Konten dari Pengguna

Kisah Sedih di Twitter Menjadi Pola Modus Penipuan

sayidira rahim
Uin Syarif Hidayatullah
19 Juni 2024 6:09 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari sayidira rahim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Vecteezy
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Vecteezy
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Media sosial Twitter (kini dikenal sebagai X) merupakan platform berbagi informasi dan menjelma sebagai panggung kisah sedih yang sering kali viral pada era digital ini. Beberapa tahun kebelakang muncul fenomena mengkhawatirkan dari kemudahaan berbagi informasi di Twitter. Fenomena tersebut adalah penipuan berkedok narasi sedih untuk menarik simpati dan uang dari warganet. Media sosial Twitter menjadi sasaran empuk bagi para penipu. Modus operasi ini telah menjadi semakin populer dan menipu banyak orang dengan cerita pilu yang menguras emosi. Fenomena ini telah menjadi perhatian utama bagi banyak pengguna Twitter dan pihak berwenang karena semakin meningkatnya jumlah korban yang dirugikan.
ADVERTISEMENT
Pola Penipuan di Akun Twitter
Pola modus penipuan dimulai dengan akun Twitter yang membahikan cerita sedih dan meminta bantuan finansial dari para pembaca. Cerita-cerita ini sering melibatkan kesulitan keuangan, penyakit ganas, atau tragedi lainnya yang menimbulkan rasa iba dari para pembaca. Akun-akun ini kemudian menyertakan tautan untuk berdonasi atau mentransfer uang dengan dalih membantu mengatasi krisis yang mereka hadapi. Sayangnya, banyak dari cerita-cerita ini ternyata palsu dan hanya bertujuan untuk mengumpulkan uang dari para korban yang termakan cerita sedih tersebut. Para penipu ini sering menggunakan gambar dan detail yang meyakinkan untuk membuat narasi mereka terlihat lebih meyakinkan. Mereka juga kerap memanipulasi emosi para pembaca dengan melebih-lebihkan atau bahkan membuat-buat situasi tragis demi memancing rasa iba dan empati.
ADVERTISEMENT
Gambar diatas merupakan salah satu thread penipuan yang akhirnya terungkap oleh akun @chocosoess. Modus penipuan di Twitter dengan narasi sedih bertujuan untuk memanipulasi emosi pengguna agar merasa empati dan tergugah untuk membantu. Penipu menggunakan cerita yang menyentuh hati, seperti kisah penderitaan, kesulitan finansial, atau masalah kesehatan, untuk menciptakan ikatan emosional yang kuat dengan calon korban. Dengan cara ini, mereka berharap pengguna akan tergerak untuk memberikan bantuan finansial, mengirimkan uang, atau bahkan membagikan informasi pribadi yang sensitif. Narasi yang penuh emosi ini dirancang untuk menurunkan kewaspadaan dan memanfaatkan sifat baik hati manusia, sehingga membuat penipuan lebih efektif dan sulit terdeteksi.
Kasus lain yang baru-baru ini terungkap adalah kisah Ibu Suherna dan anaknya, Rizal. Mereka awalnya menjadi viral dengan cerita pilu di mana Rizal digambarkan sebagai anak yang menderita sakit parah, sementara ibunya juga membutuhkan bantuan untuk pengobatan. Namun, investigasi yang dilakukan oleh akun Twitter @Little_secret9 bersama tim Teh Novi mengungkap fakta mencengangkan di balik kisah mengharukan tersebut. "Si ibu mengakui perbuatannya nipu orang dengan modus cerita sedih," tulis @Little_secret9. Lebih mengejutkan lagi, Rizal sendiri mengaku "disuruh ibunya buat akting kesakitan." Pengakuan ini membuka kebenaran bahwa kisah penderitaan yang semula menggugah empati masyarakat ternyata adalah skenario penipuan yang dirancang dengan cermat.
