Konten dari Pengguna

Konstruksi Identitas Nasional Indonesia di Era Global

Sartana
Dosen Psikologi Sosial di Departemen Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
20 Juni 2024 10:01 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sartana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mengendalikan Arus Globalisasi. Sumber : Gambar dibuat penulis dengan aplikasi Microsoft Designer.
zoom-in-whitePerbesar
Mengendalikan Arus Globalisasi. Sumber : Gambar dibuat penulis dengan aplikasi Microsoft Designer.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam beberapa tahun terakhir, kata "internasional" terlihat semakin sering digunakan oleh masyarakat. Kita kerap menemui atau mendengarnya dalam berbagai acara, media, maupun forum lainnya. Kata tersebut sering terpampang pada spanduk, flyer, berita, maupun pidato tokoh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan semakin populernya kata "internasional", pamor kata "nasional" pun semakin memudar. Acara atau entitas lain berlabel "nasional" kalah gengsi dibandingkan dengan segala sesuatu berlabel "internasional".
Pada tahun 1990-an atau awal 2000-an, ketika teknologi digital dan media sosial belum semaju sekarang, berbagai acara atau kegiatan berlabel "nasional" masih memiliki daya tarik. Mungkin waktu itu imaji masyarakat relatif masih berfokus pada isu dan peristiwa dalam batas-batas nasional, sehingga kata “nasional” memiliki arti penting.
Perbedaan dua kondisi itu menandakan bahwa pergeseran dalam penggunaan istilah tersebut tidak sekadar sebagai perubahan penggunaan bahasa semata. Tetapi, pergeseran itu merepresentasikan pergeseran pandangan dunia, nilai, dan orientasi hidup masyarakat Indonesia, terutama terkait dengan pergeseran nasionalisme dan identitas nasional.
ADVERTISEMENT
Perubahan preferensi dari hal-hal yang bersifat "nasional" ke hal-hal yang bersifat "internasional" menunjukkan pergeseran orientasi dari pandangan ke dalam menjadi ke luar. Individu mulai mengutamakan nilai-nilai internasional dan menempatkannya pada posisi yang lebih tinggi dalam hierarki nilai pribadi mereka.
Secara sederhana, perhatian mereka lebih terfokus pada isu-isu global daripada yang bersifat nasional. Selain itu, mereka juga cenderung lebih menghargai kegiatan, pendidikan, dan pengalaman berlabel internasional dibandingkan dengan yang berlabel nasional.
Dari perspektif psikologi kebangsaan, fenomena ini mengindikasikan perkembangan ideologi internasionalisme yang menggantikan dominasi nasionalisme. Masyarakat mulai melihat bangsa-bangsa di dunia sebagai bagian dari komunitas global yang saling terhubung, di mana mereka merasa terlibat secara aktif. Konsep batas-batas kebangsaan menjadi kurang signifikan, dan individu cenderung mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari komunitas internasional.
ADVERTISEMENT
Tumbuhnya ideologi internasionalisme ini mengikuti pola yang serupa dengan pertumbuhan nasionalisme di Indonesia pada awal abad ke-20, meskipun berbeda dalam skala. Pada masa itu, individu dari berbagai kelompok sosial di Indonesia berkumpul di berbagai pusat keramaian sosial atau kota di negara ini. Pertemuan-pertemuan ini kemudian membangkitkan kesadaran akan pentingnya identitas baru yang dapat menyatukan mereka. Sebagai hasilnya, identitas nasional Indonesia muncul sebagai kekuatan pengikat yang menggabungkan mereka.
Pada konteks saat ini, interaksi dengan berbagai kelompok sosial dari berbagai belahan dunia menghasilkan kebutuhan akan identitas baru yang dapat mengakomodasi kehidupan baru tersebut. Fenomena ini melahirkan identitas internasional atau global, di mana individu merasa dan yakin bahwa mereka merupakan bagian dari komunitas global atau internasional. Mereka merasa terikat dengan peristiwa, gaya hidup, dan nilai-nilai budaya global.
