Konten dari Pengguna

Migrasi Global dan Loyalitas Nasional

Sartana
Dosen Psikologi Sosial di Departemen Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
21 Juni 2024 11:57 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sartana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Migrasi global dan kesetiaan nasional. Sumber : Gambar dibuat penulis denga aplikasi Microsoft Designer
zoom-in-whitePerbesar
Migrasi global dan kesetiaan nasional. Sumber : Gambar dibuat penulis denga aplikasi Microsoft Designer
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Naturalisasi dan migrasi nampaknya akan menjadi istilah yang semakin umum kita dengar di masa depan. Hal ini terjadi tidak lepas dari pengaruh globalisasi dan digitalisasi, yang mempermudah masyarakat untuk berinteraksi dengan masyarakat dari berbagai belahan dunia.
ADVERTISEMENT
Interaksi tersebut memungkinkan orang melihat peluang hidup lebih baik di negara lain, dan melakukan mobilitas global. Orang terdorong untuk menempuh pendidikan, melakukan perjalanan, atau membangun rumah tangga dengan orang dari negara berbeda. Selain itu, sebagian dari mereka berpindah warga negara karena konflik, ketidakstabilan politik, atau perubahan iklim.
Di Indonesia, migrasi global tersebut juga berlangsung masif. Misalnya, berdasarkan data Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), di tahun 2023 jumlah penempatan PMI tercatat sebanyak 274.965, naik 37% dari tahun 2022 dan 176% dari tahun 2021 (ekon.go.id).
Menurut Bank Dunia, hingga tahun 2023, jumlah WNI yang ada di luar negeri berjumlah 9 juta orang. Sementara menurut Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) jumlahnya ada sekitar 4,6 juta orang. Adanya perbedaan data ini terjadi karena banyak WNI yang pergi ke luar negeri secara tidak resmi, sehingga sulit dicatat.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya berpindah sementara ke negara lain, sebagian masyarakat yang melakukan migrasi tersebut telah memutuskan untuk berpindah kewarganegaraan. Terlihat ada kecenderungan semakin banyak warga negara Indonesia yang melakukan hal ini. Berdasarkan data Kementerian Hukum dan HAM, antara tahun 2019-2022, sebanyak 3.912 WNI pindah kewarganegaraan menjadi warga negara Singapura. Itu artinya, rata-rata ada sekitar 1.000 orang per tahun yang berpindah kewarganegaraan ke Singapura. Data ini belum mencakup WNI yang berpindah kewarganegaraan ke negara lain.
Fenomena ini menunjukkan bahwa globalisasi telah menantang bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia, dengan masalah kesetiaan nasional. Loyalitas nasional adalah perasaan dan kesediaan seseorang untuk mengabdi dan patuh pada bangsanya. Orang yang memiliki kesetiaan nasional bersedia tetap menjadi bagian dari bangsa Indonesia dalam kondisi apa pun dan bersedia mengabdi serta memberikan yang terbaik bagi bangsanya.
ADVERTISEMENT
Setiap bangsa memiliki cara yang berbeda dalam menilai dan mengukur kesetiaan nasional. Penilaian ini bergantung pada konsepsi nasionalisme yang diyakini dan dikembangkan oleh masing-masing bangsa. Bahkan di antara warga sebuah bangsa, parameter kesetiaan nasional tersebut tidak selalu sama.
Sebagian bangsa menilai kesetiaan nasional warganya hanya berdasarkan pada dukungan seseorang terhadap simbol-simbol nasional, tanpa mempertimbangkan substansi perilaku yang dilakukan orang bersangkutan. Contohnya, orang dikatakan setia pada bangsanya ketika mereka hafal atau dapat menyanyikan lagu kebangsaan, menghormati bendera, meskipun tindakan sehari-hari orang tersebut tidak mencerminkan komitmen terhadap nilai-nilai dan kepentingan bangsa.
