Konten dari Pengguna

Pendekatan Ekologis untuk Mencegah Perundungan

Sartana
Dosen Psikologi Sosial di Departemen Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
8 September 2024 8:38 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sartana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pencegahan Bullying  Sumber : Gambar dibuat penulis dengan menggunakan aplikasi Microsoft Designer.
zoom-in-whitePerbesar
Pencegahan Bullying Sumber : Gambar dibuat penulis dengan menggunakan aplikasi Microsoft Designer.
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu terakhit, publik kembali dihebohkan dengan dugaan bullying atau perundungan pada mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Universitas Diponegoro (Undip). Pada saat yang hampir sama terjadi kasus perundungan pada mahasiswa PPDS Bedah Saraf di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Kota Bandung.
ADVERTISEMENT
Kasus perundungan pada mahasiswa PPDS sebelumnya telah menjadi perhatian publik. Munculnya kembali kasus ini menunjukkan bahwa akar masalah kasus tersebut belum sepenuhnya teratasi.
Hal ini tercermin dari meningkatnya data laporan perundungan. Pada bulan Agustus 2023, menurut salah satu pegawai Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan, hingga 15 Agustus 2023, terdapat 91 aduan perundungan yang masuk melalui kanal laporan Kementerian Kesehatan. Sementara itu, menurut Juru Bicara Kemenkes, Dr. M. Syahril, sejak Juli 2023 hingga 9 Agustus 2024, terdapat 356 laporan perundungan.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membahas secara khusus kasus perundungan di lingkungan pendidikan kedokteran tersebut. Penulis ingin menganalisis keterkaitan kasus perundungan pada orang dewasa dengan berbagai kasus perundungan dan kekerasan di berbagai konteks sosial lainnya.
ADVERTISEMENT
Kasus perundungan yang dialami oleh mahasiswa PPDS hanyalah setitik kecil dari berbagai kasus perundungan dan kekerasan di Indonesia. Berdasarkan data Simfoni SAPA, dari 1 Januari 2024 hingga 7 September 2024, telah terjadi 17.228 kasus kekerasan di Indonesia. Kekerasan ini terjadi di berbagai lingkungan, mulai dari keluarga, sekolah, hingga tempat lainnya.
Maraknya kekerasan dan perundungan di berbagai lingkungan menunjukkan bahwa tindakan-tindakan ini telah menjadi bagian yang umum dalam kehidupan sehari-hari kita. Kasus-kasus yang muncul di publik hanyalah sebagian kecil dari sistem kekerasan yang berkembang di masyarakat—ibarat puncak gunung es yang menarik perhatian. Sementara itu, berbagai bentuk kekerasan lainnya terus berlangsung, dengan akar masalah yang tetap terpelihara.
Tingginya kasus kekerasan dan perundungan tersebut menjadi indikasi bahwa kekerasan dan perundungan telah menjadi bagian normal dari sistem sosial dan budaya masyarakat. Meskipun banyak orang mungkin tidak setuju dengan klaim ini, pengakuan terhadap
ADVERTISEMENT
Mengapa? Karena pergeseran cara pandang—dari melihat bullying hanya sebagai kasus individu menjadi memandangnya sebagai peristiwa sosial yang sistemik—akan mengubah cara kita menangani masalah ini. Dengan cara pandang yang terakhir, kita dapat memahami dan menangani bullying secara lebih komprehensif.
Dengan pergeseran fokus pandang tersebut, kita dapat melihat bahwa berbagai kasus perundungan sebenarnya saling terkait. Bullying yang dialami anak-anak di sekolah, remaja dalam pergaulan, mahasiswa di kampus, atau kekerasan dalam rumah memiliki akar masalah yang hampir serupa. Yang ketiak akar masalah tersebut diselesaikan, maka kasus kekerasan dan perundungan tersebut juga akan mereda.
Dalam hal ini, kita perlu menyelidiki akar dan pokok masalah kekerasan dan bullying tersebut. Salah satu faktor yang memungkinkan bullying berkembang adalah adanya faktor-faktor sosial, budaya, atau struktural yang mendukung pelanggengan perilaku tersebut.
ADVERTISEMENT
Salah satu akar dari bullying adalah berbagai narasi kekerasan yang mengelilingi kehidupan kita dan telah dianggap sebagai hal yang normal. Misalnya, cerita atau pengetahuan yang kita konsumsi sehari-hari sering kali sarat dengan narasi kekerasan. Perkelahian, perang, atau pertarungan dengan kelompok lain yang berbeda sering dianggap sebagai tindakan yang sah.
Selain itu, sebagai bangsa yang lahir dari kolonialisme, sejarah Indonesia dipenuhi dengan kisah kekerasan. Kondisi ini semakin memperkuat kecenderungan masyarakat untuk akrab dengan narasi kekerasan sejak dini secara intens.
Banyak juga praktik pengasuhan di rumah dan pendidikan di sekolah yang masih mengadopsi cara-cara kekerasan yang mengarah pada perundungan. Misalnya, pengasuhan atau pendidikan dengan menggunakan hukuman fisik, kata-kata kasar, serta membandingkan anak secara negatif dengan saudara atau teman. Pendekatan-pendekatan ini dapat mengajarkan bahwa kekerasan dan penghinaan adalah cara yang sah untuk menyelesaikan masalah dan berinteraksi dengan orang lain.
ADVERTISEMENT
Dari sisi struktural, berbagai peraturan yang ada untuk pencegahan kekerasan dan bullying tampaknya belum efektif. Hal ini terlihat dari terus munculnya kasus bullying dan jumlah kasus yang tidak menunjukkan penurunan. Selain itu, kebijakan penanganan perundungan cenderung berlangsung secara sektoral, ketimbang terintegrasi secara menyeluruh di berbagai sektor yang terkait.
Meskipun faktor personal dan interpersonal berperan dalam terjadinya bullying, faktor sosial, budaya, dan politik juga sangat menentukan. Berbagai faktor ini dapat memfasilitasi terjadinya bullying di berbagai level. Dengan kata lain, selain dari aspek individu, konteks sosial dan budaya juga memainkan peran penting dalam mendukung atau memperburuk perilaku bullying.
Oleh karena itu, penanganan bullying perlu dilakukan secara komprehensif di berbagai level. Pendekatan ini sering disebut sebagai pendekatan ekologis. Pendekatan ini mencakup perubahan pada tingkat individu, kelompok, komunitas, dan negara. Faktor-faktor personal, sosial, kultural, dan struktural terkait bullying harus ditinjau karena saling terkait dan memperkuat satu sama lain.
ADVERTISEMENT
Selain melakukan intervensi di berbagai level, penanganan perundungan harus lebih mengedepankan tindakan pencegahan daripada penanganan pasca kejadian. Kita tidak bertindak setelah jatuh korban, namun melakukan upaya-upaya supaya jangan sampai ada korban perundungan. Pendekatan ini juga mengarahkan penanganan bullying tidak hanya fokus pada kasus individual, tetapi dilakukan secara sistemik.
Inti dari penedekatan ekologis ini adalah mengatasi bullying bukan hanya tentang menanggulangi kasus yang terjadi, tetapi juga tentang membangun sistem yang mencegah munculnya perilaku tersebut sejak awal. Dengan strategi yang komprehensif dan sistemik, kita dapat memangkas akar masalah bullying dan tidak lagi menyaksikan warga bangsa yang luka atau meninggal dunia karena dirundung oleh warga lainnya.
Sartana, M.A.
Dosen Psikologi Sosial Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
ADVERTISEMENT