Konten dari Pengguna

Stunting? Kenali Penyebab dan Cara Pencegahannya

Salsabila Arifia Saesaria Susanti
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8 Desember 2022 22:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salsabila Arifia Saesaria Susanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: kreativitas penulis menggunakan fitur pada platform Canva
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: kreativitas penulis menggunakan fitur pada platform Canva
ADVERTISEMENT
Stunting? Apa yang timbul dalam pikiran kita ketika mendengar kata ini? Kata yang mungkin sudah tidak asing lagi di indra pendengaran kita. Lalu, apa yang dimaksud dengan stunting?
ADVERTISEMENT
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) stunting adalah gangguan perkembangan pada anak yang disebabkan oleh gizi buruk, terserang infeksi yang berulang, maupun stimulasi psikososial yang tidak memadai.
Stunting pada masa kanak-kanak adalah indikator keseluruhan terbaik dari kesejahteraan anak-anak dan cerminan akurat dari adanya ketidaksetaraan sosial (de Onis dan Branca, 2016). Belakangan ini, angka stunting di dunia juga mengalami penurunan. Hanya saja penurunan yang terjadi masih tidak merata. Hal ini ditunjukkan dari data yang dirilis oleh Jayani (2021) mengenai proyeksi jumlah balita penderita stunting di dunia menurut kawasan (2000 & 2020).
Sumber: kreativitas penulis menggunakan fitur pada platform Word
Data tersebut menggambarkan bahwa dunia telah mengalami perbaikan positif mengenai penanganan stunting selama 20 tahun terakhir meski tidak merata dan adanya kawasan yang masih mengalami peningkatan kasus ini.
ADVERTISEMENT

Lalu, Bagaimana dengan Kondisi Stunting di Indonesia?

Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan, angka prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2021 berada di 24,4% atau 5,33 juta balita (Reyhan, 2021). Hal ini menempatkan Indonesia dalam kategori menengah untuk kasus stunting berdasarkan kategori prevalensi stunting World Health Organization (WHO).
Kategori Prevalensi Stunting Menurut WHO:
• Prevalensi Stunting >= 40% = Sangat Tinggi
• Prevalensi Stunting 30-39% = Tinggi
• Prevalensi Stunting 20-29% = Menengah
• Prevalensi Stunting < 20% = Rendah
Di beberapa provinsi, prevalensi stunting balita bahkan masih berada di atas 30%. Provinsi tersebut adalah Nusa Tenggara Timur/NTT dengan prevalensi stunting sebesar 37,8%, Sulawesi Barat sebesar 33,8%, Aceh sebesar 33,2%, Nusa Tenggara Barat sebesar 31,4%, Sulawesi Tenggara sebesar 30,2%, serta Kalimantan Selatan sebesar 30%. Prevalensi stunting Balita di Indonesia terus menunjukkan tren turun. Pada 2018, prevalensi balita stunting masih sebesar 30,8%. Kemudian, turun menjadi 27,7 pada 2019 dan terus turun menjadi 24,4% pada SSGI 2024 (Kusnandar, 2022).
ADVERTISEMENT

Apa Faktor Penyebab Terjadinya Stunting?

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan stunting pada anak. Faktor penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh faktor langsung maupun tidak langsung. Penyebab langsung dari kejadian stunting adalah asupan gizi dan adanya penyakit infeksi sedangkan penyebab tidak langsungnya adalah pola asuh, pelayanan kesehatan, ketersediaan pangan, faktor budaya, ekonomi dan masih banyak lagi faktor lainnya (UNICEF, 2008).

Setelah Mengetahui Penyebabnya, Mari Kita Cegah Stunting pada Anak-Anak!

A. Perbaikan Pola Makan
Kondisi stunting yang paling banyak terjadi disebabkan oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam. Maka dari itu, Kementerian Kesehatan Indonesia mengampanyekan istilah “Isi Piringku” yang menjadi panduan gizi seimbang yang sangat perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan, disarankan untuk memperbanyak sumber protein baik nabati maupun hewani serta membiasakan makan buah dan sayuran.
ADVERTISEMENT
B. Perbaikan Pola Asuh
Stunting tidak hanya dipengaruhi oleh faktor asupan gizi saja, namun ada faktor eksternal lain yaitu faktor perilaku yang kemudian mempengaruhi asupan gizi anak. Sebagai contoh, praktik inisiasi menyusu dini (IMD), ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, dan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat. Selain itu, masyarakat juga perlu diberikan edukasi seputar pemenuhan gizi ibu hamil, imunisasi pada bayi dan balita, hingga membiasakan diri untuk memantau tumbuh kembang anak misalnya melalui program Posyandu.
Oleh karena itu, untuk mencegah stunting ini ada 2 kelompok yang perlu diperhatikan pemenuhan asupan gizinya, yaitu ibu hamil dan balita, karena stunting merupakan masalah gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu lama bahkan ketika anak masih dalam kandungan sang ibu.
ADVERTISEMENT