Layanan Kesehatan Mental untuk Masyarakat Desa

Sartana
Dosen Psikologi Sosial di Departemen Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Konten dari Pengguna
6 Mei 2024 17:25 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sartana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kesehatan mental adalah hak yang harus dimiliki oleh semua orang, bukan hanya hak istimewa bagi segelintir elit. Hak ini bukan hanya milik orang-orang yang tinggal di perkotaan, tetapi juga bagi mereka yang tinggal di desa. Selain itu, kesehatan mental juga adalah hak bagi mereka yang berada di wilayah-wilayah terpencil di seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, layanan kesehatan mental harus dapat diakses oleh semua orang. Ini berarti bahwa pemerintah perlu menyediakan fasilitas kesehatan mental
sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/d/d2/Rural_Physiotherapy.jpg
Layanan kesehatan mental tidak boleh hanya tersedia di daerah perkotaan, tetapi juga harus dapat diakses di daerah pedesaan. Selain itu, penting untuk memastikan bahwa biaya layanan tidak menjadi hambatan bagi masyarakat untuk mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan terkait kesehatan mental.
Namun faktanya, sejauh ini masih terjadi ketimpangan dalam penyediaan layanan kesehatan mental bagi masyarakat. Sebagai contoh, di DKI Jakarta, terdapat 567 psikolog klinis, dengan rasio satu psikolog klinis untuk setiap 18.000 penduduk. Namun, di NTT, hanya ada 11 psikolog klinis, sehingga setiap psikolog klinis melayani sekitar 501.218 penduduk (Suci, 2021; Wisnurini, 2023).
ADVERTISEMENT
Penulis juga mencari data pada menu “cari psikolog” di web Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi). Hasilnya juga memperkuat adanya ketimpangan tersebut. Misalnya, di wilayah DKI Jakarta ditemukan ada 659 psikolog klinis yang terdaftar dalam pencarian tersebut. Sementara di Yogyakarta ada 368 psikolog klinis.
Di banyak daerah, terutama di luar Jawa, jumlah psikolog di satu provinsi rata-rata hanya sedikit. Ambil contoh, di Provinsi Aceh dalam pencarian tersebut hanya ditemukan 46 psikolog klinis. Sementara di Provinsi Papua Barat hanya ada 4 psikolog.
Setali tiga uang, jumlah penyebaran psikiater di Indonesia pun juga tidak merata. Data Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) pertahun 2022 menunjukan adanya ketimpangan antara Jawa dan luar Jawa. Dari 1.221 orang psikiater di Indonesia, 68,49 persen tersebar di Pulau Jawa, dan hanya 31,51 persen yang memberikan layanan di luar Jawa.
ADVERTISEMENT
Saat ini, belum tersedia data yang jelas mengenai disparitas jumlah tenaga kesehatan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Namun, berdasarkan informasi yang dipaparkan di atas, terlihat bahwa distribusi tenaga kesehatan mental lebih banyak terpusat di kota-kota besar. Semakin jauh sebuah wilayah dari pusat perkotaan, semakin sedikit jumlah psikolog klinis atau psikiater yang tersedia. Kesimpulan tersebut dapat menjadi rejukan untuk menggambarkan adanya ketimpangan dalam distribusi tenaga profesional di bidang kesehatan mental antara daerah perkotaan dan pedesaan.
Selain ketimpangan jumlah tenaga kesehatan antara daerah perkotaan dan pedesaan, fasilitas pendukung layanan kesehatan mental juga masih terpusat di wilayah perkotaan. Tidak ada data resmi yang bisa dijadikan acuan untuk menjelaskan fenomena ini, namun kita dapat melihat bahwa infrastruktur seperti Rumah Sakit Jiwa umumnya dibangun di pusat-pusat kota. Meski dalam beberapa tahun terakhir Puskesmas sudah mulai menyediakan layanan kesehatan mental, hingga tahun 2019, baru sekitar 46,18% Puskesmas yang menawarkan layanan tersebut. Selain itu, Puskesmas di daerah pedesaan sering kali mendapatkan prioritas terakhir dalam menerima layanan ini.
ADVERTISEMENT
Ketimpangan dalam layanan kesehatan mental antara masyarakat perkotaan dan pedesaan semestinya tidak boleh terjadi. Selain karena kesehatan mental adalah hak semua orang, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa masyarakat di pedesaan menghadapi masalah psikologis seperti halnya masyarakat perkotaan. Bahkan, dalam beberapa kasus, masyarakat di desa mengalami masalah kesehatan mental yang lebih serius.
