Pergeseran Imajinasi tentang Pusat Indonesia

Sartana
Dosen Psikologi Sosial di Departemen Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Konten dari Pengguna
5 Mei 2024 8:43 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sartana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Denah ilustrasi gedung Sekretariat Presiden yang akan dibangun Waskita Karya di IKN  Foto: Dok. Waskita Karya
zoom-in-whitePerbesar
Denah ilustrasi gedung Sekretariat Presiden yang akan dibangun Waskita Karya di IKN Foto: Dok. Waskita Karya
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ingatan dan imajinasi tentang alam dan wilayah geografis merupakan komponen penting nasionalisme sebuah bangsa. Serupa yang disampaikan Benedict Anderson (1983), bahwa warga sebuah bangsa mengimajinasikan bangsanya secara terbatas. Kelompok sosial yang mereka anggap berada di luar batas kebangsaan tersebut, bukan bagian dari bangsa bersangkutan.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Indonesianis asal Amerika ini mengemukakan bahwa semua bangsa di dunia membayangkan bangsanya dalam batas-batas kebangsaan tersebut. Tidak ada satu bangsa yang membayangkan dirinya meliputi seluruh umat manusia. Termasuk bangsa-bangsa yang paling besar sekalipun, mereka tetap membayangkan bangsanya secara terbatas.
Dan di antara batas-batas kebangsaan tersebut, batas wilayah geografis menempati posisi yang sentral. Pelanggaran batas-batas budaya atau ekonomi mungkin tidak serta memicu kemarahan warga sebuah bangsa, namun pelanggaran wilayah geografis, walaupun sejengkal sekalipun, ia dapat memicu konflik dan peperangan.
Lebih dari itu, ketika membayangkan wilayah bangsanya, seseorang juga membayangkan secara konsentris. Artinya, wilayah bangsa tersebut memiliki pusat tertentu. Konkretnya, ada wilayah bangsa tersebut yang merupakan wilayah pusat dan pinggiran. Juga ada yang berada di antara keduanya. Mungkin ada gradasi atau lapisan-lapisan di antara pinggiran dan pusat nasional tersebut.
ADVERTISEMENT
Adapun pusat nasional itu tidak selalu merujuk pada wilayah yang berada di tengah. Melainkan ia berkelindan dengan pusat budaya, ekonomi, dan khususnya pusat politik kekuasaan. Dan kerapkali, beberapa jenis kekuatan itu menyatu dan eksis dalam satu wilayah tertentu. Namun tidak selalu demikian.
Dalam konteks Indonesia, hingga hari ini, Jakarta dapat dijadikan sebagai contoh pusat Indonesia tersebut. Itu tidak lepas dari posisi Jakarta sebagai ibu kota negara. Dan dalam praktiknya, ia juga menjadi pusat ekonomi dan politik. Bahkan budaya populer Indonesia juga cenderung berkiblat ke Jakarta.
Sebagai pusat wilayah nasional, perhatian warga bangsa selalu tertuju pada Jakarta. Seolah mereka secara tidak disadari meyakini bahwa berbagai hal yang terjadi di Jakarta akan berpengaruh pada wilayah mereka, termasuk bagi diri dan orang-orang sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Berita tentang berbagai hal yang terjadi di Jakarta merupakan magnet bagi siapa saja. Orang akan selalu memantau kejadian-kejadian yang berlangsung di sana. Bahkan ketika kita tidak suka dengan berita-berita tentangnya, dengan “rasa terpaksa” kita tetap akan mengikutinya. Karena kita memiliki keyakinan, berbagai kejadian atau fenomena yang berlangsung di sana itu akan memengaruhi kehidupan kita.
Namun, nampaknya, kedudukan Jakarta sebagai pusat Indonesia itu akan segera berakhir. Indonesia akan memiliki pusat baru. Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ), yang berisi ketentuan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN).
Meskipun demikian, perubahan status Jakarta yang tidak lagi menjadi Ibu Kota masih menunggu keputusan presiden (keppres). Keppres tersebut akan mengatur pemindahan Ibu Kota Indonesia dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara.
ADVERTISEMENT
Undang-undang DKJ, juga keppres yang akan menyusul tersebut, memberikan kepastian bahwa ibu kota negara Indonesia akan berpindah, dari yang sebelumnya berada di pulau Jawa bergeser ke pulau Kalimantan.
Dalam kaitannya dengan pusat nasional, pergeseran ibu kota negara itu tidak semata merupakan pergeseran fisik, melainkan juga akan diikuti oleh pergeseran imajinasi dan ingatan masyarakat tentang pusat bangsa Indonesia.
