Konten dari Pengguna

Catatan Perjalanan : Menuju Sumonar Fest 2023

Sefila Nesya Dewanti
Mahasiswa S1 Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
17 Desember 2023 8:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sefila Nesya Dewanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagai seorang anak kost, tak sah rasanya jika tidak menggabungkan sarapan dengan makan siang dalam satu waktu. Setelah waktu dzuhur di Masjid Pogung Baru usai, aku dan temanku pergi ke Warmindo Sami Asih 1 yang terletak di Gayamsari. Lokasinya tak jauh dari bundaran agro Universitas Gadjah Mada. Tentunya kami memesan menu andalan kami berupa nasi orak-arik ayam dan es teh.
Orak-arik ayam di Warmindo Sami Asih 1. Sumber : Dokumentasi Pribadi
Kami kemudian berangkat ke Museum Sonobudoyo lima menit sebelum pukul 13.00 WIB. Jalanan terpantau ramai lancar ketika kami menuju museum. Berkali-kali Faya – nama temanku – mengingatkanku untuk fokus dan tidak mengambil rute beresiko ketika berkendara dengan motornya. Kami sampai di Museum Sonobudoyo pukul 13.15 WIB. Parkir museum ini cukup penuh karena ramainya pengunjung, beruntungnya masih ada space parkir tersisa karena ada pengunjung yang keluar. Kami membeli tiket seharga Rp20.000,- untuk dua orang.
ADVERTISEMENT
Ketika memasuki museum, terlihat beberapa sudut museum yang mengalami renovasi. Kami langsung menuju gedung baru. Bukan karena koleksi museum di gedung lama tidak menarik, namun kami sudah pernah mengunjungi museum ini di waktu lalu. Tujuan kami kesini adalah untuk melihat koleksi baru Museum Sonobudoyo yang terdapat di lantai teratas gedung baru. Seperti gedung lama, kami diberikan instruksi mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di dalam museum oleh pengelola. Setelah itu, kami langsung ngacir ke lift untuk menuju lantai teratas gedung baru.
Di lantai ini, instalasi koleksi museum dibuat lebih interaktif. Dimulai dari pintu masuk – jika melalui tangga – yang berbentuk seperti goa yang dapat membuka sendiri karena ada sensor. Ruangan setelah goa tersebut didominasi warna merah yang menceritakan asal mula aksara jawa dalam bentuk lukisan maupun film singkat di sebuah layar berbentuk tabung. Kami berdua kemudian masuk kedalam ruangan seperti sinema kecil tanpa kursi dengan nuansa goa. Ruangan ini menampilkan film pendek mengenai penyerangan Batavia, Perjanjian Giyanti, dan Pembangunan Kraton. Yang unik dari penayangan film ini adalah untuk mengganti film ke film lainnya, penjaga akan memasukkan stamp besar sebagai ‘kode’ agar film berganti.
ADVERTISEMENT
Kami keluar ketika ketiga film pendek tersebut sudah selesai ditayangkan. Kami melihat replika kerangka kapal yang dapat bergerak tak jauh dari sinema kecil tersebut. Di balik replika kerangka kapal, terdapat bagian permainan interaktif seperti Jemparingan dengan VR, gamelan dengan alat pukul dan sensor yang akan berbunyi ketika kita memukul nada dengan benar, serta maket mini tentang sumbu filosofis Jogja.
Film pendek yang ada di Museum Sonobudoyo. Sumber : Dokumentasi Pribadi
Salah satu permainan interaktif yang ada di Museum Sonobudoyo. Sumber : Dokumentasi Pribadi
Salah satu sudut Museum Sonobudoyo yang menceritakan mengenai sejarah aksara Jawa. Sumber : Dokumentasi Pribadi
Setelah puas menjelajah Museum Sonobudoyo, kami berdua keluar dan berjalan sedikit ke Annual Museum Exhibition (AMEX) : Beyond the Border, Connecting Culture yang berada di sebelah Bioskop Sonobudoyo. Di depan gedung, tak sedikit orang-orang yang berfoto dengan pasangan, teman, maupun keluarganya menggunakan pakaian adat Jawa. Tiket pameran ini sudah termasuk dari tiket masuk Museum Sonobudoyo. Sesuai dengan namanya, pameran ini berlangsung sekali dalam setahun. Pameran ini berlangsung pada pukul 7 November - 30 Desember 2023 pukul 09.00 -21.00 kurang lebih mengikuti jadwal buka Museum Sonobudoyo. Di tahun ini, instalasi koleksi pameran menceritakan mengenai perdagangan maritim yang ada di Asia Tenggara, khususnya yang terdapat pada jalur perdagangan maritim Nusantara yang menjual rempah-rempah hingga penyebaran agama.
Salah saru pajangan di Annual Museum Exhibition (AMEX) : Beyond the Border, Connecting Culture
Setelah kurang lebih 20 menit kami berada di pameran, kami melanjutkan perjalanan ke pameran berikutnya dengan tema Titik Koma yang terletak di IndieArt House, Kabupaten Bantul. Pameran ini merupakan solo exhibition dari seniman Ubaidullah. Pameran ini diadakan pada 26 November - 3 Desember 2023 pukul 11.00 - 17.00 WIB. Kami datang di hari terakhir pameran ini buka. Hanya ada kami berdua di pameran itu. Warna lukisan yang mayoritas arsiran hitam dan putih seakan membawa kami jauh dari realitas dunia fana ini. Karakteristik lukisan disini adalah menampilkan figur manusia dengan kepala berbentuk rusa.
