Kisah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa di Masa Pandemi

Sartono Hendrarso
Seorang Diplomat Muda yang merupakan bagian dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
Konten dari Pengguna
20 Mei 2022 14:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sartono Hendrarso tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
‘Patah hati’ adalah kata yang tepat untuk menggambarkan pandemi bagi Ika, seorang guru prasekolah di salah satu sekolah swasta, Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
9 tahun dalam kesehariannya bekerja adalah menyambut murid-muridnya menuju kelas di pagi hari, menyapanya sambil memberikan tos tangan kecil, belajar dan berbicara tentang hal-hal yang mereka suka, bermain, menari, tertawa dan tak pernah luput menyambut tangan-tangan kecil itu ketika membutuhkan bantuan, bahkan memeluk mereka untuk memberikan rasa nyaman ketika orangtua pergi setelah mengantar mereka ke sekolah.
Interaksi manis yang membuatnya selalu bersemangat untuk berangkat bekerja setiap hari itu seketika hilang. Wajah-wajah menggemaskan murid-muridnya hanya tampak pada sepetak layar, suara dan tawa mereka terdengar hanya sayup-sayup lewat speaker laptop. Tidak ada lagi waktu bercanda dan tertawa ketika jam istirahat makan siang, tidak ada lagi gandengan tangan berjalan beriringan untuk bermain di taman bermain sekolah. Patah hati.
ADVERTISEMENT
Hal seperti ini tidak pernah dibayangkan sebelumnya oleh Ika. Namun realita pandemi ini memukulnya keras dan seakan merampas energi dan kebahagiaan yang ia dapat dari interaksi dengan murid-muridnya seketika. Sekolah memang berkelanjutan seperti biasa, tapi momen dan interaksi belajar mengajar yang dirasakan dan harus dijalani sudah tidak lagi sama. Bahkan murid-muridnya pun belum paham ketika di pagi hari itu mereka hanya diminta bangun, sarapan, duduk di depan meja mungil di salah satu sudut kamarnya dan membuka laptop alih-alih berangkat ke sekolah.
1 minggu pertama wajah-wajah bingung itu masih tampak pada layar. Dan Ika tidak henti-hentinya mencoba memberikan pemahaman dengan kata-kata yang sederhana. Bahwa, saat ini hal terbaik yang bisa kita semua lakukan adalah, tinggal dan belajar dari rumah, karena kesehatan masing-masing dari kita semua adalah yang utama.
ADVERTISEMENT
Berita kematian pada beberapa bulan pertama berseliweran lewat layar kaca dan media sosial. Membuat ketakutan pada dirinya sendiri, pada keselamatan dan kesehatan dirinya, keluarganya, teman-temannya, dan murid-muridnya. Seakan tinggal di dalam ruangan yang aman sekalipun tetap membuat kecemasan dan ketakutan itu begitu kuat terasa. Hati dan pikirannya seakan bertabrakan mencari cara untuk tetap waras, tetap merasa aman, nyaman dan bahagia dalam menjalani hari-hari kedepannya. Untuk tetap ‘hidup’ ditengah semua kesulitan dan keterbatasannya.
Cukup lama bagi Ika untuk menata emosi dan menyesuaikan pada suasana dan ritme baru dalam bekerja, menyapa dan belajar bersama murid-muridnya. Tapi ia sadar, bahwa perasaan kalut ini tidak boleh berlangsung lebih lama. Karena kelak justru perasaan itulah yang Ika percaya akan tersampaikan pada murid-muridnya. Dan hal itu jelas yang bukan hal yang ia inginkan. Tegar dan tetap tersenyum, adalah hal yang Ika pilih, seberat apapun. Demi murid-muridnya.
ADVERTISEMENT
Ika memutuskan bahwa pandemi dan semua ketakutan ini tidak boleh dirasakan oleh murid-muridnya. Ini tidak boleh menjadi hambatan bagi murid-muridnya untuk mendapatkan pengalaman belajar dengan cara yang menyenangkan. Ia tidak ingin murid-muridnya merasakan ketakutan yang sama dengan apa yang ia rasakan. Ia harus membuat ‘ruangan’ belajarnya menjadi tempat ternyaman dan tetap bisa membuat mereka semua bahagia belajar bersama di dalamnya.
Ika berusaha untuk bangkit dan membuat strategi kelas baru dalam menyambut anak-anaknya belajar di pagi hari. Bermain petak umpet lewat jendela-jendela aplikasi zoom, menggunakan fitur filter wajah dengan karakter yang lucu dan latar belakang yang menarik suka ia gunakan untuk menarik perhatian murid-muridnya. Ika mengenalkan kembali fitur-fitur utama pada aplikasi yang mereka gunakan dalam belajar seperti mematikan speaker dan menyalakan kamera agar wajah mereka tampak jelas terlihat. Ia juga mengenalkan kembali aturan-aturan dalam belajar mengajar virtual, salah satunya jarak sehat mereka berada di depan layar dan mengingatkan bahwa laptop atau Ipad yang biasa mereka gunakan untuk bermain permainan secara virtual, sekarang bertambah fungsinya sebagai alat belajar. Dan murid pun harus mulai belajar membagi waktu dan fungsi dari penggunaan laptop dan Ipad mereka.
