Konten dari Pengguna

Perjuangan Mendapatkan Pendidikan bagi Anak Pekerja Migran di Sabah

25 November 2019 0:46 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sari Dian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kunjungan Menlu RI ke CLC Kp. Mendugi, Kimanis , 26 Januari 2015 (sumber : Koleksi pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Kunjungan Menlu RI ke CLC Kp. Mendugi, Kimanis , 26 Januari 2015 (sumber : Koleksi pribadi)
ADVERTISEMENT
"Selamat mbak, itu pos perjuangan", kalimat ini secara spontan diucapkan oleh seorang senior diplomat pada saat saya pamit untuk berangkat penugasan di KJRI Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia. Saat itu saya hanya menjawab “terima kasih, pak”, tidak mengerti maksud beliau.
ADVERTISEMENT
Saya sudah banyak mendengar bahwa penugasan di Malaysia akan banyak bertemu dengan pekerja migran Indonesia tapi tidak terbayang akan menemukan perjuangan yang lain di sana. Sesampainya di Kota Kinabalu saya mendapat tugas di fungsi pensosbud, di sini perjuangan di mulai.
Kota Kinabalu adalah ibu kota dari negara bagian Sabah, Malaysia. Negara bagian (Negeri) ini adalah salah satu dari dua negara bagian Malaysia yang berada di pulau Kalimantan. Sabah berbatasan langsung dengan provinsi Kalimantan Utara. Luas wilayah Sabah adalah 73.904 Km2 dan 21% di antaranya adalah perkebunan sawit dan mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 500.000 pekerja.
Para pekerja Indonesia yang bekerja di perkebunan sawit terutama di Sabah mendapat perlakuan khusus yaitu dapat membawa keluarganya ke Sabah walaupun peraturan keimigrasian Malaysia tidak membolehkan pekerja asing membawa keluarganya. Dari total 200.000 pekerja di perkebunan sawit tercatat sekitar 30.000 anak usia sekolah (data KJRI Kota Kinabalu tahun 2013) dan hanya sebagian kecil yang mendapatkan akses pendidikan di sekolah-sekolah umum di Sabah karena sebagian besar tidak memiliki dokumen.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, isu keterbatasan akses pendidikan bagi anak-anak pekerja Indonesia di perkebunan sawit sudah diupayakan untuk diatasi dengan pengiriman guru oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2006 ke pusat bimbingan HUMANA. Pusat bimbingan HUMANA adalah suatu pusat bimbingan belajar yang didirikan oleh NGO HUMANA untuk memberikan pelajaran membaca, menulis dan berhitung bagi anak-anak pekerja di perkebunan sawit, bukan hanya pekerja Indonesia tetapi juga pekerja asing lainnya seperti Filipina.
Gedung SIKK yang baru di Sepanggar, Kota Kinabalu (sumber : Koleksi pribadi)
Pada tahun 2008, kedua kepala negara sepakat untuk mendirikan Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) dengan kurikulum Indonesia dengan harapan anak-anak Indonesia ini dapat melanjutkan pendidikan di Indonesia. SIKK pada awal berdirinya masih menempati ruko dua lantai yang disekat menjadi ruang kelas dengan 5 orang guru dan kepala sekolah. Baru pada tahun 2014, SIKK memiliki gedung sendiri diatas tanah seluas 1,2 Ha di kawasan Sepanggar.
ADVERTISEMENT
Pembangunan SIKK dibiayai dengan Dana Bansos Multi Year Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sejak tahun 2011. Peresmian gedung SIKK dilakukan oleh Menteri Pendidikan Nasional, saat itu. Bapak M. Nuh pada tanggal 23 Desember 2014. SIKK merupakan solusi awal pembukaan akses pendidikan bagi anak-anak pekerja Indonesia di Sabah.
Pekerjaan rumah belum selesai, SIKK seperti namanya berlokasi di Kota Kinabalu dan berhasil menjadI solusi akses pendidikan bagi anak-anak pekerja Indonesia di sekitar Kota Kinabalu. Sampai dengan tahun 2019 telah membuka jenjang pendidikan dari SD sampai dengan SMA dan SMK dan saat ini hanya dapat menampung 949 orang (data KJRI Kota Kinabalu September 2019). Bagaimana dengan anak-anak pekerja Indonesia yang tinggal di perkebunan sawit ?. Sebagai catatan, perkebunan sawit terdekat dengan Kota Kinabalu jaraknya 2 jam perjalanan dari Kota Kinabalu atau sekitar 90-100 Km
ADVERTISEMENT
Perjuangan dilanjutkan, pada Pertemuan Tingkat Kepala Negara Indonesia-Malaysia (Annual Consultation) tahun 2010, Kepala Negara kedua negara menyepakati untuk memberikan akses pendidikan dasar bagi anak-anak pekerja Indonesia yang ada di perkebunan sawit. Tantangan berikutnya adalah mendapatkan ijin akses dari pihak perkebunan dan guru dan bagaimana aplikasi dalam sistem pendidikan di Sabah.
