Kisah Bumi, Pandemi, dan Si Biang Keladi

Savira aulia dwi fahreza
Mahasiswa prodi biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
25 Februari 2023 18:34 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Savira aulia dwi fahreza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Bumi. Foto: NASA
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bumi. Foto: NASA
ADVERTISEMENT
Kalian tahu tidak sih, di balik bumi kita yang modern dengan industri yang terus berevolusi cepat, ternyata menimbulkan banyak kerusakan di bumi. Pencemaran yang merajalela di segala ekosistem, tak terkecuali pencemaran udara. Kalian sadar kan udara sekarang sudah tidak sesegar udara saat kita kecil, selain karena lahan hijau yang diganti dengan perumahan, ternyata faktor tentang kandungan senyawa di atmosfer juga jadi faktor penting pencemaran udara.
ADVERTISEMENT

Kapan sih awal mula pencemaran udara di bumi?

Revolusi industri Inggris pada akhir abad ke-18 menjadi awal mula emisi gas rumah kaca mulai membaur di atmosfer. Hal ini terjadi karena pergantian tenaga manusia dengan mesin-mesin. Setiap mesin tersebut menghasilkan gas buangan sisa proses industri sebagai cikal bakal pencemaran udara. Contohnya penggunaan mesin uap sebagai tenaga penggerak kereta di bawah ini.

Apa sih sebenarnya pemanasan global?

Pemanasan global adalah kondisi peningkatan suhu permukaan bumi karena efek rumah kaca yang berlebihan. Penelitian mengenai efek rumah kaca pertama kali dilakukan pada tahun 1824 dipelopori oleh ilmuwan asal Prancis Joseph Fourier. Sejatinya efek rumah kaca berperan penting menjaga temperatur bumi dalam keadaan normal (± 30°C). Bumi tanpa pantulan dari energi panas tersebut akan menjadi suatu permukaan sangat dingin yang diselimuti oleh salju tebal. Gak kebayang kan gimana kalau kita semua hidup layaknya suku Eskimo di kutub utara bumi? Pasti dingin banget kaya sikap dia, upss!
ADVERTISEMENT
Gas efek rumah (CO2, CH4, N2O) memiliki sifat yang mengikat energi panas. Jika jumlahnya berlebihan di udara, gas ini otomatis menyerap panas lebih banyak dari seharusnya sehingga menyebabkan suhu bumi memanas secara berangsur-angsur.

Penyebab dan dampak pemanasan global

Pola gelombang tekanan yang mengitari planet Bumi. Foto: Hamilton dan Sakazaki/American Meteorological Society
Kalian pasti tahu lah ya siapa yang paling berperan dalam seluruh kerusakan di bumi. Kalau ada award tentang makhluk paling perusak bumi, pasti manusia jadi pemenangnya. Setiap hari manusia menyumbang zat dari seluruh bentuk pencemaran di bumi. Tak luput dari penyebab pemanasan global, peran si biang keladi ini sangat penting, loh. Terlalu banyaknya gas rumah kaca dari berbagai aktivitas manusia terperangkap di atmosfer menyebabkan efek rumah kaca sebagai penyebab utama pemanasan global.
ADVERTISEMENT
Suhu bumi menjadi memanas, pemanasan ini lebih terlihat di udara dingin dengan pencairan es karena suhu di bawah titik beku seperti di kutub utara dan kutub selatan. Gletser (gunung-gunung es) mencair menyebabkan volume air laut bertambah dan terendamnya dataran rendah di bumi. Ekosistem di kutub pun terganggu. Gletser sebagai daerah hidup hewan kutub semakin kecil, otomatis area berburu mereka pun semakin kecil, yang bisa menyebabkan kematian ekosistem dan kepunahan spesies makhluk hidup.

Bumi saat pandemi

Jika kita kembali mengulas tentang pandemi Covid-19 di tahun 2019, menyisakan banyak kisah pilu tentang banyaknya korban tewas, matinya ekonomi global, keluarga kelaparan akibat PHK besar-besaran, dan hal-hal menyedihkan tentang kehilangan orang tersayang. Di balik sisi buruk ini, ternyata pandemi juga merupakan fenomena yang mungkin akan membuat kita menyadari betapa besar kita sudah merusak alam.
ADVERTISEMENT
Kondisi bumi sebelum pandemi dinyatakan oleh World Meteorological Organization pada 2019 yang menyatakan bumi berada pada kondisi paling panas dalam sejarah. Tingginya konsentrasi GRK sebagai penyebab utamanya. Di tahun 2017, konsentrasi CO2 di atmosfer 405,6 ppm sebanding dengan meningkatnya suhu di bumi.
Kondisi bumi setelah pandemi, di mana banyaknya kebijakan negara tentang karantina di seluruh dunia membuat aktivitas manusia terhenti. Industri-industri yang setiap hari menyumbang polutan ke udara, asap kendaraan bermotor, semua berhenti sejalan dengan diadakannya lockdown di berbagai negara. China, sebagai negara asal Covid-19 yang pertama kali menerapkan lockdown, disusul oleh negara-negara Eropa seperti Italia, Prancis, Jerman, dan negara lainnya.
Pandemi memberikan kesempatan bagi bumi untuk beregenerasi dengan baik. Berhentinya sebagian besar aktivitas manusia membuat alam lebih terjaga dan seimbang. Rudiyanto (2020) CREA merilis data bahwa selama pandemi, Wuhan China sebagai kota industri mengalami penurunan tajam polutan NO2, dan kualitas udara naik hingga 11,4%. Polusi udara New York turun sebesar 50%, penurunan emisi NO2 juga terjadi di Spanyol, Inggris, dan Italia. Sedangkan Indonesia sendiri mengalami penurunan mencapai 18,2%. Banyaknya penurunan GRK di dunia berpengaruh langsung terhadap penurunan fenomena pemanasan global. Kondisi atmosfer bumi menjadi lebih baik.
ADVERTISEMENT
Kualitas udara di bumi dapat dilihat langsung dengan keruhnya langit karena polutan berlebih. Foto di atas merupakan kondisi langit Jakarta saat pandemi. Terlihat langit yang cerah menandakan sedikitnya kandungan polutan yang terkandung di dalamnya. Indah bukan langitnya? Namun, kondisi ini hanya berlangsung sementara, di mana saat beberapa negara sudah melonggarkan kebijakan lockdown atau pun kondisi bumi sekarang telah kembali pada kondisi sebelum pandemi, di mana polutan terus bertambah setiap harinya
Tanpa adanya penanggulangan terhadap pencemaran lingkungan, bisa jadi pandemi adalah saat terakhir kita menghirup udara segar dan melihat langit biru cerah siang hari di tengah perkotaan karena sedikitnya polutan.

Kita bisa mengatasi pemanasan global

Gletser Bionnassay, gletser terkecil dari kompleks Mont Blanc di Prancis, yang menyusut di bawah pengaruh pemanasan global. Foto: REUTERS/Yann Tessier
Dalam upaya mengurangi pemanasan global, hal yang bisa kita lakukan adalah dengan mengurangi faktor-faktor penyebabnya, seperti mengurangi pemakaian benda yang menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK), seperti lebih memilih bersepeda dibanding menggunakan kendaraan bermotor, memakai pendingin tanpa freon, mengganti bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, memperbaiki konsentrasi udara sekitar dengan reboisasi atau penanaman pohon secara mandiri.
ADVERTISEMENT
Coba deh lakukan semua itu dimulai dari lingkungan kecil sekitar kita. Seiring waktu, kamu pasti akan merasakan hidup di lingkungan yang lebih sehat dari sebelumnya.
Salam lestari! Salam konservasi!