Konten dari Pengguna

Makam Sunan Bayat, Destinasi Wisata Religi yang Penuh dengan Hal Mistis

Sefila Nesya Dewanti
Mahasiswa S1 Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
3 Desember 2022 22:23 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sefila Nesya Dewanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kurang lebih 10 kilometer dari pusat Kabupaten Klaten, terdapat sebuah destinasi wisata religi Kompleks Makam Sunan Bayat yang terletak di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Seperti namanya, kompleks pemakaman ini merupakan tempat peristirahatan terakhir dari Sunan Bayat beserta keluarga dan kerabatnya. Sunan Bayat atau Sunan Tembayat atau Ki Ageng Pandanaran merupakan bupati Semarang pertama dan merupakan murid Sunan Kalijaga. Sunan Bayat sendiri merupakan salah satu tokoh penyebaran Islam di tanah Jawa, selain Walisongo. Lebih tepatnya di kawasan Gunung Jabalkat. Sejak 2010, Kompleks Makam Sunan Bayat berstatus sebagai cagar budaya nasional berdasarkan SK Menteri Nomor PM.57/PW.007/MKP/2010. Pengelolaan Kompleks Makam Sunan Bayat sendiri hingga kini dipegang oleh pemerintah pusat (Disparbudpora Kabupaten Klaten) yang memegang retribusi dan kelompok masyarakat sekitar (Pemerintah Desa dan masyarakat sekitarnya) yang memegang uang ikhlas wisatawan (ada kotak infaq disetiap sudut makam).
Bukti penetapan Makam Sunan Bayat sebagai cagar budaya oleh Kemendikbud Prov. Jawa Tengah. Sumber : Dokumentasi Ismail Misbachul Choiri
zoom-in-whitePerbesar
Bukti penetapan Makam Sunan Bayat sebagai cagar budaya oleh Kemendikbud Prov. Jawa Tengah. Sumber : Dokumentasi Ismail Misbachul Choiri
Di makam ini, pengunjung dapat berdoa, berziarah, berbelanja oleh-oleh, ataupun makan makanan khas sekitar. Kompleks Makam Sunan Bayat lebih sering mendapatkan wisatawan dari berbagai pesantren maupun peziarah yang mengetahui tempat ini dari cerita mulut ke mulut karena kurangnya promosi dari media sosial. Di makam ini, tidak ada larangan untuk kalangan tertentu untuk berkunjung, asalkan memakai pakaian bebas sopan. Dan jika perempuan sedang berhalangan, dibolehkan untuk masuk hanya sampai di depan Pendopo Prabayeksa.
Kios-kios di kanan kiri tangga menuju makam. Sumber : Dokumentasi Ismail Misbachul Choiri
Pak Nugroho, salah satu pengelola disana menyampaikan, “Banyak orang datang kesini bermacam-macam tujuannya. Ada yang beribadah, ziarah, ataupun ‘mencari’ berkah di waktu-waktu tertentu. Ya, namanya juga manusia, punya urusannya masing-masing. Tugas saya disini hanya menjaga.”
Pak Nugroho sedang menceritakan sejarah makam. Sumber Dokumentasi: Ismail Misbachul Choiri
Selain kegiatan yang disebutkan di atas, wisatawan yang datang memang terkadang datang ke Makam Sunan Bayat untuk mencari kekuatan dan terutama melakukan pesugihan. Walaupun begitu, terkadang pengelola setempat akan mengingatkan untuk tidak melakukan hal-hal seperti itu. Hal ini karena banyak kejadian tidak menyenangkan yang terjadi karena wisatawan memiliki niat yang buruk ketika berkunjung.
ADVERTISEMENT
“Iya (ada yang mendapat kejadian tidak menyenangkan). Waktu itu ada yang ingin memaksa masuk saat bulan puasa (padahal pintu makam ditutup) dan dia terlempar. Ada juga yang linglung ketika masuk ke dalam makam,” ujar salah seorang pengelola lainnya.
Salah satu pengelola. Sumber Dokumentasi Ismail Misbachul Choiri
Terdapat plang besar bertuliskan Kompleks Makam Sunan Pandanaran di depan gerbang pintu masuk makam. Kompleks Makam Sunan Bayat dibangun di atas Gunung Jabalkat, sehingga untuk menuju ke atas perlu mendaki kurang lebih 200-an anak tangga. Mitos yang berkembang adalah jika ada yang menghitung jumlah anak tangga dari awal naik sampai atas, dipastikan hitungan setiap orang akan berbeda. Namun, jika Anda tidak kuat menaiki tangga, ada jasa ojek yang memiliki tarif sepuluh ribu rupiah sekali jalan. Saat berkunjung kesana pada Selasa (21/09/22), tarif masuk masih cukup murah, yaitu dua ribu rupiah.