Namun, sebagian orang menilai kesetiaan nasional pada dimensi yang lebih substantif. Mereka melihat kesetiaan seseorang pada bangsanya merujuk pada pola perilaku dan kebiasaan yang dilakukan. Ini termasuk peran serta kontribusi yang diberikan seseorang kepada bangsanya. Contohnya, orang menganggap orang yang aktif terlibat dalam kegiatan sosial atau berkontribusi pada pembangunan komunitas lokal lebih memiliki kesetiaan nasional dibandingkan sekadar menunjukkan dukungan terhadap simbol-simbol nasional.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan migrasi global dan kesetiaan nasional, pandangan orang juga beragam. Sebagian pihak menganggap kesetiaan nasional sebagai nilai yang penting dan mendasar, bahkan sebagai sesuatu yang sakral. Bagi mereka, tidak peduli kondisi atau situasi apa pun, seseorang harus tetap setia pada negaranya. Perpindahan kewarganegaraan dianggap sebagai tindakan yang dapat menciderai kesetiaan nasional.
Kelompok ini dapat kita katakan sebagai kelompok idealis. Kelompok idealis ini menganggap kesetiaan nasional sebagai hal fundamental dan suci, melebihi pertimbangan pragmatis atau situasional. Bagi mereka, kesetiaan nasional mencerminkan identitas dan nilai-nilai bangsa, serta menjadi dasar persatuan dan kebersamaan dalam negara. Mereka menilai perpindahan kewarganegaraan sebagai tindakan yang melanggar semangat kesetiaan nasional, karena dianggap mengabaikan komitmen yang mendalam terhadap negara asal.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, sebagian pihak menganggap bahwa pembatasan berdasarkan kewarganegaraan tidak lagi penting. Mereka percaya bahwa di tengah globalisasi yang semakin maju, tercipta saling ketergantungan global yang signifikan. Konsep kewarganegaraan dianggap tidak lagi memiliki nilai sakral, dan perpindahan kewarganegaraan dipandang sebagai hal yang umum dan biasa. Mereka melihat perpindahan kewarganegaraan tak ubahnya seperti orang pindah tempat tinggal dari satu kota ke kota lainnya.
Kelompok terakhir ini dapat disebut sebagai kelompok yang menganut pandangan realis. Mereka menganggap perpindahan kewarganegaraan sebagai langkah yang logis dan sesuai dengan tuntutan zaman. Mereka menyadari bahwa ada kondisi-kondisi objektif yang mendorong, bahkan memaksa seseorang untuk berpindah kewarganegaraan ke negara lain.
Sebagai contoh, orang dianggap sah untuk berpindah kewarganegaraan karena negara tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar warganya, seperti hak untuk hidup layak. Banyak warga negara yang tidak mendapatkan hak-hak ini, sehingga mereka terpaksa berjuang sendiri untuk mempertahankan hidup dan martabat mereka. Dalam kondisi seperti ini, berpindah kewarganegaraan dianggap sebagai langkah yang dapat dipahami dan diperlukan.
ADVERTISEMENT
Di luar pandangan tersebut, hal lain yang memengaruhi orang cenderung terbuka terhadap perpindahan kewarganegaraan adalah munculnya identitas kosmopolitan atau identitas global. Identitas sosial ini ditandai oleh kesadaran bahwa seseorang merupakan bagian dari komunitas global yang melampaui batas-batas negara dan bangsa. Identitas baru ini terbentuk sebagai konsekuensi logis dari interaksi masyarakat yang semakin global.
Interaksi ini secara tidak langsung memfasilitasi mereka untuk terhubung dengan masyarakat global. Mereka menjadi semakin merasa terikat masyarakat dari berbagai wilayah di dunia. Lebih dari itu, mereka juga merasa terikat pada nilai-nilai universal dan solidaritas internasional daripada hanya pada identitas nasional atau lokal.
Paparan tersebut menunjukkan bahwa di era global saat ini, pemerintah menghadapi tantangan untuk memelihara kesetiaan nasional dan identitas nasional masyarakat. Sulit untuk mengatur atau membatasi individu agar tidak mengadopsi identitas kosmopolitan dan berpindah kewarganegaraan. Di sisi lain, kesetiaan nasional tetap menjadi elemen penting dan bahkan merupakan pilar utama dalam menjaga keutuhan negara.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, para pemangku kepentingan perlu merumuskan narasi dan kebijakan yang memperkuat kesetiaan nasional serta mempromosikan nilai-nilai yang menyatukan masyarakat. Hal ini di antaranya dapat dilakukan dengan meningkatkan pendidikan kewarganegaraan yang inklusif, membangun kesadaran akan pentingnya identitas nasional yang kokoh, serta menciptakan kondisi sosial dan ekonomi yang pro terhadap masyarakat.