ADVERTISEMENT
Ika juga mengajak murid-muridnya untuk mengatur ruang belajar di kamar mereka yang bisa tetap membantu mereka fokus sekaligus nyaman dalam belajar, seakan mereka tetap berada di dalam kelas. Ika mengenalkan cara belajar yang baik dengan meletakkan laptop/Ipad pada meja, duduk di kursi ketika belajar, dan menutup pintu kamar ketika mulai belajar. Mainan? Tentunya tidak berada di meja belajar.
Hari-harinya yang biasa berkutat dengan menyiapkan alat-alat belajar di kelasnya, diganti dengan berjam-jam mendesain alat belajar digital yang mereka bisa gunakan ketika belajar. Ika mendesain poster-poster angka, huruf berwarna yang menarik, hingga alat belajar interaktif yang bisa mereka gunakan ketika belajar. Bersama dengan rekan kerjanya, Ika membuat paket belajar yang sering disebutnya ‘paket cinta’, yang berisi semua alat belajar dari poster yang bisa mereka tempel di ruang belajarnya, lembar kerja hingga bahan prakarya yang akan murid-murid gunakan setiap minggunya. Dan setiap akhir minggu, Ika dan rekan kerjanya bekerja dari sekolah sekaligus menyiapkan bahan-bahan paket belajar; mencetak dan menyiapkan semua lembarannya dalam paket-paket kecil untuk dititipkan pada pos keamanan sekolah, yang akan diambil nantinya oleh orangtua dan digunakan anaknya belajar.
ADVERTISEMENT
Ingin tetap nenyampaikan rasa sayangnya pada murid-muridnya, Ika dan rekan kerjanya juga tanpa henti menyelipkan ‘surat cinta’ pada paket belajar yang berupa kata-kata semangat belajar untuk muridnya, foto kelas yang bisa mereka simpan di meja belajarnya, mencetak stiker-stiker karakter kesukaan masing-masing murid, bahkan terkadang menjadi tukang pos yang menyampaikan pesan tertulis dari teman-teman mereka. Ika berusaha menjembatani perasaan-perasaan rindu antar murid-muridnya untuk bemain bersama dalam keadaan yang terbatas. Semampunya, sebaik yang ia bisa lakukan.
Tidak terasa 2 tahun pandemi sudah, rutinitas baru itu menjadi kesehariannya. Hangat sekali hatinya ketika orangtua murid menyampaikan bahwa, ‘paket cinta’ darinya adalah hal yang paling ditunggu-tunggu anaknya setiap akhir minggu. Bahwa alat-alat belajar yang dikirimnya lah, yang membuat anak-anak mereka tetap semangat belajar dan kemudian dengan bangga menempelkannya di dinding ruang belajarnya. Dan pernyataan bahwa anak-anak tetap menikmati proses belajar mereka yang baru ini dengan menyenangkan, adalah berita terbaik yang Ika dengar dalam kurun 2 tahun pandemi ini.
ADVERTISEMENT
Tentunya hal ini tidak luput dari dukungan dan kerjasama yang baik antara ia, rekan kerja, sekolah, murid dan orangtua murid-muridnya. Ika bersyukur bahwa ia memiliki visi dan misi yang sama dengan mereka dalam menjembatani proses belajar mengajar di masa pandemi ini. Dan diberikan kepercayaan yang besar untuk mencurahkannya lewat profesi yang sangat ia cintai.
Sangat tidak mudah tentunya bagi anak umur 5 tahun untuk memahami, menjalani dan ikut beradaptasi dengan cara baru mereka belajar. Dan tidak selalu juga, murid sekecil mereka ditemukan tetap duduk manis di depan layar hingga akhir jam belajar. Tapi Ika belajar hal baru dalam bersikap dan menata ekspektasi dan realita pada masa sulit ini. Bahwa ketika prioritas hidup terpaksa atau dipaksa berganti, bukan untuk dikutuk tapi untuk diadaptasi. Banyak toleransi yang harus diambil, demi menyelaraskan kebutuhan dan kewajiban yang bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga demi kebaikan dan kenyamanan orang lain. Dan bukannya, keberhasilan kita semua melewati masa sulit pandemi ini adalah dengan bisa menjaga hati kita untuk tetap bisa mencari hal-hal baik sekecil apapun, merasa tetap bahagia, nyaman dan aman? Optimis! Semua pada akhirnya akan menjadi baik-baik saja..
ADVERTISEMENT
Perasaan yang Ika rasakan sebagai seorang pendidik tentunya dirasakan juga oleh pendidik-pendidik lainnya dimanapun mereka berada. Maka, lewat tulisan ini, saya ingin menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya, atas semua bentuk rasa cinta yang tidak pernah berhenti diberikan oleh semua pendidik negeri pada murid-murid mereka, anak-anak kita, generasi bangsa ini. Semoga semangat, rasa cinta dan syukur itu tidak terhenti meski pandemi ini berakhir.