ADVERTISEMENT
Anak tangga Kompleks Makam Sunan Bayat. Sumber : Dokumentasi Ismail Misbachul Choiri
Ketika sampai di tangga terakhir, pengunjung diwajibkan untuk melepas alas kakinya sebelum memasuki kawasan makam. Alas kaki kemudian dititipkan di rak yang ada disana. Di atas tempat penitipan sepatu, terdapat masjid kecil yang bernama Masjid Sunan Bayat yang memiliki dua bedug di kanan kiri pintu masuknya. Masjid ini berarsitektur rumah Joglo atau rumah daerah khas Jawa.
Tempat penitipan sepatu (kanan) tangga menuju masjid (kiri). Sumber : Dokumentasi Ismail Misbachul Choiri
Masjid Sunan Bayat. Sumber : Dokumentasi Ismail Misbachul Choiri
Selain masjid, tentunya ada kawasan makam yang menjadi daya tarik utama Kompleks Makam Sunan Bayat ini. Kompleks Makam Sunan Bayat atau Ki Ageng Pandanaran, menurut situs resmi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dan Wisata Jateng, terbagi menjadi enam halaman yang dipisahkan oleh tembok keliling dan pintu masuk. Diurutkan dari kaki hingga puncak bukit, bagian-bagian tersebut adalah Gapura Segar Muncar, Gapura Dhudha, Gapura Pangrantunan, Gapura Yasan Enggal, Gapura Panemut, Gapura Pamuncar, dan Gapura Bale Kencur yang merupakan gapura terakhir sebelum memasuki makam utama Sunan Bayat. Sebagian besar arsitektur gapura berbentuk candi bentar (dua bangunan gerbang candi yang berbentuk sama atau kembar tanpa atap) dan paduraksa (bangunan gerbang candi yang memiliki atap). Di seluruh halaman gapura-gapura tersebut, terdapat bangunan-bangunan makam keluarga dan pengikut Sunan Bayat atau Ki Ageng Pandanaran yang dikelilingi oleh pohon bunga kamboja yang membuat sejuk.
Gapura Pamuncar. Sumber : Dokumentasi Ismail Misbachul Choiri
Silsilah keluarga Sunan Bayat. Sumber : Dokumentasi Ismail Misbachul Choiri
Setelah melewati Gapura Bale Kencur, wisatawan dapat memasuki Pendopo Prabayeksa. Pendopo ini memiliki fungsi sebagai jalur antrian wisatawan sebelum memasuki makam utama atau Gedong Inten. Di Pendopo Prabayeksa, terdapat juru kunci yang bisa dimintai tolong untuk memanjatkan doa bagi para peziarah.
ADVERTISEMENT
Sebelum memasuki bangunan utama makam, wisatawan akan melalui tangga yang terdapat Pintu Tiga. Disebut Pintu Tiga karena terdapat tiga pintu kosong (tanpa daun pintu) yang merupakan pintu terakhir sebelum memasuki bangunan utama makam. Di depan Tiga Pintu, terdapat dua gentong bernama Gentong Sinaga yang airnya dipercaya memiliki karomah sehingga banyak wisatawan yang mengambil air dari gentong ini untuk diminum, cuci muka, ataupun dibawa pulang sebagai oleh-oleh.
Di atas Pintu Tiga, barulah wisatawan akan memasuki bangunan utama makam Sunan Bayat yang disebut dengan Gedhong Inten. Makam utama Sunan Bayat atau Gedong Inten berbentuk seperti rumah Joglo yang di dalamnya terdapat cungkup makam untuk makam Sunan Bayat. Ketika memasuki kawasan makam utama, wisatawan akan melewati pintu kecil dan sempit seperti rumah Joglo pada umumnya yang berfilosofi untuk menghormati pemilik rumah, dalam hal ini adalah makam-makam yang ada di dalamnya, termasuk makam Sunan Bayat. Cungkup makam Sunan Bayat ditutupi oleh kain putih. Pergantian kain putih penutup cungkup makam Sunan Bayat disebut Nglangse.
Pintu makam utama. Sumber : Dokumentasi Ismail Misbachul Choiri
Di kawasan Kompleks Makam Sunan Bayat, wisatawan dapat berbelanja di kios-kios yang berada di sekitar tempat parkir maupun di kanan kiri tangga yang menuju atas makam. Barang-barang yang dijual adalah tasbih, parfum, madu, pakaian, parang atau cangkul, gerabah, dan makanan khas daerah sekitar. Namun, wisatawan biasanya membeli es dawet untuk penghilang dahaga karena cuaca yang lebih dominan panas.
Barang dagangan di kios-kios Kompleks Makam Sunan Bayat. Sumber : Dokumentasi Ismail Misbachul Choiri
Barang dagangan di kios-kios Kompleks Makam Sunan Bayat. Sumber : Dokumentasi Ismail Misbachul Choiri
Es dawet di depan Kompleks Makam Sunan Bayat. Sumber : Dokumentasi Ismail Misbachul Choiri
ADVERTISEMENT