Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Jalan Terjal Menuju Fatamorgana
23 April 2024 11:55 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Sarjan Sakti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejarah Dunia telah memberikan cakrawala berpikir menyelami lautan makna simbol-simbol revolusioner yang telah tampak nyata bereksistensi dibergai belahan Dunia. Eksistensi imperialisme modern begitu mendalam membekas menggores kalbunya dalam tinta sejarah bangsa Indonesia. Perjalanan kesadaran bangsa Indonesia mula-mula dari kesadaran revolusioner yang lahir dari organisasi kepemudaan dan para pemuda yang menempuh pendidikan di Leiden Belanda. Kesadaran Ini merupakan cikal bakal lahirnya sumpah pemuda pertama pada tahun 1925 hingga puncaknya 1928 melahirkan sumpah pemuda yang membawa bangsa Indonesia terbebas dari belenggu kekejaman kerja Rodi dan kerja Romusa oleh bangsa-bangsa penjajah. Puncak kebebasan bangsa Indonesia menuju gerbang kemerdekaan ialah pada saat Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia di membacakan oleh Soekarno Hatta pada tanggal 17 Agustus tahun 1945.
ADVERTISEMENT
Pasca kemerdekaan dengan melambungnya nama Soekarno berjulukan Putra Sang Fajar banyak orang-orang memuja dan memuji serta berkesadaran mempelajari pikiran-pikiran Soekarno melalui beragam cara. Mulai dari membincangkan pikirannya, menuliskan biografinya, hingga lewat saluran napaktilas kebangsaan dll. Saluranya sangat beragam mulai diajarkan di sekolah-sekolah, perguruan tinggi, universitas, hingga di perusahaan swasta. Dengan kreativitas dan konsep-konsep pendidikan berkarakter kebangsaan harapannya mampu mengangkat derajat bangsa Indonesia dari kemerosotan jiwa bangsa dengan dalil atau selogan Revolusi Mental, hingga tidak jarang konsep ini dikembangkan juga oleh mereka para pimpinan perusahaan untuk membangun jiwa bangsa dalam budaya ber perusahaan.
Konsep revolusi mental jika diterapkan dalam nuansa berperusahaan ada dua kemungkinan, pertama akan banyak para karyawan mendapatkan symbol penghargaan seperti karyawan teladan, manager unit teladan, bahkan manager SDM teladan dll. Kedua konsep ini berkemungkinan sekaligus berpotensi dimanfaatkan untuk menguntungkan sala satu pihak saja. Sebut saja pihak perusahaan, karena dalam konsep ini terkandung nilai-nilai yang amat sakral serta teladan perjuangan yang sangat efektif untuk membangun jiwa dan raga SDM untuk kesejahteraan perusahaan. Namun perlu untuk diantisipasi jikalau ada orang-orang atau kelompok-kelompok yang pintar memanfaatkan konsep tersebut sebagai rumusan atau racikan dalam menerapkan aturan dalam system perusahaan sebagai alat untuk membodohi, menindas, merampas hak-haknya, dan memotong lidah-lidah terhina yang mendalilkan kebenaran atas hak-haknya. Hingga berpura-pura menempatkanya diatas pusaran lagit ke tujuh, agar terkesan menerapkan nilai-nilai Ketuhanan, nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai budaya bangsa yang arif nan bijak sana, dalil gotong royong, kerja iklas adalah bentuk ibadah kepada Tuhan, totalitas tanpa batas adalah bentuk revolusioner mental dan berbakti kepada Perusahaan, serta taat dan patuh terhadap atasan dan pimpinan adalah bentuk telah mengamalkan nilai-nilai Pancasiladan menjadi karyawan yang berkarakter kebangsaan adalah cara-cara bangsa sendiri menjajah bangsa sendiri. Hal semacam ini justru lebih biadab dari bangsa-bangsa penjajah dikala itu.
ADVERTISEMENT
Jika ditelaah secara seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya, pengamalan seperti diatas, kalaupun pernah diterapkan atau pun pernah ada? maka dapat diyantakan mereka adalah saudara kandung para penjajah yang telah merampas kekayaan dan telah memperkosa hak-haknya ibu Pertiwi. Mereka memperbudak anak-anaknya, mengeksploitasi potensinya lahirnya, menggantung kemerdekaannya dan hak asasinya. Maka terlalu jauh mimpi mereka ini yang selalu meneriakkan "Kemerdekaan ialah hak segala bangsa, penjajah diatas Dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusian dan peri-keadilan.", adalah bahasa logika terbalik maling teriak maling.
Cita-cita ikut serta menjaga perdamaian Dunia dengan prinsip Bhineka Tungal Ika agar terciptanya persaudaraan antara bangsa-bangsa dalam masyarakat Dunia yang hidup dibawah kolong langit yang sama ialah, hidup berdampingan dalam balutan keberagaman keyakinan adalah halusinasi bagi mereka yang masih meneruskan cara-cara penjajah untuk kepentingan indivudu, kelompok, serta golongan tertentu.
ADVERTISEMENT
Simbol Pancasila, simbol kasih sayang, simbol perjuangan bangsa, simbol keluhuran, terlalu suci dijadin topeng yang menutupi kemunafikan, sifat penjajah, sifat serakah, sifat kebinatangan yang masih melekat dalam diri dan system berperusahaan.
Sesungguhnya jalan yang lurus adalah jalan membebaskan dari belenggu-belenggu kebiadapan, jalan yang mensucikan dari tanggung jawab yang tidak lari dari tanggung jawab, jalan peribadatan kepada Tuhan yakni jalan yang lurus, jalan menuju Syariat, tarekat, makrifat, dan hakikat seperti terkandung dalam surah Al Fatihah. Dan janganlah kalian membuat jalan sendiri yang membawa kepada kehancuran dan fatamorgana.
Mimpikan tangisan-tangisan mereka yang telah kalian zalimi dalam langit-langit Do'a,,, Sucilah sebelum kalian disucikan,,, Minta maaf atau ampunan sebelum sang waktu datang membinasakan,,
ADVERTISEMENT
Sarjan, S.Kom., S.H., Advokat dan Konsultan Hukum