Konten dari Pengguna

Hobi dan Inovasi untuk Bisnis Masa Depan

30 September 2017 11:50 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sari Ramadhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hobi dan Inovasi untuk Bisnis Masa Depan
zoom-in-whitePerbesar
Hobi dan Inovasi untuk Bisnis Masa Depan Jakarta, (Kumparan) Dewasa ini, masyarakat sudah tidak asing lagi jika bisnis sering dikaitkan dengan hobi seseorang. Bisa saja itu hobi memasak, makan, olahraga, fotografi, kerajinan tangan (handicraft) dan lainnya. Hobi yang dibarengi dengan inovasi agaknya sangat potensial untuk bisnis di masa depan. Salah satu contoh adalah Holycow Steak yang saat ini sedang naik daun di kalangan pecinta kuliner. Warung makan wagyu atau stik sapi Jepang yang dibuka sejak 2010 semakin berkembang dan membuka cabang di beberapa kota besar di Indonesia, antara lain Medan, Surabaya dan Makassar. Co-founder Holycow Steak, Lucy Wiryono mengaku memulai bisnisnya karena hobinya dan suaminya, Chef Afit memakan wagyu. Namun, karena harganya yang sangat mahal, ia berpikir keras agar bisa sering-sering makan dengan harga yang lebih terjangkau. "Sekali makan saja Rp700 ribu lebih. Kan gak mungkin dong. Jadi saya dan suami coba beli sendiri wagyu di supermarket dan coba masak di rumah. Dari sini kita kepikiran kenapa gak coba bisnis aja," ucapnya saat Talkshow bertema Young and Innovative dalam rangka Rekrutmen Wartawan Kumparan 2017 di Kuningan City Mall, Sabtu (30/9). Melalui restoran miliknya ini, masyarakat bisa makan wagyu dengan harga sangat terjangkau. Namun, memang tidak mudah memulai bisnis berbasis hobi itu. Menurutnya, inovasi harus terus dilakukan, ditekuni dan gali informasi sebanyak-banyaknya agar bisnis lebih berkembang. "Gak perlu jadi menteri dulu lah supaya bisa makan wagyu. Kita hadirkan Holycow Steak terinspirasi dari hobi makan dengan konsep sajian makanan enak dan ngangenin," ungkap mantan penyiar radio itu. Saat ini, tidak hanya stik wagyu, ia dan suaminya juga telah berinovasi untuk makanan lainnya yang juga sangat terjangkau. Di antaranya, menu flip burger dan holy nasgor yang dibanderol hanya Rp35 ribu. Dipandu pembawa acara Annisa Sadino, terpenting Lucy mengungkapkan, bisnis yang dimulai berdasarkan hobi harus dilakukan dengan komitmen, persisten dan konsisten. Poin tertentu bisnis adalah passion (hasrat) dan beemanfaat bagi orang lain. Tidak hanya itu, menurutnya komunikasi juga harus terbuka dengan rekan bisnis sejak awal. Terkait kompetitor, hal itu dianggap Lucy sebagai cermin agar bisnisnya lebih maju lagi. "Kompetitor itu cermin supaya lari lebih kencang. Jangan dilihat sebagai hati panas. Menyenangkan malah ada kompetitor, kalau lari sendirian kan gak menyenangkan," terangnya. Narasumber lainnya, Founder Axioo Photography, David soong juga mengaku memulai bisnis karena hobinya memotret. Berawal dari iseng mendokumentasikan teman-teman dekatnya, kini ia sudah sangat dikenal untuk fotografer wedding dan sejenisnya. Bahkan, saat ini ia membuka program Sweet Escape dan bekerja sama dengan 500 fotograger lokal di seluruh dunia. Kliennya pun sudah mencapai ribuan orang. Tidak hanya itu, Axioo Photography juga bekerja sama dengan lima rumah sakit di Jakarta untuk memotret bayi-bayi baru lahir. Ia menyebut konsep fotografinya 'How to Grow Old with Client. "Masalah fotografi ini saya boke. Dulu cuma punya kamera satu, tetapi saya kumpulin temen gratisan, akhirnya banyak yang minta dipotoin," kenangnya. Awalnya, ia mengaku minder dengan bisnis hobinya karena bukan lulusan ilmu fotografi. Terpenting menurutnya adalah fotografi harus benar-benar bermanfaat dan mengabadikan kenangan. "Kreativitas tidak akan mati dan selalu bisa hidup jika ditekuni dan diberi inovasi. Jangan sia-siakan kesempatan yang dikasih Tuhan. Semua punya figur masing-masing," bebernya. Founder Du'Anyam, Hanna Keraf yang juga menjadi pembicara talkshow menuturkan, ide, kreativitas dan inovasi memang sangat diperlukan dalam berbisnis. Terlebih untuk bisnisnya yang baru berjalan sejak 2014 itu. "Du'Anyam itu artinya ibu menganyam. Karena bisnis kami termasuk muda, idenya harus lebih banyak agar berkembang. Kuncinya sih di awal menjadi pendengar yang baik bagi ibu penganyam dan juga klien," tuturnya. Ia menyampaikan, sejarahnya Du'Anyam yakni pada 2013 ia dan rekannya bekerja di Florest dan bertemu dengan Bu Maryam yang sedang hamil anaknya ke tujuh. Di sini, ia melihat wanita dan ibu-ibu bahkan tidak memiliki kesempatan memutuskan hal terbaik untuk dirinya sendiri. Ia bercerita, banyak ibu hamil tidak pernah mengecek kehamilannya dan akhirnya melahirkan dengan dukun desa karena tidak punya uang. Bahkan, anaknya meninggal dan ibunya pendarahan. "Kita harus mikir inisiatif untuk mereka bisa hidup lebih baik. Jadi kita buat Du'Anyam dan memilih tenunan khas Florest dan anyaman daun lontar. Pemasaranya dengan B2B ke hotel dan permintaan customer. Ini sangat membantu ibu-ibu di Florest," pungkasnya.
ADVERTISEMENT