Konten dari Pengguna

Melihat Resistensi Visual dalam Demonstrasi Peringatan Darurat

Maulida
Alumni Kajian Budaya dan Media UGM. Penulis dan peneliti, tinggal di Rote Ndao, NTT.
3 September 2024 16:09 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maulida tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi demonstrasi (sumber: shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi demonstrasi (sumber: shutterstock)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di era komunikasi digital, gerakan sosial semakin beralih ke platform online untuk menyuarakan perbedaan pendapat, meningkatkan kesadaran, dan memobilisasi tindakan. Salah satu contohnya adalah penggunaan poster digital dan aktivisme hashtag dalam protes terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada, beberapa waktu lalu yang disinyalir sebagai bentuk anulir putusan MK terhadap batasan umur calon kepala daerah.
ADVERTISEMENT
Sebagai tanggapannya, para aktivis dan masyarakat yang peduli memanfaatkan media sosial, khususnya melalui poster digital dan kampanye hashtag strategis, untuk membangun momentum menentang RUU tersebut.
Lalu bagaimana peran poster digital maupun aktivisme hashtag berfungsi sebagai alat yang ampuh untuk melakukan perlawanan visual dalam protes RUU Pilkada, memperkuat suara masyarakat dan membentuk wacana publik? 
Munculnya Alat Protes Digital 
Pesatnya pertumbuhan media sosial pada dasarnya telah mengubah cara masyarakat melakukan pergerakan yang terorganisir dan dipublikasikan di saat yang sama.
Di Indonesia, dimana penetrasi internet dan penggunaan media sosial tinggi, platform seperti X atau Twitter, Instagram, dan Facebook telah menjadi pusat aktivisme modern. Poster digital—yang merupakan representasi grafis dari pesan protes, yang sering kali menggabungkan gambar, teks, dan simbol—muncul sebagai media populer untuk menyampaikan perbedaan pendapat terhadap RUU Pilkada. Karya seni digital ini mudah dibagikan, mencolok secara visual, dan mampu menyampaikan pesan politik yang kompleks dalam sekejap. Mereka sering kali menampilkan tipografi yang berani, citra yang kuat, dan simbol ikonik yang disukai khalayak luas.
ADVERTISEMENT
Hashtag, di sisi lain, berfungsi sebagai satu cara untuk mengamplifikasi sekaligus mengumpulkan pesan para pengguna dan memperkuat visibilitas gerakan tersebut.
Dengan menciptakan narasi yang kohesif seputar hashtag tertentu, para aktivis mampu menarik perhatian terhadap isu-isu seputar RUU Pilkada, memobilisasi pendukung, dan menumbuhkan rasa solidaritas di antara para peserta. Tagar seperti #KawalPutusanMK, #PeringatanDarurat dan #TolakPilkada Akal2an menjadi seruan bagi gerakan ini. Ia secara efektif mengorganisir wacana online dan mengarahkan sentimen masyarakat terhadap RUU tersebut.
Poster Digital sebagai Resistensi Visual
Poster digital berperan penting dalam protes RUU Pilkada dengan memberikan representasi visual perlawanan. Berawal dari poster Peringatan Darurat dengan latar belakang biru dengan gambar burung Garuda yang dibagikan oleh akun @budibukanintel, menurut riset dari Drone Emprit, poster tersebut kemudian tersebar dengan cepat di kalangan artis, tokoh masyarakat, dan aktivis.
ADVERTISEMENT
Poster ini kemudian dimodifikasi sejumlah seniman digital dengan berbagai bentuk narasi dan gambar dengan suara dan pesan yang sama yakni mengawal putusan MK.
Dalam riset tersebut, disebutkan bahwa nyaris tidak ada suara kontra dalam menanggapi isu anulir putusan MK. Tagar #KawalPutusanMK bahkan menjadi trending topic nomor 1 dinseluruh dunia kala itu. Masyarakat terlihat kuat dan bersatu dalam mengawal putusan MK.
Berbeda dengan bentuk seni protes tradisional, poster digital tidak memerlukan kehadiran fisik atau proses produksi yang mahal. Siapa pun yang memiliki akses ke perangkat lunak desain grafis atau bahkan aplikasi seluler sederhana dapat membuat dan membagikan pesan visual ini.
