Perspektif Sistem dalam Memandang dan Menerapkan SDGs

SDGs Network ITB
SDGs Network ITB adalah entitas SDGs di Indonesia, dengan tujuan ingin berpartisipasi mengakselerasi pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) di Indonesia.
Konten dari Pengguna
18 Januari 2021 16:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari SDGs Network ITB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar dari: https://www.sei.org/perspectives/lets-get-the-sdgs-back-on-track/
zoom-in-whitePerbesar
Gambar dari: https://www.sei.org/perspectives/lets-get-the-sdgs-back-on-track/
ADVERTISEMENT
Penulis: Nadiya Syafia Shani, Tristia Riskawati
Terdapat tantangan dalam implementasi Sustainable Development Goals (SDGs), di antaranya goals terlalu luas, tidak fokus, dan tidak realistis. Oleh karena itu, perlu dipastikan adanya koherensi kebijakan dan kerangka kerja terintegrasi terkait SDGs. Dibutuhkan pula jalur-jalur yang terintegrasi untuk mencapai keseluruhan 17 goals tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut disampaikan oleh Asisten Profesor Arizona State University Datu Buyung Agusdinata dalam webinar "Systems Approach to Global Sustainability and Sustainable Development" pada Rabu, 13 Januari 2021. Webinar yang diadakan oleh SDGs Center UNPAD dan Atase Pendidikan dan Kebudayaan Amerika Serikat (Atdikbud USA) berfokus bagaimana melihat SDGs dalam perspektif system dynamics.
"Sistem menurut Dana Meadows adalah perangkat yang saling terkoneksi yang berisikan elemen-elemen yang terorganisasi secara koheren dan dengan beberapa tujuan," papar Datu. "SDGs dilihat sebagai sebuah sistem yang bisa menunjukan di mana kita sekarang dan ke mana tujuan yang kita inginkan."
Bagi Datu, melakukan pola pikir sistem dan dikaitkan dengan SDGs di antaranya berbicara mengenai gambaran besar, perubahan seiring waktu, struktur sistem, saling ketergantungan dan koneksi, pengubahan perspektif, model mental, pengaruh, akumulasi, keterlambatan, konsekuensi, dan dinamika.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Datu memaparkan salah satu studi kasus aplikasi dinamika sistem di bagian timur Afrika. Studi kasus ini berupaya merumuskan rekomendasi kebijakan untuk beradaptasi di tengah kekeringan di wilayah tersebut.
Dengan menggunakan pendekatan sistem, dilakukan peninjauan perubahan ketersediaan lahan dan air, pola cuaca, serta efeknya terhadap produksi hasil tani dan juga terhadap dinamika populasi. "Terdapat beberapa alternatif kebijakan yang diuji cobakan ke dalam model yaitu pembangunan infrastruktur hidraulik (dam), membangun penampung air hujan, membuat sumur, irigasi tetes untuk pertanian, dan agroforestry," papar Datu.
Dari berbagai skenario pemodelan kebijakan didapatkan simpulan bahwa petani dan petani penggembala adalah yang merasakan dampak positif secara langsung. Dampak positif bagi mereka berupa peningkatan pemasukan serta meningkatnya jumlah jenis pemasukan dan memiliki ketersediaan makanan dan air yang lebih banyak.
ADVERTISEMENT
"Sedangkan penggembala merasakan dampak positif secara tidak langsung berupa laju kematian ternak yang lebih rendah dengan meningkatnya ketersediaan air. Walaupun begitu masih terjadi kompetisi dalam memperoleh sumber daya," ujar Datu.
Selain itu, Datu menjelaskan bahwa universitas dapat memainkan peran yang krusial dalam menyukseskan implementasi SDGs. Universitas dalam terlibat secara bermakna dengan pemangku kepentingan yang beragam. Datu mencontohkan program SDGs di Arizona State University yang menghubungkan mahasiswa dengan NGO, pihak pemerintah, dan pihak lainnya dalam memecahkan masalah di suatu tempat.
"Contoh yang dilakukan di Indonesia adalah program Kuliah Kerja Nyata yang perlu dikembangkan dan diarahkan lebih lanjut," simpul Datu.***