Konten dari Pengguna

Wakil Rakyat Selebritis

Sartana
Dosen Psikologi Sosial di Departemen Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
19 April 2024 15:42 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sartana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Artis yang nyaleg melalui partai PDIP. Foto: Rafyq Alkandy/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Artis yang nyaleg melalui partai PDIP. Foto: Rafyq Alkandy/kumparan
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil perhitungan suara sementara, tercatat ada 22 artis yang berpeluang lolos menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode kerja 2024-2029. Mereka akan berkantor di Senayan dan menjadi wakil rakyat. Mereka akan mengemban amanah untuk menyerap dan memperjuangkan aspirasi kita, rakyat.
ADVERTISEMENT
Dalam kaitannya dengan demokrasi sebagai sistem perwakilan politik, ada beberapa pertanyaan yang perlu kita jawab terkait fenomena tersebut. Pertama, mengapa mereka bisa terpilih sebagai wakil rakyat?
Lalu, apakah sebagai anggota legislatif mereka dapat mewakili dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat? Selanjutnya, bagaimana pengaruh keberadaan mereka di gedung DPR terhadap kehidupan masyarakat di masa depan?
Perihal keterpilihan mereka sebagai wakil rakyat relatif mudah untuk dijelaskan. Mereka adalah kelompok masyarakat yang memiliki modal lebih dari cukup untuk memengaruhi masyarakat, seperti modal sosial, penampilan atau ekonomi.
Secara khusus, Archer dkk (2020) mengatakan bahwa selebriti memiliki tingkat kekuasaan epistemik yang signifikan. Dalam arti, mereka memiliki kekuatan untuk memengaruhi mengenai apa yang dipercayai oleh publik. Dengan modal ini, beberapa selebriti yang sedang naik daun dapat dengan mudah mendulang suara.
ADVERTISEMENT
Selain karena beragam modal tersebut, mereka dapat dengan mudah melenggang menjadi wakil rakyat juga karena mendapat perlakuan yang cenderung istimewa dari partai politik. Sebagai satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan untuk merekrut dan mencalonkan orang tertentu sebagai wakil rakyat, dalam dua dekade terakhir, partai politik membuka karpet merah lebar-lebar untuk para selebritis.
Sayangnya, proses rekrutmen para selebritis oleh partai politik ini cenderung didasarkan semata pada kepentingan praktis belaka. Beberapa riset menunjukkan bahwa partai politik merekrut para selebritis sebagai wakil rakyat bukan karena kapasitas kepemimpinan, ideologi, maupun aktivisme politik yang mereka lakukan, melainkan semata karena alasan elektabilitas.
Misalnya, studi yang dilakukan Darmawan (2015) menyimpulkan bahwa banyaknya partai politik yang mencalonkan anggota DPR dari kalangan selebritis karena perubahan sistem Pemilu yang lebih menekankan pada pemasaran figur. Selain itu juga karena meningkatnya pragmatisme partai politik dalam Pemilu 2009 dan 2014
ADVERTISEMENT
Studi lain yang dilakukan Aza Rifda Khamimiya dkk (2023) mengkonfirmasi sekaligus memperjelas hasil studi tersebut. Temuan riset ini menunjukkan bahwa partai memilih calon legislatif dari selebritis lebih karena modal sosial yang mereka miliki. Partai meyakini para selebriti memiliki pengaruh, kekuasaan, popularitas yang dapat memengaruhi masyarakat dan dapat meningkatkan elektabilitas partai.
Berbagai temuan itu menunjukkan bahwa terpilihnya para selebritis sebagai wakil rakyat menandai kuatnya nilai-nilai pragmatisme dalam praktik politik di Indonesia. Para politikus dan petinggi partai cenderung menekankan kepentingan praktis dalam mengambil keputusan-keputusan politik. Mereka tidak dibimbing oleh ideologi atau visi besar kebangsaan yang seharusnya menjadi jalan dan tujuan perjuangan sebuah partai politik.
Mengingat proses rekruitmen yang mengabaikan asas kelayakan tersebut, muncul pertanyaan yang penting untuk dijawab: sanggupkah para wakil rakyat selebritis tersebut mengemban amanah mewakili dan memperjuangkan aspirasi masyarakat?
ADVERTISEMENT
Dalam sistem demokrasi, wakil rakyat memiliki peran untuk memastikan semua aspirasi dan kepentingan masyarakat dapat diwakili dan diimplementasikan lewat berbagai kebijakan publik. Sehingga, idealnya, para wakil rakyat terpilih merepresentasikan beragam kelompok sosial yang ada di masyarakat, supaya mereka memahami kelompok yang diwakili.
Misalnya, kelompok buruh diwakili oleh tokoh buruh, karena mereka lebih paham persoalan buruh. Masyarakat petani diwakili oleh tokoh petani, masyarakat nelayan diwakili oleh nelayan dan sebagainya.
Namun faktanya kondisi ideal demikian masih jauh panggang dari api. Banyak kelompok masyarakat tidak memiliki wakil di lembaga legislatif. Termasuk kelompok masyarakat yang komposisi mereka dalam struktur sosial masyarakat Indonesia relatif dominan, misalnya kelompok petani, nelayan, atau pedagang kecil.
Di sisi lain, beberapa kalangan masyarakat justru memiliki banyak wakil di lembaga legislatif, meskipun mereka tidak tergolong kelompok sosial yang dominan di masyarakat. Salah satunya adalah kalangan selebritis. Hanya sedikit masyarakat yang menjadi selebritis, tetapi banyak wakil rakyat dari kelompok ini.
ADVERTISEMENT
Ketimpangan demikian kemudian memunculkan pertanyaan, apakah para selebritis ini akan dapat menangkap dan memperjuangkan aspirasi masyarakat petani, buruh, pedagang, atau kelompok masyarakat lainnya?
Sedikit riset yang mengukur tentang kinerja wakil rakyat selebritis tersebut. Kajian Rieka Mustika dan Arifianto (2018), yang menyimpulkan bahwa secara substansial keberadaan wakil rakyat dari kalangan selebritis ini tidak berdampak positif bagi masyarakat konstituen yang diwakilinya. Mereka masih belum bisa memberikan nilai guna yang bersifat permanen terhadap masyarakat.
Selain itu, Direktur Eksekutif Indobarometer, Mohammad Qodari, juga menilai bahwa mayoritas wakil rakyat selebriti sekadar berperan sebagai vote getter. Hanya sedikit dari mereka yang memiliki kiprah menonjol dalam mewakili masyarakat, misalnya Nurul Arifin dan Rieke Dyah Pitaloka (detik.com).
Melihat berbagai kajian yang ada dan rekam jejak kinerja artis sebelumnya, kita relatif pesimis bahwa para wakil rakyat selebriti tersebut akan mampu memainkan peran ideal sebagai wakil rakyat. Sulit bagi kita untuk yakin bahwa mereka akan mampu menjadi corong suara rakyat, agen yang dapat mendorong dan memperjuangkan kebijakan yang pro rakyat.
ADVERTISEMENT
Namun, kita juga tidak dapat menolak keterpilihan mereka sebagai anggota legislatif. Karena, semua masyarakat memiliki hak politik yang sama untuk memilih dan dipilih sebagai wakil rakyat.
Pada akhirnya, kita sendiri yang harus aktif menyuarakan aspirasi, harapan, dan kepentingan kita. Meskipun sulit, koor panjang suara rakyat yang didengungkan secara terus menerus, kadang dapat menjebol telingan kekuasaan yang sering kali tuli aspirasi murni masyarakat.