Berkaca dari Tragedi Pemilu 2019, Bagaimana Pemilu Dikatakan Sudah Berkualitas?

Sarifatul Ula
Mahasiswi jurusan Hukum Tata Negara di UIN K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan. Gemar menulis dan baca buku. Artikel lainnya telah terbit di IDN Times.
Konten dari Pengguna
13 Juni 2023 15:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sarifatul Ula tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Globe ; sumber Pexels/Tara Winstead
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Globe ; sumber Pexels/Tara Winstead
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemilu ialah cara yang paling demokratis dalam membentuk kekuasaan dari rakyat kepada penyelenggara negara. Pemilu dikatakan ideal apabila dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, jujur dan adil. KPU (Komisi Pemilihan Umum) selaku badan penyelenggara pemilu haruslah bisa memastikan asas-asas tersebut berjalan dengan semestinya tanpa ada pelanggaran.
ADVERTISEMENT
Pemilu tahun 2019 memberikan banyak pembelajaran bagi masyarakat Indonesia khususnya penyelenggara pemilu. Banyak tragedi yang mencederai demokrasi pemilu yakni mulai dari banyaknya kematian anggota KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) akibat beban kerja yang terlalu berat hingga adanya kekeliruan dalam perhitungan suara sehingga petugas harus melakukan pemungutan suara ulang (PSU).
Beban kerja yang berat mengakibatkan 554 anggota pemungutan suara meninggal dunia. Hal ini membuktikan bahwa KPU kurang memperhatikan terkait perlindungan dan jaminan keselamatan serta kesehatan anggota KPPS. Juga terkait gaji yang tidak sebanding dengan beban kerja.
Jika sudah kejadian seperti ini, bisakah pemilu di tahun 2019 dapat dikatakan sudah berkualitas? Kasus demikian harusnya menjadi bahan evaluasi besar-besaran pemerintah terlebih KPU demi tidak terulanginya lagi di pemilu 2024.
ADVERTISEMENT
Permasalahan KPPS tidak hanya terkait beban kerja saja, namun juga berhubungan dengan sumber daya. Sebab biasanya pembuat kebijakan kurang memperhatikan sumber daya yang dimiliki anggota KPPS. Sedangkan tugas KPPS ialah berhadapan langsung dengan masyarakat, sehingga muncul persepsi masyarakat terhadap kebijakan public yang dipengaruhi kinerja KPPS.
Umumnya anggota KPPS juga kurang dalam hal pengetahuan dan kemampuan, artinya tidak semua anggota KPPS menguasai materi dalam pemilu. Kemudian terkait regulasi serta teknis pelaksanaan pemungutan suara pada ketua dan anggota KPPS. Belum lagi kondisi kesehatan anggota KPPS yang bekerja sejak beberapa hari sebelum hari pemungutan suara.
Kualitas pemilu dapat ditingkatkan melalui sosialisasi pemilu yang diadakan oleh lembaga yang dibentuk menurut undang-undang dan peraturan pemerintah. Peran masyarakat merupakan salah satu tolak ukur kesuksesan pemilu. Semakin tinggi tingkat partisipasi politik menandakan bahwa masyarakat mengikuti dan melibatkan diri dalam kegiatan kenegaraan. Sebaliknya, jika sikap partisipasi masyarakat rendah maka mengindikasikan bahwa masyarakat kurang minat pada kegiatan kenegaraan.
ADVERTISEMENT
Menciptakan pemilu yang berkualitas bukanlah agenda KPU saja melainkan juga partai politik dan masyarakat. Harus ada sinergi antara penyelenggara pemilu yang jujur adil, partai politik yang berkualitas, serta pertautan publik yang kuat. Pemilu dikatakan sudah berkualitas apabila memenuhi indikator kesetaraan, kebebasan, keadilan, transparansi, profesionalitas, keamanan, integritas dan penyesuaian budaya politik.
Menuju pemilu 2024 tentu masyarakat Indonesia menginginkan pemilu yang berkualitas dari tahun sebelumnya. Diharapkan tidak ada lagi catatan kematian anggota pemungutan suara akibat dari kelalaian KPU dalam menjamin perlindungan dan keselamatan kepada petugas di tingkat bawah. Karena pemilu yang berkualitas maka akan melahirkan pemimpin yang berkualitas. Begitupun sebaliknya, Pemilu yang kurang berkualitas akan menciptakan ketidakpuasan bagi banyak kalangan.