Konten dari Pengguna

Berita Palsu dan Desinformasi: Tantangan Komunikasi di Era Informasi

Sarmiati mia
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Andalas
9 Agustus 2024 11:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sarmiati mia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Berita Palsu dan Desinformasi

ADVERTISEMENT
Berita palsu dan desinformasi menjadi tantangan utama dalam komunikasi digital yang semakin pesat saat ini. Nyatanya meskipun internet dan media sosial memudahkan penyebaran informasi, namun seringkali informasi yang beredar di internet tidak akurat, sumber yang tidak jelas, bahkan sampai menyesatkan masyarakat yang mengonsumsinya. Hal ini tentu sangat berdampak terhadap kepercayaan pada sistem informasi yang ada di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Berita palsu, atau "fake news" merupakan jenis desinformasi yang umumnya dibuat untuk meniru berita asli, bahkan melebih-lebihkan dari kenyataan yang sebenarnya dengan tujuan untuk membingungkan pembaca dan memperoleh keuntungan, baik secara finansial maupun politik. Menurut Claire Wardle, desinformasi bukan hanya sebatas masalah teknis aja, tetapi juga sosial. Karena hal ini tidak hanya tentang informasi yang salah, tapi juga proses dan alasan informasi itu disebarluaskan. Biasanya hal ini dilakukan karena adanya motivasi atau alasan yang mungkin menguntungkan, bahkan hanya untuk sekedar kesenangan saja. Claire juga menjelaskan bahwa desinformasi dikemas dengan cara yang sangat persuasif, memanfaatkan emosi dari yang mengonsumsi yang tak jarang menerima informasi tanpa melakukan verifikasi terhadap kebenarannya.
Sumber: Pexels.com (Berita Palsu)
Tentu saja dampak dari desinformasi sangat luas dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Karena pada dasarnya setiap aspek kehidupan tentu memiliki porsi informasinya masing-masing. Baru-baru ini Indonesia baru menyelesaikan pesta demokrasi, yang tentunya menjadi ladang bagi banyak pihak dengan berbagai kepentingan berbeda untuk menyebarkan informasi. Dr. Melissa Zimdars yang merupakan profesor komunikasi di Merrimack College menjelaskan bahwa berita palsu dirancang untuk membentuk opini publik dan memanipulasi pemilih. Terlebih lagi di era digital yang dapat menyebarkan informasi secara lebih luas dan lebih mudah.
ADVERTISEMENT
Banyak orang berfikir bahwa desinformasi sangat sulit diatasi, terlebih lagi ditengah perkembangan teknologi yang semakin canggih. Namun setiap permasalahan tentu ada solusi dan usaha yang dilakukan banyak pihak untuk menyelesaikannya. Beberapa strategi yang dilakukan untuk mengatasi desinformasi dan berita palsu seperti:
Pendidikan Literasi Media yang dibekali bagi seluruh masyarakat. Hal ini sangat diperlukan untuk melatih, mengenali, dan mengetahui berita palsu dan mengevaluasi keakuratana informasi. Masyarakat harus dilatih dan dibekali pemahaman mendalam tentang bagaimana berita diproduksi serta cara memverifikasi sumber informasi dengan baik. Tentu hal ini tetap sulit, terlebih lagi masyarakat yang mengonsumsi informasi berasal dari latar belakang yang berbeda baik usia, jenis kelamin, pendidikan, dan masih banyak yang lainnya. Sehingga hal ini butuh kerja sama dari semua pihak yang terlibat.
ADVERTISEMENT
Penggunaan teknologi sangat membantu dalam mengidentifikasi dan mengatasi berita palsu. Alat seperti algoritma deteksi berita palsu dan sistem verifikasi fakta yang sangat membantu dalam menyaring konten yang tidak akurat. Terlebih saat ini platform media sosial juga sudah mulai menerapkan kebijakan untuk menandai atau menghapus infromasi yang salah. Dr. Sinam Aral yang merupakan seorang profesor di MIT, menyarankan bahwa meskipun teknologi sangat membantu, solusi jangka panjang memerlukan kombinasi antara alat teknis dan intervensi sosial yang lebih luas.
Selain itu, peran jurnalis di media juga sangat penting dalam melawan desinformasi dengan memastikan laporan berita yang ada di internet akurat dan transparan. Jurnalis harus berkomitmen pada praktik jurnalistik yang baik, terlebih lagi untuk memverifikasi fakta dari informasi yang disajikan. Jurnalis harus berpegang pada prinsip-prinsip jurnalisme yang solid seperti verifikasi fakta, sumber terpercaya, dan keterbukaan tentang metodologi pelaporan. Selain itu, jurnalis berperan sebagai pengawas kekuasaan dan penyeimbang dalam masyarakat. Hal ini mengharuskan mereka untuk mengidentifikasi dan melaporkan praktik-praktik yang menyebarluaskan berita palsu, baik yang dilakukan oleh pihak pemerintah, organisasi, dan individu.
ADVERTISEMENT
Desinformasi merupakan tantangan besar di era informasi saat ini, bahkan mengancam integritas informasi publik, mempengaruhi keputusan penting, dan memperburuk polarisasi sosial. Informasi yang tersebar dengan luas dan cepat saat ini, membutuhkan upaya yang kolektif untuk menerangi desinformasi dan berita palsu menjadi kunci untuk memastikan informasi yang diterima akurat dan bermanfaat.