Konten dari Pengguna

Bukan Wanita Biasa

12 Mei 2018 8:57 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Schaaci tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bukan Wanita Biasa
zoom-in-whitePerbesar
Ditemani satu cup es krim rasa durian yang sengaja aku beli di tempat perbelanjaan aneka makan Hongkong, langkah kakiku menuju MTR yang akan membawaku menuju Yuen Long siang itu. Aku dengan cepat melahap es krim yang tengah ku pegang sembari melihat lampu merah penyeberangan jalan yang masih menyala. Terik matahari siang itu membuat sedikit keringatku bercucuran. Sehingga aku memilih menikmati es krim yang memang salah satu makanan kesukaanku.
ADVERTISEMENT
Jarak dari tempatku berdiri menuju MTR kurang lebih 50 meter. Dengan cepat gagang sendong pada cup es krim ku percepat gerakannya. Seperti peraturan yang sudah ada di negara Hongkong. Jika masuk dalam MTR dilarang keras memakan makanan. Denda yang diberlakukan sangat besar, dan tidak melihat siapapun yang melakukan kesalahan itu. Aku pun segera menghabiskan sisa es krim yang ada. Pada suapan terakhirku tiba – tiba cup yang berada di tangan kiriku terjatuh.
Pukkk
“Haduh, maaf mbak saya nggak sengaja”
Seorang wanita lebih tua dariku, membawa dua kantong plastik berukuran sedang berisi sayuran. Menarik kereta belanja terlihat penuh, dan menenteng tas kain yang terlihat sedikit lusuh di bahu kanannya. Aku yakin wanita itu habis belanja untuk keperluan sang majikan. Rambutnya terlihat acak – acakan. Alas kaki merk swallow menjadi pelindung kaki lincahnya berjalan. Terlihat kepanasan dan sesekali berhenti merapikan kantong plastik yang ia pegang.
ADVERTISEMENT
“Sini mbak tak bantu bawain. Mbaknya mau ke arah mana ?”pintaku saat melihat wanita itu sedikit kerepotan karena belanjaannya.
“Terima kasih mbak, saya mau ke arah Tai Wo Hau. Kamu sendiri liburan mau kemana ?”
“Yuen Long mbak. Mbak nggak libur ?”
“Saya hari Sabtu liburnya mbak. Kalau minggu seluruh anggota keluarga majikan selalu berkumpul, makanya saya belanja banyak”
Aku hanya mengangguk sembari terus menatap wajah wanita yang terlihat lelah itu. Sekotak minuman yang sengaja aku beli sebelum berangkat libur masih berada di tas. Dengan cepat aku menyodorkan minuman itu kepada seorang wanita yang ada di hadapanku.
“Minum dulu mbak”
“Nggak usah repot – repot mbak, saya ada minum kok”
ADVERTISEMENT
“Sudahlah bawa pulang saja kalau begitu, nanti diminum pas selesei masak”
Tawaku dan wanita itu seketika pecah. Meski menolak pemberianku, aku tetap memaksa memasukkan sekotak minuman kedalam kantong sayurnya. Aku berpikir, jika aku yang menjadi seperti wanita itu mungkin memilih pulang. Setiap hari harus ke pasar, dan seminggu sekali harus melayani banyak keluarga majikan yang tengah berkumpul di tempat kerjanya. Dalam hatiku bertanya, kapan wanita di hadapanku ini mengeluh ?
Wanita itu terus melirik jam tangan yang ia kenakan. Seperti membagi waktu untuk dapat menyeleseikan pekerjaan tepat waktu. Tanpa ragu aku terus mengikuti wanita itu hingga masuk dalam MTR yang akan membawaku satu arah dengannya.
“Telat lagi jemput anak les” terdengar wanita itu bergumam sendiri sambil terus melirik jam tangannya.
ADVERTISEMENT
“Mbak jaga apa ?” tanyaku mengagetkan.
“Dua anak usia 4 dan 7 tahun mbak. Ini mereka les dan saya telat jemput. Pasti nanti nyonya marah – marah. La bagaimana lo mbak, di rumah ada nenek selalu nyuruh – nyuruh dulu saat saya mau berangkat belanja. Sedangkan nyonya menyuruh belanja tepat waktu, kan bingung”
Wanita itu mulai menggerutu di depanku. Aku berbicara dalam diriku sendiri, sungguh wanita perkasa. Mungkin ini bukan satu – satunya wanita sebagai buruh migran yang menggerutu akan pekerjaannya. Bahkan aku yakin di luaran sana banyak wanita – wanita lain yang jauh lebih ngoyo menghadapi segala permintaan majikan. Tersenyum, seolah menyemangati wanita yang hanya berselang beberapa stasiun saja meninggalkan kereta. Aku yakin semua wanita yang rela melepas kebahagiannya sementara dari keluarga dan memilih menata masa depannya di perantauan adalah wanita hebat. Wanita yang tanpa diminta dengan julukan pahlawan, dan wanita yang penuh pengharapan dari do’a – do’a keluarga yang ditinggalkan untuk mewujudkan impian.
ADVERTISEMENT
Berbanggalah kita wanita hebat di negeri tetangga. Pulang dan tunjukkan bahwa kita bukan hanya sekedar wanita biasa, namun kita adalah penyempurna keluarga.