Pergeseran imajinasi ini memiliki sejumlah konsekuensi. Pertama, ia potensial menggeser pemaknaan mengenai dikotomi antara Jawa dan luar Jawa yang selama ini berkembang kuat sebagai sebuah perspektif, entah disadari atau tidak disadari. Dikotomi Jawa dan luar Jawa sendiri merepresentasikan dua kekuatan yang saling bersaing. Jawa sebagai pusat dan luar Jawa sebagai pinggiran.
Dan pergeseran ibu kota akan menggeser pandangan tersebut, yang mana para pengampu kebijakan akan melihat Indonesia dengan menempatkan Kalimantan, yang selama ini tergolong sebagai luar Jawa, sebagai pusat. Di sisi lain, Jawa akan menjadi bagian dari pinggiran Indonesia, sesuai dengan letak wilayahnya.
ADVERTISEMENT
Pergeseran cara pandang mengenai pusat dan pinggiran ini memiliki konsekuensi meta-kognitif, terkait cara berpikir dan pengambilan keputusan para pemimpin nasional. Mereka potensial untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang tidak jawasentris lagi, namun lebih mempertimbangkan keberagaman kebutuhan masyarakat, khususnya di luar Jawa.
Kedua, masyarakat secara umum juga akan mengimajinasikan pusat Indonesia adalah kalimantan, luar Jawa. Bagi masyarakat luar Jawa, ini bisa jadi merupakan kabar yang menggembirakan. Paling tidak, itu kesan awal yang dirasakan, walaupun ia imajinasi demikian sulit menggusur imajinasi tentang ketimpangan yang sudah mengkerak sebelumnya. Sehingga, mereka sulit membangun optimisme baru secara serta merta.
Imajinasi pusat Indonesia yang berubah ini, juga akan diikuti oleh pergeseran perhatian mereka, yang mana secara perlahan pusat perhatian publik juga akan bergeser ke IKN. Lebih dari itu, perilaku mereka juga akan mengikutinya.
ADVERTISEMENT
Selama ini, karena imajinasi pusat Indonesia adakah Jawa, maka orang pun berbondong-bondong merantau ke Jawa. Sehingga, penduduk, uang, pembangunan, dan lain sebagainya perpusat di Jawa. Konsekuensinya, beragam usaha untuk memutus ketimpangan Jawa dan luar Jawa sulit untuk dilakukan, karena ada imajinasi keindonesiaan yang menghambat hal tersebut.
Dengan pergeseran imajinasi ini, mungkin arah mobilitas masyarakat Indonesia akan bergeser. Tidak lagi berpusat ke Jawa, namun ke daerah-daerah lainnya. Apalagi, ada kecenderungan, banyak titik pertumbuhan ekonomi baru di berbagai wilayah. Kita berharap, perubahan arah mobilitas penduduk ini akan berdampak pada kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik yang lebih adil serta merata.
Ketiga, pergeseran imajinasi pusat Indonesia juga akan berpengaruh pada identitas nasional masyarakat Indonesia. Ia akan mendorong dan memfasilitasi masyarakat untuk mendefinisikan ulang diri mereka sebagai orang Indonesia. Ada identitas nasional baru dari pergeseran lokasi ibu kota ini.
ADVERTISEMENT
Bagi orang Jawa, yang selama ini terasa dekat, dan mereka merasa menjadi bagian di dalamnya, kini mereka cenderung melihat Indonesia terasa lebih jauh dari sebelumnya. Namun, perasaan serasa jauh itu relatif tidak begitu terasa, karena Jawa masih menjadi pusat ekonomi, politik, dan budaya di Indonesia. Ini akan terus bertahan karena jumlah penduduknya yang besar, juga karena pembangunan berbagai fasilitas hidup yang lebih maju sebagai warisan dari posisi Jawa sebagai pusat Indonesia pada masa sebelumnya.
Adapun masyarakat luar Jawa, khususnya yang berada di sekitar IKN, mereka akan merasakan yang sebaliknya, merasa menjadi lebih dekat dengan Indonesia. Kedekatan demikian menyebabkan mereka merasa lebih terhubung dengan bangsa Indonesia, menggantikan perasaan yang selama ini merasa terabaikan. Masyarakat di luar pun, mungkin juga akan merasa lebih dekat dengan Indonesia dibanding masa sebelumnya, karena persepsinya sebagai bagian dari luar Jawa.
ADVERTISEMENT
Semoga, pergeseran konstruksi imajinasi masyarakat tentang pusat Indonesia ini menjadi tonggak penting dalam memperkuat jalinan kebangsaan dan persatuan. Ia dapat mempererat ikatan persatuan, meningkatkan kebanggaan dan memperkuat identitas nasional masyarakat. Lebih dari itu, ia juga harapkan dapat memperkuat rasa kebersamaan, solidaritas, dan cinta tanah air yang akan mendorong kita untuk terus membangun bangsa secara bersama-sama.