla) yang menemukan dirinya diganggu oleh ilmu santet aneh kiriman dari mantan kekasihnya yang pencemburu dan pendendam, yaitu Sarah (Shanty).
Rilisnya film horor ini menjadi debut Robby Ertanto dalam mengawali karirnya. Kala itu, Robby baru saja lulus dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan berhasil mewujudkan impiannya dalam membuat film horor komedi bersama dengan Brian Yuzna, penulis skenario. Film yang pertama kali diputar pada gelaran festival film “Indonesia Internasional Fantastic Film Festival” atau iNAFF ini sukses menjadi penyegaran dari film-film horor lain yang memiliki alur cerita mainstream pada masanya.
7 HATI 7 CINTA 7 WANITA (2010)
Isu-isu feminis sangat kental digambarkan dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita. Berkisah tentang perjalanan 7 orang wanita dengan latar belakang berbeda yang diperankan oleh Marcella Zalianty, Jajang C. Noer, Olga Lidya, Happy Salma, Patty Sandya, Tamara Tyasmara, dan Intan Kieflie. Isu-isu perempuan diceritakan dengan jelas melalui karakter setiap pemainnya.
ADVERTISEMENT
Cerita ini berporos melalui peran Dokter Kartini (Jajang C. Noer) yang berusia 45 tahun sebagai spesialis kandungan di Rumah Sakit Fatmawati. Masalah yang dihadapi oleh pasien-pasien Dokter Kartini berkumpul menjadi satu jalan cerita dalam film berdurasi 1 jam 34 menit. Wanita-wanita ini ada yang mampu memperjuangkan hak mereka, namun ada juga yang kembali menjadi korban.
Film ini sukses masuk dalam beberapa nominasi film terbaik di Indonesia Movie Award 2011, serta nominasi Film Bioskop Terbaik, nominasi Skenario Terbaik dan mendapat Piala Citra untuk Pemeran Pendukung Wanita Terbaik di Festival Film Indonesia 2010.
DILEMA (2012)
Bersama-sama dengan sutradara muda lain yaitu Adilla Dimitri, Robert Ronny dan Rinaldy Puspoyo, Robby Ertanto menggarap film Dilema. Sebelum Jakarta vs Everybody, Robby telah lebih dulu menyutradarai sebuah film yang menampilkan sisi lain Ibu Kota Jakarta. Film ini termasuk kedalam film ontologi seperti film TAKUT yang terbangun dalam beberapa segmen cerita.
ADVERTISEMENT
Robby menyutradarai segmen terakhir, yaitu Garis Keras. Bercerita tentang Ibnu (Baim Wong) dan Said (Winky Wiryawan) yang bersahabat dan merupakan para pemimpin Ormas. Ibnu mempunyai kepercayaan yang ekstremis sehingga bersedia melakukan apapun demi agama dan paham yang dipercayainya. Said mempunyai rencana yang lebih besar dalam melakukan aksi-aksi mereka dan Ibnu tidak tahu bahwa sahabatnya tersebut sedang memanfaatkan dan menjebak dirinya. Dalam DetectiveFEST Moscow 2012, film ini berhasil memenangkan kategori Best Feature Film.
AVE MARYAM (2018)
Kali ini Robby mengangkat kisah tentang seorang Biarawati Katolik bernama Maryam (Maudy Koesnaedi) yang jatuh cinta dengan Pastur bernama Yosef (Chicco Jerikho). Gejolak seorang Biarawati sebagai pelayan Tuhan yang tidak boleh jatuh cinta diceritakan tersusun secara perlahan oleh Robby sebagai sutradara.
ADVERTISEMENT
Karakter Maryam sebagai seorang Biarawati yang sangat pendiam terlihat dari dialog yang sedikit, namun alur film ini tidak hilang dengan sajian visual yang membangun sehingga film ini tetap memiliki cerita yang dapat dinikmati. Konflik sensitif seperti ini jarang dibawakan dalam dunia perfilman di Indonesia dan Ave Maryam berhasil mendapat banyak respons baik dari para pengamat film.
Uniknya, tim produksi dan pemeran dalam film ini tidak dibayar dan segala keperluan konsumsi disediakan oleh para suster dari keuskupan di Semarang, tempat mereka memproduksi film ini. Sebagai sutradara, Robby mengatakan bahwa hal ini dilakukan dengan kesamaan visi dan misi antara tim produksi dan pemeran.