Konten dari Pengguna

Student Hidjo: Ketika Cinta dan Kolonialisme Bertarung dalam Hati Priyayi

Sayyidatina Khaliza
Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
17 Maret 2025 13:07 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sayyidatina Khaliza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sumber: dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
sumber: dokumentasi pribadi
"Student Hidjo" karya Mas Marco Kartodikromo bukan sekadar novel roman klasik, tetapi juga potret kegelisahan generasi muda Jawa di era kolonial. Hidjo, seorang priyayi cerdas yang melanjutkan studi di Belanda, harus berhadapan dengan dilema cinta yang rumit, identitas budaya yang terkoyak, serta bayang-bayang dominasi Barat.
ADVERTISEMENT
Pergulatan Hati di Dua Dunia yang Berbeda
Keberangkatan Hidjo ke Belanda membawa duka mendalam bagi keluarganya, terutama ibunya, Raden Nganten, dan tunangannya, Raden Ajeng Biru. Namun, di negeri asing, Hidjo justru terjebak dalam hubungan terlarang dengan Betje, gadis Eropa yang berhasil menggoyahkan hati dan moralitasnya.
Di sisi lain, Raden Ajeng Biru yang ditinggalkan, juga mulai merasakan ketertarikan pada sahabat Hidjo, Raden Mas Wardoyo. Sementara itu, Raden Ajeng Wungu, gadis yang dijodohkan dengan Hidjo, justru menjadi incaran Willem Walter, seorang pejabat kolonial Belanda yang telah bertunangan dengan Jet Roos.
Kisah cinta segitiga yang penuh intrik ini semakin rumit dengan hadirnya isu perjodohan yang dianggap sebagai jalan terbaik untuk menjaga kehormatan keluarga Jawa di tengah arus modernisasi Barat.
ADVERTISEMENT
Cinta yang Tak Sekadar Soal Hati, Tapi Harga Diri
Mas Marco dengan cerdas menyisipkan kritik sosial melalui kisah cinta para tokohnya. Hidjo yang awalnya hanyut dalam budaya Eropa, pada akhirnya tersadar bahwa identitas dan kehormatan sebagai orang Jawa adalah hal yang tak bisa ditukar dengan cinta sesaat.
Perjodohan Hidjo dengan Raden Ajeng Wungu bukan sekadar tradisi, tetapi juga simbol perlawanan budaya terhadap hegemoni Barat. Hidjo pun memutuskan untuk meninggalkan Betje dan pulang ke Hindia Belanda, menerima takdirnya sebagai priyayi Jawa dan menjalani hidup sebagai jaksa.
Pelajaran yang Masih Relevan Hingga Kini
"Student Hidjo" mengajarkan bahwa cinta yang berlebihan tanpa logika justru membawa kehancuran, seperti yang dialami Jet Roos yang ditinggalkan Willem Walter. Sebaliknya, cinta yang dijalani dengan kesadaran dan tanggung jawab, seperti yang akhirnya dipilih Hidjo, justru membawa kebahagiaan sejati.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Karya Mas Marco Kartodikromo ini bukan sekadar roman picisan, tetapi juga kritik tajam terhadap benturan budaya di era kolonial. Melalui karakter Hidjo, Mas Marco menyampaikan pesan bahwa identitas dan kehormatan jauh lebih berharga daripada cinta yang membutakan hati.