Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Helen dan Sukanta, Kisah Pribumi yang Mencintai Belanda
12 Oktober 2022 22:01 WIB
Tulisan dari Sari Mutia Kasih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berawal dari Nyonya Helen yang bercerita kepada Ayah Pidi tentang masa lalunya selama dia tinggal di Hindia Belanda, yang kini bernama Indonesia. Ketika Ayah Pidi sedang mampir ke Restoran Lachende Javaan, di Franksraat, Belanda pada Juni tahun 2000.
ADVERTISEMENT
Seminggu setelah pertemuan itu, Ayah Pidi berkunjung ke rumah Nyonya Helen untuk mendengar kisah lengkapnya. Di rumahnya, Nyonya Helen menjelaskan soal adanya pembagian kasta yang nyata di setiap wilayah kolonial. Populasi kulit putih terpisahkan dari massa pribumi oleh adanya pemisah yang didasarkan pada struktur sosial, ekonomi, dan politik.
Semua hubungan antara kelompok ras didasarkan pada superioritas dan inferioritas. Ada diskriminasi, tentu saja. Semua ini pada dasarnya mengacu pada superioritas kulit putih bawaan.
Nyonya Helen kemudian menceritakan juga kisah asmara yang dia jalin bersama Sukanta, seorang pribumi. Ada begitu banyak rintangan yang harus mereka hadapi. Terutama, disebabkan oleh latar belakang mereka yang berbeda. Namun, hal itu tidak menghalangi perasaan mereka berdua untuk saling mencintai.
ADVERTISEMENT
"... Saya memiliki hal-hal baik yang langka dengannya. Cinta untuk orang itu adalah sesuatu yang sangat indah dan nyata di dalam diri saya. Penuh petualangan," katanya dengan suara manis.
Harus ada yang mengerti bagaimana Nyonya Helen merasakan semua kenangannya. Tidak ada yang tahu sudah berapa banyak rasa rindu menguasai dirinya sejak dia mengucapkan selamat tinggal kepada Indonesia.
Kelebihan novel ini, beberapa diantaranya karena kaya akan nilai sejarah di mana pada masa itu kisah Helen dan Sukanta diwarnai oleh Perang Dunia II. Surayah Pidi Baiq seperti mengajak kita untuk melihat bagaimana sejarah bisa mempengaruhi segalanya, dari sisi lain yang lebih romantis dan juga tragis. Lebih dari itu, juga memberi gambaran kepada pembaca betapa perbedaan antara pribumi dengan Belanda pada masa itu begitu jauhnya bahkan sekadar warna kulit saja bisa menentukan nilai dan status sosial. Namun dengan bahasa yang ringan khas Ayah Pidi, novel ini selalu bisa dinikmati.
ADVERTISEMENT
Kekurangan ada pada karena cerita tersebut menggunakan bahasa yang berbeda, campuran bahasa Indonesia, Sunda, dan Belanda. Sehingga membuat sedikit distraksi pada saat membaca untuk sejenak mencari terjemahannya. Namun, bisa jadi ini juga merupakan kelebihan untuk pembaca dapat mengetahui beberapa kosa kata dalam bahasa Sunda dan Belanda.
Kesimpulan
Banyak pelajaran yang dapat diambil dari kisah Helen dan Sukanta. Hubungan percintaan diantara keduanya mencerminkan perasaan yang begitu sederhana, indah, dan alami tetapi juga kuat sampai akhir hayat.
Buku ini cocok dibaca oleh seluruh warga dunia. Orang-orang harus mengerti bahwa perang adalah gelombang besar yang dampaknya jauh ke depan. Bukan hanya mempengaruhi kehidupan sebuah negara, tetapi lebih dari itu juga selalu dan akan selalu menyangkut perasaan tiap individu dan kehidupannya.
ADVERTISEMENT