Demokratisasi seni dalam aksi protes ini memungkinkan representasi suara yang lebih inklusif dan beragam dalam gerakan, di mana individu dan kelompok dapat mengekspresikan perspektif dan keprihatinan mereka yang unik mengenai RUU Pilkada. Sifat visual poster digital juga membuatnya efektif dalam menarik perhatian dan membangkitkan respons emosional. Dengan semakin jenuhnya informasi di media sosial, konten yang menonjol secara visual lebih besar kemungkinannya untuk diperhatikan dan dibagikan. Poster digital, dengan gambaran yang kuat dan pesan yang ringkas, memberikan cara yang mudah diakses dan berdampak bagi para aktivis untuk mengkomunikasikan pendirian mereka terhadap RUU Pilkada. Selain itu, poster-poster ini sering kali lebih dari sekadar oposisi, namun juga menawarkan visi tentang nilai-nilai demokrasi dan hak-hak warga negara yang dianggap terancam.
ADVERTISEMENT
Aktivisme Hashtag: Membangun Gerakan Secara Online 
Meskipun poster digital memberikan bentuk visual protes, aktivisme hashtag adalah mesin yang mendorong keterlibatan dan diskusi online. Tagar seperti #KawalPutusanMK #PeringatanDarurat, menjadi titik kumpul virtual para aktivis, jurnalis, hingga masyarakat awam. Tagar ini memiliki banyak tujuan: membantu meningkatkan kesadaran mengenai putusan MK dan RUU tersebut, menyebarkan informasi tentang potensi dampaknya, dan memobilisasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam protes dan aksi offline.
Aktivisme hashtag juga memungkinkan penyebaran informasi secara cepat, melewati penjaga gerbang media tradisional. Hal ini penting khususnya dalam kasus RUU Pilkada, dimana terdapat kebutuhan untuk melawan narasi pro-pemerintah dan memberikan sudut pandang alternatif. Melalui media sosial, para aktivis dapat menjangkau khalayak yang lebih luas dan mempengaruhi opini publik secara real time. Penggunaan hashtag yang sedang tren juga menciptakan rasa urgensi, mendorong lebih banyak orang untuk bergabung dalam diskusi dan mengambil tindakan terhadap usulan undang-undang tersebut.
ADVERTISEMENT
Dampak Strategi Protes Digital 
Kombinasi poster digital dan aktivisme hashtag terbukti menjadi strategi efektif dalam aksi protes RUU Pilkada. Alat-alat ini tidak hanya membantu memobilisasi opini publik namun juga menekan para pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan kembali RUU tersebut. Visibilitas dan jangkauan kampanye digital menunjukkan potensi aktivisme online dalam mempengaruhi hasil politik, khususnya dalam masyarakat yang terhubung secara digital seperti Indonesia. Selain itu, protes RUU Pilkada menggarisbawahi pentingnya literasi digital dan kreativitas dalam aktivisme modern. Kemampuan untuk membuat konten visual yang menarik dan membuat hashtag yang menarik telah menjadi keterampilan penting bagi para aktivis di era digital. Hal ini memungkinkan mereka untuk membingkai narasi, mengontrol wacana, dan menginspirasi tindakan kolektif dengan cara yang tidak mungkin dilakukan pada era protes sebelumnya. 
ADVERTISEMENT
Demonstrasi Kawal Putusan MK pada akhirnya memberikan contoh bagaimana poster digital dan aktivisme hashtag dapat menjadi alat yang ampuh untuk melakukan perlawanan visual dan mobilisasi online. Di dunia di mana platform digital semakin banyak membentuk opini publik dan keterlibatan politik, alat-alat ini memberikan jalan baru untuk mengekspresikan perbedaan pendapat, membangun solidaritas, dan mempengaruhi kebijakan. Seiring dengan terus berkembangnya aktivisme digital, penting bagi gerakan-gerakan untuk berinovasi dalam penggunaan strategi visual dan tekstual agar dapat mengkomunikasikan pesan-pesan mereka secara efektif dan mencapai tujuan mereka.