Berdasarkan data statistik Riskesdas 2018, prevalensi gangguan mental emosional di daerah pedesaan ternyata lebih tinggi, yakni 10 persen, dibandingkan dengan di perkotaan yang berada di angka 9,8 persen. Selain itu, proporsi rumah tangga dengan anggota keluarga yang menderita skizofrenia juga lebih besar di pedesaan, mencapai 7 permil, sementara di perkotaan proporsi ini hanya 6,4 permil.
Riset yang dilakukan oleh Intan Islamia, Euis Sunarti, dan Neti Hernawati (2019) menunjukkan bahwa meskipun masyarakat di kota dan desa sama-sama mengalami tekanan psikologis, tekanan tersebut lebih banyak dirasakan oleh keluarga yang tinggal di pedesaan. Penelitian ini menemukan bahwa hampir separuh (46,7%) keluarga di wilayah pedesaan memiliki tingkat kesejahteraan subjektif yang rendah. Sebaliknya, di wilayah perkotaan, hanya sekitar seperempat (23,3%) keluarga yang mengalami tekanan psikologis.
ADVERTISEMENT
Tentu saja, banyak penelitian lain yang menunjukkan hasil sebaliknya, di mana masyarakat perkotaan memiliki kesehatan mental yang lebih baik daripada masyarakat pedesaan. Perbedaan temuan ini mungkin terjadi karena kesehatan mental bersifat fluktuatif dan bergantung pada kondisi desa dan kota yang dibandingkan.
Namun, yang ingin penulis tekankan dari berbagai penelitian tersebut adalah bahwa masyarakat pedesaan juga mengalami masalah dan gangguan mental yang tidak kalah serius dengan masyarakat perkotaan.
Lebih lanjut, penulis ingin menekankan pentingnya upaya untuk mengurangi kesenjangan dalam layanan kesehatan mental antara daerah pedesaan dan perkotaan. Lebih spesifik lagi, mengatasi kesenjangan ini harus menjadi prioritas dalam kebijakan pemerintah Indonesia. Bahkan, jika diperlukan, langkah-langkah afirmatif harus diambil untuk menghilangkan disparitas tersebut.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, beberapa langkah harus diambil. Pertama, diperlukan ketersediaan data tentang kondisi kesehatan mental beserta layanan dan fasilitas kesehatan mental yang ada di wilayah pedesaan dan perkotaan. Pemerintah dapat mengumpulkan dan mengintegrasikan data tentang ketersediaan tenaga psikolog atau psikiater di setiap daerah.
Kemudian, dengan menggabungkan data tentang status kesehatan mental, ketersediaan tenaga profesional, dan fasilitas yang ada di berbagai daerah, pemerintah dapat merumuskan kebijakan yang tepat sasaran. Kebijakan yang didasarkan pada data memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk menyediakan layanan kesehatan jiwa yang adil dan merata bagi semua masyarakat.
Dengan data tersebut pemerintah dapat merancang berbagai program kebijakan yang relevan, tergantung kebutuhan di lapangan. Misalnya, di beberapa daerah, mungkin yang diperlukan adalah pembangunan atau penambahan fasilitas kesehatan mental untuk melayani masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, di daerah lain mungkin lebih membutuhkan tenaga profesional kesehatan mental, seperti psikolog atau psikiater. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan ketersediaan tenaga profesional di wilayah tersebut. Hal ini misalnya dapat dilakukan dengan program khusus pengiriman tenaga psikolog di daerah-daerah yang belum ada tenaga profesional kesehatan mental, atau mendorong pemerintah daerah untuk konsen pada isu pengadaan tenaga profesional kesehatan mental tersebut.
Hal yang tidak kalah penting tentu adalah edukasi kepada masyarakat di pedesaan mengenai berbagai hal terkait dengan kesehatan mental. Karena, dengan pengetahuan yang memadai, sebenarnya masyarakat di pedesaan dapat bergotong royong untuk menyelesaikan sebagian masalah mental mereka sendiri dan memberikan dukungan orang-orang di sekitarnya.
Namun, mereka hanya bisa melakukan itu jika memiliki pemahaman dan keterampilan yang tepat. Oleh karena itu, peran pemerintah sangat penting dalam hal ini. Untuk itu, pemerintah di antaranya dapat melaksanakan kampanye kesadaran, program pelatihan komunitas, dan kegiatan pendidikan untuk mengajarkan dasar-dasar kesehatan mental serta cara mendukung mereka yang membutuhkan.
ADVERTISEMENT
Dengan perhatian khusus terhadap masalah kesehatan mental di pedesaan, diharapkan layanan kesehatan mental dapat diberikan secara adil dan merata. Layanan ini diharapkan dapat diakses oleh semua kalangan, sehingga kesenjangan antara perkotaan dan pedesaan dapat dikurangi.
Sartana, M.A.
Dosen Psikologi Sosial Departemen Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas