Dosen ITB: Bioenergi Dapat Perkuat Keamanan Energi Bangsa

SDGs Network ITB
SDGs Network ITB adalah entitas SDGs di Indonesia, dengan tujuan ingin berpartisipasi mengakselerasi pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) di Indonesia.
Konten dari Pengguna
18 Maret 2021 17:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari SDGs Network ITB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pengujian bahan bakar B30 sudah 80 persen. Foto: Ghulam Muhammad Nayazri / kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengujian bahan bakar B30 sudah 80 persen. Foto: Ghulam Muhammad Nayazri / kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Oleh: Nadiya Syafia Shani, Tristia Riskawati
Saat ini, hampir semua teknologi manusia masih sangat tergantung pada bahan bakar fosil. Perlu dilakukan perubahan basis sistem energi ke sumber daya terbarukan untuk menghindari kemungkinan efek bencana dari akumulasi gas rumah kaca yang berlebihan di atmosfer. Salah satunya adalah basis sistem energi bioenergi.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua SDGs Center ITB, Dr. Tirto Prakoso, S.T., M.Eng., pada Webinar Katadata: Future Energy Tech and Innovation Forum 2021, The Next Generation of Biofuels. Webinar yang dilaksanakan 9 Maret 2021 ini menghadirkan beberapa pembicara selain Tirto, di antaranya VP Business Development PT Kilang Pertamina Internasional Diandoro Arifin dan International Council on Clean Transportation (ICCT) Fuels Consultant Tenny Kristiana.
Tirto melanjutkan, bioenergi dapat meringankan ancaman keamanan energi yang disebabkan oleh harga minyak bumi yang terus meningkat. "Termasuk ketergantungan energi pada pihak luar negeri," ujar Tirto.
Bagi Tirto, pengembangan industri bioenergi menjanjikan berbagai manfaat seperti memperkuat keamanan energi bangsa; meningkatkan neraca pembayaran negara; mengurangi emisi gas rumah kaca; menciptakan kesempatan kerja yang lebih besar; membangun pasar baru yang besar untuk sektor pertanian atau perkebunan; mengentaskan kemiskinan dan membangun desa dan wilayah; serta mengurangi emisi lokal maupun regional.
ADVERTISEMENT
"Indonesia sudah memulai cukup banyak langkah dalam pengembangan bioenergi seperti banyaknya riset terkait bioenergi yang dilakukan berbagai institusi," kata dosen Teknik Bioenergi dan Kemurgi ITB tersebut.
Walau begitu, Tirto menilai pembauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) saat ini masih belum mencapai 10% dari target bauran energi nasional sebesar 23% di tahun 2025. Kendala dalam pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di Indonesia di antaranya adalah pasar EBT di Indonesia masih kecil.
"EBT belum mencapai skala keekonomiannya sehingga harganya masih tinggi, harga pembelian tenaga listrik dari PLT EBT belum mencerminkan nilai keekonomian yang wajar dan kurang mendukung bankability proyek," papar Tirto.
Pemanfaatan EBT menurut Tirto belum mampu mendukung pengembangan industri EBT dalam negeri secara masif. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur jaringan transmisi dan distribusi listrik PLN, serta keterbatasan akses kepada pendanaan yang murah.
ADVERTISEMENT
"Selain itu faktor yang memengaruhi adalah keterbatasan kapasitas SDM Indonesia dalam pengembangan EBT, dan tata kelola pengembangan EBT masih bersifat sectoral" tutur Tirto.

Peluang pemanfaatan limbah dan residu di Indonesia

Tenny Kristiana dari ICCT sendiri berfokus membahas pemanfaatan limbah dan residu untuk menadi biofuels berkelanjutan. Tenny memaparkan, limbah generasi pertama dan kedua yang diteliti ICCT adalah lemak hewani yang tak dapat dimakan, limbah minyak ikan, tall oil, lumpur sawit, minyak jelantah, dan biomassa selulosa dari limbah pertanian.
"Limbah-limbah tersebut berpotensi menjadi biofuels dan ketersediaannya sangat melimpah di Indonesia," ungkap Tenny.
Bagi Tenny, penggunaan limbah sebagai bahan baku biofuel dinilai sangat menarik dilakukan di Indonesia. Selain bahan baku limbah di Indonesia melimpah, biofuel limbah dapat membantu mengurangi impor bahan bakar dan memperkecil defisit perdagangan.
ADVERTISEMENT
"Selain itu, biofuel limbah dapat mengembangkan industri baru dan menciptakan lapangan pekerjaan, menawarkan pengehematan gas rumah kaca, menghindari pembuangan limbah yang tidak benar, membantu mengatasi masalah lingkungan di daerah sekitar, serta memantik circular economy," papar Tenny.
Tenny melanjutkan, dukungan biofuel berbasis limbah dan residu perlu dilakukan oleh pemerintah dan juga masyarakat. Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang mendukung limbah dan residu sebagai bahan baku biofuel serta memberikan insentif untuk biofuel berbasis limbah dan residu. Sedangkan masyarakat dapat melakukan kampanye dan promosi mengenai sumber energi dari limbah.

Upaya Pertamina dalam penyediaan bahan bakar ramah lingkungan

Pertamina, yang merupakan salah satu BUMN penyedia energi ternama di Indonesia, rupanya juga tengah merintis penyediaan bahan bakar ramah lingkungan. Diandoro Arifin menjelaskan pengembangan green diesel Pertamina dimulai dari tahun 2014 di unit refinery Dumai.
ADVERTISEMENT
"Teknologi produksi BBN yang sudah dilakukan di Pertamina meliputi blending (FAME), co-processing RBDPO (menghasilkan kemurnian 20-50%), dan pengolahan CPO (menghasilkan kemurnian 100%)," papar Diandoro.
Saat ini, Pertamina sedang mengembangkan beberapa proyek yang bertujuan untuk mengolah 100% CPO dan RBDPO untuk menghasilkan high quality fuel. Pertamina menargetkan bahan bakar tersebut bisa maksimal dikomersialisasikan pada tahun 2024.
Kualitas green diesel teruji lebih baik dibandingkan fossil diesel terutama dalam hal indeks cetane dan kandungan sulfurnya. Selain itu, energy content dari green diesel juga lebih tinggi sekitar 17% dibandingkan fossil diesel.***