Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Merayakan (Kembali) Menjadi Indonesia
19 November 2023 9:13 WIB
Tulisan dari Sasi Hemawardhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Suatu pagi di penghujung musim dingin di Belgia, sebuah pesan WA masuk ke telepon genggam saya.
ADVERTISEMENT
Tanpa basa-basi, setelah memperkenalkan diri, Ibu Ratna langsung menjelaskan maksud dan tujuannya menghubungi saya.
Saat itu memang kasus COVID-19 sedang tinggi-tingginya bukan hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Hampir semua negara melakukan pembatasan untuk masuknya WN asing ke negara mereka, termasuk Indonesia, sehingga WN asing seperti Ibu Ratna tentu kesulitan untuk berkunjung ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Saya menutup percakapan siang itu dengan Ibu Ratna.
Ketika Ibu Ratna menghubungi, saya baru sebulan bertugas di Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI Brussel, banyak hal yang harus saya pelajari terutama berbagai peraturan kekonsuleran. Kasus Bu Ratna ini termasuk kasus yang jarang ditemui di KBRI Brussel sehingga saya harus benar-benar menggali dari berbagai sumber temasuk koordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) sebagai focal point yang menangani terkait isu kewarganegaraan.
Keesokan harinya setelah mendapat arahan pimpinan untuk menindaklanjuti kasus Bu Ratna, saya segera koordinasi dengan Kemenkum HAM dan diperoleh informasi bahwa Bu Ratna memerlukan surat keterangan dari Kedubes Belanda yang menyatakan bahwa setelah Ibu Ratna resmi menjadi WNI maka kewarganegaraan Belanda-nya otomatis batal—karena Indonesia tidak mengenal kewarganegaraan ganda. Segera saya sampaikan pesan tersebut ke Ibu Ratna.
ADVERTISEMENT
Dokumen tersebut ternyata hanyalah satu di antara sekian banyak dokumen administrasi yang harus dipenuhi sebagai syarat kembali menjadi WNI, baik dokumen yang dikeluarkan Kedubes Belanda maupun dokumen yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia seperti Kemenkum HAM, Dukcapil, dan KBRI Brussel.
Sejak itu, sambil mengerjakan pekerjaan lainnya, hari-hari saya dipenuhi dengan koordinasi dengan berbagai pihak untuk mengawal proses Ibu Ratna kembali menjadi WNI.
Enam bulan berlalu sejak Ibu Ratna pertama kali menghubungi saya, akhirnya ada secercah harapan.
Ya, dokumen tersebut memang salah satu syarat penting untuk membuktikan bahwa Ibu Ratna sudah tidak lagi menjadi WN Belanda dan sepenuhnya menjadi WNI.
Akhirnya saya buatkan janji agar Ibu Ratna bisa datang ke KBRI Brussel untuk membuat paspor sebagai dokumen resmi yang membuktikan bahwa Ibu Ratna sudah sah menjadi WNI.
ADVERTISEMENT
15 September 2021, Ibu Ratna datang ke KBRI Brussel untuk membuat paspor Indonesia, dimulai dengan mengucap sumpah dan janji setia sebagai WNI, dilanjutkan verifikasi dokumen, pengambilan foto, dan rekam biometrik.
Seminggu kemudian, Ibu Ratna kembali datang ke KBRI Brussel untuk mengambil paspornya yang sudah jadi. Hari itu Ibu Ratna mengenakan baju bernuansa merah putih dengan atasan kebaya encim berwarna merah dan celana putih.
ucapnya ketika memegang paspornya untuk pertama kali sambil membolak-balik halamannya.
Hari itu, Ibu Ratna rupanya tidak sendiri datang ke KBRI. Beberapa teman turut mendampinginya dengan membawa berbagai kue dan minuman. Ibu Ratna bahkan memesan nasi tumpeng sebagai bentuk rasa syukur di hari penting dalam hidupnya. Setelah dipimpin doa oleh salah satu staf KBRI, kami lalu bersama-sama menyantap berbagai kudapan sembari bertukar cerita. Perayaan yang sederhana namun penuh makna.
Ibu Ratna menjadi WN Belanda sejak 1999 karena menikah dengan suaminya yang berkewarganegaraan Belanda. Pada 2007, suaminya meninggal dan sejak saat itu Ibu Ratna berkeinginan untuk kembali menjadi WNI. Pada 2019, Ibu Ratna memulai proses untuk kembali menjadi WNI karena ingin membuka lembaran baru dan lebih dekat dengan keluarga besarnya di daerah asalnya, Batu, Malang.
ADVERTISEMENT
Proses yang dilalui Ibu Ratna untuk kembali menjadi WNI memang tidak mudah karena berbagai persyaratan yang harus dipenuhi. Namun karena keinginannya yang kuat dan didukung kerja sama berbagai pihak maka keinginannya akhirnya bisa terwujud.
Saya belajar dari Ibu Ratna bahwa status kewarganegaraan Indonesia yang mungkin kita anggap biasa karena sudah melekat di diri kita, bagi orang lain seperti Ibu Ratna, harus melalui perjuangan untuk mendapatkannya kembali.
Saya juga belajar bahwa tugas diplomat untuk melakukan pelindungan terhadap WNI sesuai amanat konstitusi UUD 1945 tidak selalu berupa pelindungan fisik namun juga memastikan warga dapat memperoleh hak-haknya, termasuk pemenuhan hak administrasi. (SH)