Salah satu sudut pameran Titik Koma. Sumber : Dokumentasi Pribadi
Salah satu karya seni di pameran Kala Jumpa. Sumber : Dokumentasi Pribadi
Waktu hampir menunjukkan pukul 15.00 WIB. Kami bergegas ke arah kota untuk mengikuti rapat online KKN – yang merupakan salah satu kegiatan yang menandakan bahwa kami sudah memasuki semester tua. Namun, tiba-tiba hujan datang derasnya seakan menangisi sesuatu yang kami juga tidak tau apa. Dengan badan yang nyaris basah kuyup tidak memungkinkan bagi kami untuk melanjutkan perjalanan. Sehingga, sebagai driver aku memutuskan untuk banting stir ke arah parkiran Malioboro Mall untuk berteduh. Sesuatu yang di luar rencana kami sebelumnya. Setelah itu, kami berdiskusi di parkiran motor untuk mencari tujuan agar rapat KKN ini dapat dilakukan dengan sedikit tenang.
ADVERTISEMENT
Diputuskanlah kami akan hinggap sebentar di Kala Jumpa Bar & Dine yang terletak di sebelah Malioboro Mall dan bagunannya jadi satu dengan Aveta Hotel Malioboro. Aroma citrus dengan paksa memasuki organ pernafasanku. Aromanya sangat bold, aku sendiri sedikit tidak nyaman dengan baunya. Berbeda denganku, Faya sepertinya menyukainya. Kami memang memiliki selera yang berbeda mengenai aroma-aroma tertentu. Tempat ini sedikit sepi ketika kami datang. Hanya beberapa anak-anak study tour yang duduk di depan dan juga beberapa orang yang kami rasa adalah orang-orang yang menginap di hotel karena memakai sandal kamar. Kami memesan es teh untukku, kopi susu gula aren untuk Faya, dan chicken popcorn untuk kami berdua. Kafe ini memiliki aksen kayu di setiap sudutnya. Selain itu, tulisan beraksara jawa dan musik klasik juga turut hadir memaniskan suasana. Pesanan datang di tempat duduk kami yang berada di dekat kaca. Terdapat rasa hint melati ketika aku meminum es tehku. Untuk chicken popcornnya sendiri menurutku sedikit keasinan, walaupun itu terasa gurih di lidah Faya.
Salah satu sudut Kala Jumpa Bar & Dine. Sumber : Dokumentasi Pribadi
Di tengah rapat, kami putuskan kabur dan keluar dari Kala Jumpa untuk mencari makan. Menunggu tujuan utama kami disini terlalu lama. Jadilah kami mengambil motor dan pergi ke arah Plaza Ambarrukmo. Mie Ayam Ceker Gajah Mungkur namanya. Kami tau tempat ini dari tukang parkir motor di dekat Amplaz. Ketika kami datang, belum ada pelanggan sama sekali di tempat itu karena mereka baru saja buka. Kami memesan mie ayam bakso dan es teh yang tak perlu menunggu lama segera diantarkan oleh penjualnya.
ADVERTISEMENT
Mie ayam ini memiliki tekstur lembut yang kenyal. Ayamnya dipotong kecil-kecil tetapi bukan tipe yang hancur, jadi masih terasa tekstur ayamnya. Ada hint jahe di akhir ketika ayamnya masuk ke mulut. Untuk baksonya sendiri merupakan bakso yang sangat lembut dan hancur ketika digigit walaupun merupakan bakso urat yang bukan tipe bakso urat kesukaan kami berdua – jarang sekali kami memiliki kesamaan soal rasa. Untuk es tehnya sendiri di lidahku yang sangat sensitif cenderung kemanisan, mungkin yang memiliki sweet tooth akan menyukainya. Sayangnya aku lupa untuk request untuk tidak memakai daun bawang. Nilai tambah dari mie ayam ini adalah stok acar yang melimpah dan sumpit yang sekali pakai! Aku sangat menyukai acar dan sangat membenci sumpit beda ukuran. Jadi ini adalah surga bagiku.
Mie Ayam Ceker Gajah Mungkur. Sumber : Dokumentasi Pribadi
Pukul 19.00 WIB tepat kita kembali lagi ke Malioboro. Jalanan sudah penuh sesak dengan lautan manusia. Kami parkir di sebelah Pasar Beringharjo dan jalan sedikit menuju Titik 0 Kilometer untuk mencari tempat menonton video mapping show Sumonar Fest 2023 dengan nyaman. Lagi-lagi kami datang di hari terakhirnya. Video mapping show dimulai 19.30. Ini baru kali pertama kami melihatnya. Tema yang diambil pada Sumonar Fest 2023 ini adalah Being As Such yang menampilkan karya seniman dari berbagai negara. Sayangnya, kenikmatan menonton kami diganggu dengan lalu lalang Bus Trans Jogja dan juga bentor-bentor yang mengklakson sana-sini. Tetapi, overall kami berdua menikmatinya dan berencana untuk menonton lagi pada tahun mendatang!
Sumonar Fest 2023. Sumber : Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT