Konten dari Pengguna
Dampak Perubahan Hormon terhadap Emosi dan Kesehatan Mental Wanita
26 Oktober 2025 8:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
Kiriman Pengguna
Dampak Perubahan Hormon terhadap Emosi dan Kesehatan Mental Wanita
tujuan saya membuat edukasi tersebut supaya kita bisa sama-sama menjaga kestabilan diri disakat hormon tidak stabil dan edukasi untuk orang sekitar untuk lebih peduli disaat melihat kejadian serupa.RAYSINTA H
Tulisan dari RAYSINTA H tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Tubuh wanita mengalami berbagai perubahan selama tahapan alami seperti pubertas, ovulasi, menstruasi, kehamilan, dan menyusui. Proses-proses ini berjalan karena adanya berbagai hormon dalam tubuh wanita.
ADVERTISEMENT
Hormon adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh sistem endokrin tubuh, dan bertugas membantu mengatur hampir seluruh fungsi tubuh, termasuk pertumbuhan, metabolisme, serta kerja sistem organ, khususnya organ reproduksi.
Pada masa kehamilan, perubahan serupa juga terjadi, di mana hormon dalam tubuh mengalami fluktuasi drastis, sehingga dapat membuat perasaan menjadi lebih sensitif atau rentan terhadap perubahan. Namun, kondisi ini sedikit berbeda saat menopause, di mana wanita mengalami penurunan kadar estrogen yang signifikan, yang dapat memicu masalah seperti kecemasan berlebihan, rasa sedih yang mendalam, bahkan depresi.
Akan tetapi, bukan hanya siklus haid atau perubahan alami tubuh saja yang memengaruhi hormon. Faktor eksternal seperti stres, rasa cemas, atau gangguan mental tertentu juga dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi ini. Dari informasi yang disajikan, dapat menjadi pembelajaran pentingnya mengendalikan diri dengan baik, karena dalam beberapa kasus, perubahan mood akibat hormon dapat berbahaya bagi kesehatan mental dan meningkatkan risiko bagi mereka yang tidak dapat mengendalikannya.
ADVERTISEMENT
Mengapa demikian? Sebab perubahan hormon yang terjadi setiap bulan selama menstruasi dapat mengganggu keseimbangan kimia di otak dan membuat seseorang lebih rentan terhadap gangguan emosional yang serius. Perubahan ini dapat meningkatkan risiko perempuan untuk mengalami gangguan kecemasan atau depresi. Selain itu, apabila ditambah dengan stres sehari-hari yang tidak berhubungan dengan gejala PMS, kondisi ini dapat memperburuk suasana hati yang buruk selama menstruasi.
Namun, para peneliti belum sepenuhnya yakin mengenai cara tepat estrogen dan progesteron memengaruhi sel-sel saraf di otak yang menyebabkan kecemasan. Hingga saat ini, mereka hanya mengetahui bahwa perubahan hormon yang terlalu ekstrem dapat membuat beberapa perempuan lebih rentan terhadap gangguan kecemasan yang parah serta perilaku depresif, terutama dalam seminggu sebelum menstruasi. Kondisi ini dapat dikategorikan sebagai premenstrual dysphoric disorder (PMDD), yaitu gangguan mood yang lebih parah selama menstruasi. Menurut informasi yang tersedia, sekitar 8% perempuan di usia produktif mengalami kondisi ini.
ADVERTISEMENT
Kecemasan parah dan perilaku depresif seperti PMDD biasanya ditandai dengan gejala-gejala seperti kemudahan marah dan emosi yang intens, gangguan kecemasan atau serangan panik secara tiba-tiba, kesulitan fokus atau konsentrasi, kemudahan lelah dan kehilangan tenaga, sering merasa lapar dan cenderung makan berlebihan, sakit kepala yang mengganggu, kesulitan tidur atau insomnia, perubahan mood yang cepat, serta rasa depresi yang mendalam.
Dalam kasus-kasus tertentu, perempuan yang mengalami gangguan ini memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami depresi parah, bahkan hingga berujung pada upaya bunuh diri. Meskipun perubahan mood saat haid dapat terjadi secara mendadak, penting bagi seseorang untuk mengendalikan diri sebaik mungkin. Apabila suasana hati sedang kurang baik, disarankan untuk meluangkan waktu sendiri di rumah atau mencoba kegiatan lain yang dapat membantu memperbaiki mood selama haid.
ADVERTISEMENT
Perubahan hormon yang dialami perempuan sepanjang hidupnya—mulai dari pubertas, menstruasi, kehamilan, menyusui, hingga menopause—adalah bagian alami dari proses biologis yang rumit. Namun, dampaknya terhadap kondisi emosional dan psikologis sering kali kurang dipahami, bahkan disepelekan oleh orang-orang di sekitar. Padahal, berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa fluktuasi hormon seperti estrogen dan progesteron bisa memengaruhi zat kimia di otak, yang langsung berimbas pada suasana hati, tingkat kecemasan, dan bahkan risiko depresi.
Fenomena seperti mood swing, sindrom pramenstruasi (PMS), hingga premenstrual dysphoric disorder (PMDD) bukanlah sekadar kelemahan emosional, melainkan kondisi nyata yang perlu dipahami secara ilmiah dan dihadapi dengan empati. Dalam beberapa kasus, gangguan mood akibat perubahan hormonal bisa sangat serius dan memerlukan perhatian medis atau dukungan psikologis. Oleh karena itu, penting bagi perempuan untuk mengenali perubahan yang terjadi di tubuhnya, serta membangun kesadaran untuk menjaga kesehatan mental secara utuh.
Selain itu, peran lingkungan baik keluarga, pasangan, maupun masyarakat luas sangat krusial dalam menciptakan ruang yang mendukung dan bebas dari penghakiman. Edukasi tentang pengaruh hormon terhadap emosi harus diperluas agar tercipta pemahaman yang lebih adil dan seimbang antara laki-laki dan perempuan. Dengan begitu, perempuan tidak hanya didorong untuk lebih mengenal dirinya sendiri, tetapi juga diberdayakan untuk menjalani setiap fase kehidupan dengan rasa percaya diri dan dukungan yang memadai.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, memahami dan menghargai peran hormon dalam memengaruhi suasana hati bukan hanya soal kesehatan perempuan, tetapi juga langkah penting untuk membangun masyarakat yang lebih peduli, inklusif, dan berkeadilan emosional. Bayangkan jika kita semua lebih terbuka tentang hal ini mungkin dunia akan terasa lebih ringan bagi banyak orang.