ADVERTISEMENT
Penulis meyakini bahwa munculnya identitas nasional tersebut tidak serta merta menghilangkan identitas nasional maupun lokal. Identitas global justru memberikan umpan balik ke budaya lokal dan nasional, lalu bersenyawa dan menghasilkan budaya baru, yang kemudian menciptakan identitas hibrida. Identitas yang merupakan hasil interaksi timbal balik antara tingkat lokal, nasional dan global tersebut.
Meskipun sering juga terjadi dimana dominasi budaya global mengurangi keterikatan masyarakat terhadap budaya lokal atau nasional. Hal ini terutama terjadi ketika budaya lokal atau nasional kalah bersaing dengan budaya global dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan terkini masyarakat. Dengan kata lain, budaya lokal atau nasional kurang memiliki daya tarik ideologis dan praktis yang signifikan bagi masyarakat di tengah dunia yang sedang berubah.
ADVERTISEMENT
Mengingat hal tersebut, di era saat dunia semakin terhubung secara internasional, Indonesia perlu menyiapkan strategi nasional khusus untuk menghadapi tantangan-tantangan baru ini. Kita tidak bisa hanya mengandalkan perkembangan alami saja, karena globalisasi menyangkut proses sangat kompleks. Selain itu, ia juga melibatkan berbagai kelompok yang memiliki kepentingan yang berbeda. Masyarakat perlu memiliki pemahaman dan persiapan untuk menghadapinya.
Banyak negara telah mempersiapkan warganya untuk menghadapi pergeseran tatanan dunia tersebut. Sebagai misal, Singapura telah mempersiapkan warganya untuk menjadi warga negara dunia. Hal itu dilakukan dengan menyusun kurikulum pendidikan yang sejalan dengan visi tersebut. Mereka juga terbuka dan mencari talenta-talenta unggul dari seluruh dunia untuk menjadi warga negara mereka.
Pemerintah korea juga mengemas ulang budaya mereka sesuai dengan trend zaman, lalu mempopulerkannya di dunia global. Mereka berhasil membangun citra baru identitas Korea, sehingga, mereka saat ini menjadi salah satu kiblat dalam perkembangan budaya populer.
ADVERTISEMENT
Bangsa Indonesia juga perlu mengambil langkah serupa. Indonesia tidak dapat mempertahankan secara kaku identitas yang lama untuk dapat survive di era global tersebut, melainkan Indonesia harus merumuskan identitas nasional yang lebih adaptif terhadap perubahan dunia tersebut.
Identitas nasional baru ini mengasumsikan bahwa Indonesia adalah bangsa yang terhubung secara intens dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Bukan bangsa yang relatif terisolir atau terpisah dengan bangsa lain seperti yang kita imajinasikan pada masa-masa sebelumnya.
Dalam kesadaran ini, penting bagi kita untuk mengidentifikasi keunggulan-keunggulan yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai modal untuk berinteraksi dan bernegosiasi dengan bangsa lain. Keunggulan ini harus diperkuat dan diintegrasikan ke dalam citra nasional kita, sehingga kita dapat merasa bangga sebagai bangsa.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kita perlu membangun Indonesia sebagai bangsa yang proaktif dan bukan hanya sebagai penerima pasif dari perubahan dunia. Kreativitas dan inovasi harus ditingkatkan agar kita dapat bersaing secara adil dan menjalin kolaborasi di tingkat global.
Yang tak kalah penting, kita harus menjadi bangsa yang terbuka dan fleksibel, agar kita cepat belajar berbagai hal baru. Selain itu, masyarakat Indoensia juga perlu mengembangkan sikap toleran serta serta menghargai keberagaman.
Jika karakter-karakter tersebut dikembangkan secara konsisten, mereka akan menjadi bagian integral dari kepribadian serta identitas kita sebagai bangsa. Perilaku dan kebiasaan kita akan mencerminkan nilai-nilai tersebut, dan hal ini akan memungkinkan Indonesia untuk memainkan peran penting dalam percaturan dunia internasional.
Sartana, M.A.
ADVERTISEMENT
Dosen Psikologi Sosial Fakultas Kedokteran Universitas Andalas