“Niat baik selalu ada jalannya” demikian ungkapan yang sering Saya dengar. Begitu pula dengan upaya memberikan akses pendidikan ini. Setelah melakukan pertemuan dengan Jabatan Pendidikan disepakati bahwa untuk sekolah/lembaga pendidikan ini akan berbentuk Community Learning Center(CLC) sehingga dapat didaftarkan resmi di Jabatan Pendidikan Negeri Sabah Dinas Pendidikan (JPNS) dengan kurikulum dan guru dari Indonesia dan menginduk pada SIKK. Bentuk CLC dengan menginduk pada SIKK dipilih juga untuk memudahkan pendaftaran di Indonesia. Tidak mungkin dibentuk sebagai sekolah formal karena peraturan Malaysia membatasi pendirian sekolah asing.
ADVERTISEMENT
Menteri Pendidikan dan kebudayaan RI, Bapak M. Nuh melakukan kunjungan ke CLC 3 Ladang Lumadan, 23 Desember 2014 (Sumber: Koleksi Pribadi)
CLC pertama kali didirikan tahun 2010 dengan jumlah awal sebanyak 7 CLC dan pada bulan Juli tahun 2019 tercatat ada 294 Tempat Kegiatan Belajar CLC. Untuk menyesuaikan dengan kondisi dilapangan maka 1 CLC Induk dapat memiliki lebih dari 1 Tempat Kegiatan Belajar (TKB).
Bagaimana dengan sarana dan prasarananya ?, sesuai dengan hasil kesepakatan dengan JPNS untuk tempat belajar disediakan oleh pihak perkebunan (diharapkan melalui dana CSR), guru dan buku akan disediakan oleh Pemerintah Indonesia. Tapi jangan kira kelas yang diberikan seperti kelas pada umumnya. Sebagian besar adalah ruang kosong yang tidak terpakai dan seadanya.
Mendapatkan guru untuk mengajar di negeri orang, jauh di dalam perkebunan sawit bukan hal yang mudah. Pola ini juga merupakan pola baru bagi Kementerian Pendidikan Indonesia. Pada tahun 2010, sejalan dengan program Indonesia Mengajar, Kementerian Pendidikan membuka lowongan tenaga pendidik untuk ditugaskan di Sabah. Penugasan tenaga pendidik tahap I sejumlah 45 orang dengan kontrak kerja selam 2 tahun dapat diperpanjang 2 tahun. Sampai bulan Juli 2019 tercatat ada 218 tenaga pendidik di CLC di Sabah.
ADVERTISEMENT
Dengan semua investasi dan jerih payah selama hampir 13 tahun (2006-2019) apakah sudah berhasil memberikan akses bagi anak-anak pekerja Indonesia di Sabah ?. Saat ini tercatat jumlah siswa CLC dan SIKK tercatat sebanyak 16.760 siswa (data KJRI Kota Kinabalu) pada tingkatan SD-SMU.
Pekerjaan rumah lain yang belum selesai adalah membuka akses pendidikan menengah yang lebih luas. Saat ini tingkat pendidikan menengah (SMU/SMK) hanya tersedia di SIKK dengan kapasitas maksimal dari masing-masing 160 kursi per tahun. Sementara untuk tingkat pendidikan dasar (SMP) setiap tahunnya dapat meluluskan 800-1000 siswa dari 140 CLC tingkat SMP. Pihak SIKK dan guru-guru melalui program beasiswa telah mengupaya beasiswa dari berbagai lembaga di Indonesia. Setiap tahunnya berhasil mengupayakan beasiswa sebanyak 30-50 beasiswa ditambah 10% lulusan yang melanjutkan dengan biaya mandiri maka hanya kurang dari separuh lulusan yang bisa terserap di bangku pendidikan menegah.
ADVERTISEMENT
Ini pekerjaan rumah besar bagi kita semua, supaya tujuan awal dari pemberian akses pendidikan ini bisa tercapai yaitu memberikan jalan bagi anak-anak pekerja Indonesia tersebut untuk kembali ke Indonesia dan tidak terjebak pada “lingkaran setan” warisan pekerjaan artinya jika bapaknya pekerja perkebunan sawit anaknya mewariskan pekerjaan yang sama dari bapaknya.
Diperlukan investasi yang banyak dan upaya yang lebih gigih lagi untuk menuntaskan pekerjaan rumah besar memberikan akses pendidikan bagi anak=anak pekerja Indonesia di perkebunan sawit agar sejalan dengan rencana kerja periode ke II Presiden RI untuk memajukan sumber daya manusia Indonesia.
.