Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Cegah Perselisihan dalam Pembagian Harta Warisan dengan Ilmu Faraidh
19 Desember 2021 21:19 WIB
Tulisan dari Siti Humaira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Masalah tentang waris kerap kali kita dengar terutama terkait pembagian harta warisan dan siapa saja yang berhak. Pembagian yang dianggap tidak adil atau tidak sesuai porsinya dapat menjadi konflik dalam keluarga dan ahli waris. Seringkali adanya perselisihan atau sengketa dalam pembagian harta warisan ini diakibatkan oleh pihak-pihak yang mengedepankan ego dan kepentingannya masing-masing. Oleh karena itu, penyelesaian hak dan kewajiban akibat meninggalnya seseorang sebenarnya telah diatur dalam hukum waris. Islam juga telah menyediakan perhitungan pembagian harta warisan secara adil yang kita kenal dengan ilmu faraidh. Lalu bagaimana cara membagi harta warisan secara adil dan siapa saja yang berhak mendapatkannya ?
ADVERTISEMENT
Segala peraturan tentang manusia dan seluruh semesta telah diatur dan ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Dalam hukum waris ini, Al-Qur’an menjadi sumber tertinggi yang kemudian dilengkapi penjelasannya oleh Sunnah Rasul beserta hasil ijtihad para ahli hukum Islam.
Dalam hukum di Indonesia pun, kewarisan Islam diakui sebagai hukum nasional. Ditetapkan dalam Pasal 171 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam Hukum Kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta pewaris, siapa saja yang berhak menjadi ahli waris, dan berapa besaran bagiannya masing-masing.
Ilmu Faraidh dalam Manuskrip
Seperti yang telah kita ketahui bahwa Indonesia kaya akan budayanya. Salah satu kebudayaan warisan nenek moyang yang sangat penting dan bernilai sangat tinggi adalah manuskrip. Banyak sekali manuskrip yang ketika ditemukan dan dikaji lebih lanjut oleh para filolog berisikan beragam pembahasan penting. Sehingga, dilakukanlah digitalisasi naskah sebagai satu upaya penyelamatan isi manuskrip tersebut dari ancaman kepunahan.
ADVERTISEMENT
Salah satu manuskrip yang telah didigitalisasi yang membahas ilmu faraidh adalah naskah Kitab Faraidh karangan Syekh Zakaria Kodil Musri dan Syekh Ibnu Hajar Jamal Romli. Naskah ini ditemukan di Desa Lampuyangan Udik, Kabupaten Serang, Banten. Naskah ini merupakan koleksi milik Ustadz Kholid yang ditulis menggunakan bahasa Arab dan aksara Arab dengan tinta hitam dan merah.
Di dalam kitab ini terdapat penjelasan tentang ilmu faraidh dan pembagian harta warisan keluarga yang dapat kita lihat pada halaman pertama kitab ini,
كتاب الفرائض اي مسائل الموارث
Kitab Faraidh, yaitu permasalahan pembagian warisan.
Harus kita ketahui bahwasanya ilmu faraidh mempunyai kedudukan penting dalam penyelesaian permasalahan pembagian warisan yang muncul di masyarakat. Warisan merupakan segala peninggalan pewaris yang sudah meninggal dunia kepada ahli waris dan bisa berupa harta bergerak, harta tidak bergerak, juga termasuk hutang atau kewajiban sang pewaris yang belum ditunaikan. Dalam ilmu faraidh ini kita akan mengetahui hukum pembagian warisan tersebut, bagaimana cara pemindahannya, orang-orang yang berhak menjadi ahli waris, hingga harta apa saja yang dapat diwariskan.
ADVERTISEMENT
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam penah bersabda kepada Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, “Wahai Abu Hurairah, belajarlah ilmu faraidh dan ajarkanlah, karena sesungguhnya ia adalah setengah dari ilmu. Dan ilmu itu akan dilupakan dan dia adalah ilmu yang pertama kali dicabut dari umatku.” (HR. Ibnu Majah no. 2719). Adapun yang menjadi landasan utama ilmu faraidh adalah ketentuan Allah subhanahu wa ta’ala yang terdapat dalam Surat An-Nisa ayat 7, ayat 11-12, dan ayat 176. Dalam ayat-ayat tersebut disebutkan dan dijelaskan siapa saja yang berhak mendapat warisan beserta bagian-bagiannya.
Sementara itu, ahli waris dalam hukum waris Islam terbagi menjadi tiga golongan yaitu ashabul furudh yang berhak mendapatkan bagian warisannya, ashabah yaitu golongan yang mendapatkan sisa dari ashabul furudh, dan dzawil arham yang tidak termasuk golongan satu ataupun dua. Sementara untuk pembagian hak warisan yang telah ditentukan adalah sebesar 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, 1/8, dan 2/3. Penentuan bagian tersebut tidak mutlak dan bisa saja berubah sesuai dengan ahli waris yang ada.
ADVERTISEMENT
Jadi, betapa pentingnya kita mengetahui ilmu faraidh ini demi mencegah perselisihan yang bisa saja terjadi akibat ketidakadilan dalam pembagian warisan.
Wallahu a’lam bisshowab.