ADVERTISEMENT
Modus operasi semacam ini bukanlah hal baru yang dilakukan Ibu Suherna, Seorang netizen membagikan pengalamannya bertemu Ibu Suherna di RSUD Cengkareng pada tahun 2016. Kala itu, Ibu Suherna juga membawakan narasi serupa, mengklaim anaknya terkena kanker. "Waktu itu ga ngira bakal nipu sih soalnya anaknya keliatan bener kayak orang sakit," tutur netizen tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa para penipu ini telah lama mengasah kemampuan akting mereka untuk menipu banyak orang. Saat tim investigasi menemui Ibu Suherna untuk klarifikasi, ia mengklaim sedang menderita hepatitis dan menjalani pemeriksaan. Namun, tim menemukan ketidaksesuaian dalam ceritanya. "Selama proses interview kemarin, teh novi dan kami yang ada di situ menangkap ibu suherna ada sedikit gangguan pada fokusnya," jelas @Little_secret9. Temuan ini semakin memperkuat dugaan adanya kebohongan yang dirangkai.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini bukan kasus yang jarang terjadi. Banyak akun di Twitter menggunakan taktik serupa dengan membuat cerita sedih, sering kali tentang anak-anak atau orang tua yang sakit, untuk mendapatkan sumbangan dari netizen yang merasa iba. Para penipu ini dengan lihai memanfaatkan sifat alami manusia untuk berempati dan membantu sesama. @Little_secret9 mengajak masyarakat untuk lebih kritis dan berhati-hati. "Ngenes ga si, udah mah orang tua kita nyari duit sampe sakit, duitnya di kasih ke penipu yang sehat?" tanyanya retoris. Pertanyaan ini menggugah kesadaran betapa berharganya uang yang dihasilkan dengan keringat dan pengorbanan, yang seharusnya tidak jatuh ke tangan penipu.
Akibat dari banyaknya penipuan di Twitter maka muncul keraguan akan keamanan platform dalam memverifikasi atau memantau konten berpotensi penipuan. Disis lain, peristiwa ini menjadi dilemma karena media sosial merupakan platform yang menganut prinsip kebebasan berekspresi. Kisah Ibu Suherna dan Rizal menjadi peringatan agar tidak lagi naif di dunia maya. Media sosial telah menjadi tempat di mana kebenaran dan kepalsuan berbaur dengan mudah, mengharuskan kita untuk selalu waspada dan kritis.
ADVERTISEMENT
Kepercayaan Masyarakat Terkikis
Masyarakat diimbau untuk tidak mudah tergoda oleh narasi emosional tanpa verifikasi. Jika ingin membantu, sebaiknya lakukan penelusuran terlebih dahulu, hubungi pihak-pihak resmi seperti rumah sakit atau lembaga sosial terpercaya. Di dunia yang semakin terhubung namun juga semakin kompleks, sikap skeptis yang sehat adalah kunci untuk memastikan kebaikan kita tidak disalahgunakan. Kasus penipuan dengan narasi sedih di Twitter ini adalah pelajaran berharga yang mengingatkan kita bahwa di balik layar ponsel, ada orang-orang yang mungkin memanipulasi emosi demi kepentingan pribadi. Sebagai pengguna media sosial, tugas kita bukan hanya berbagi dan berinteraksi, tetapi juga menjaga integritas ruang digital dengan selalu mempertanyakan dan memverifikasi setiap kisah yang kita temui.
Fenomena penipuan ini tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap kampanye penggalangan dana yang sesungguhnya. Banyak orang menjadi skeptis dan enggan memberikan bantuan karena khawatir menjadi korban penipuan. Hal ini sangat disayangkan karena dapat menghambat upaya menolong mereka yang benar-benar membutuhkan pertolongan. Meskipun empati adalah hal yang baik, kita juga harus berhati-hati agar tidak menjadi korban penipuan yang memanfaatkan emosi kita. Sebelum memberikan donasi atau bantuan, penting untuk melakukan pengecekan terlebih dahulu terkait kebenaran cerita dan identitas pihak yang meminta bantuan. Jangan terburu-buru membagikan informasi pribadi atau mentransfer uang sebelum memastikan permintaan tersebut benar adanya.
ADVERTISEMENT
Perketat Keamanan Media Sosial
Pihak berwenang dan platform media sosial terus berupaya menanggulangi fenomena penipuan ini dengan memperkuat sistem verifikasi dan moderasi konten. Namun, pada akhirnya, tanggung jawab utama ada di tangan kita sebagai pengguna untuk selalu waspada terhadap potensi penipuan dan melakukan verifikasi sebelum memberikan donasi atau bantuan. Dengan meningkatkan kewaspadaan dan edukasi kepada masyarakat, kita dapat membantu memerangi penipuan ini dan menjaga kepercayaan terhadap kampanye penggalangan dana yang sah. Jika kita semua berperan aktif dalam mengungkap dan melaporkan kasus penipuan, kita dapat menciptakan lingkungan media sosial yang lebih aman dan terpercaya bagi semua orang.