Konten dari Pengguna

10 Tradisi Suku Jawa Warisan Budaya yang Luhur dan Penuh Makna Mendalam

Sejarah dan Sosial
Artikel yang membahas seputar sejarah hingga topik sosial lainnya.
11 September 2024 14:24 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Tradisi Suku Jawa, Foto: Pixabay/Dedy_Timbul
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Tradisi Suku Jawa, Foto: Pixabay/Dedy_Timbul
ADVERTISEMENT
Tradisi suku Jawa merupakan bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang sangat beragam dan sarat dengan nilai-nilai luhur. Tradisi ini mencakup berbagai aspek seperti upacara adat, kesenian, dan tata cara bermasyarakat yang diwariskan turun-temurun.
ADVERTISEMENT
Lebih dari sekadar warisan budaya, memahami tradisi di suku Jawa, tidak hanya belajar tentang kearifan lokal, tetapi juga tentang bagaimana nilai-nilai budaya dapat membentuk karakter dan identitas suatu masyarakat.
Dikutip dari jurnal Tradisi Slametan Jawa dalam Perspektif Pendidikan Islam, Ainur Rofiq, (2019:95), Di Jawa banyak sekali tradisi-tradisi atau kebiasan-kebiasaan yang sangat unik dan menarik.

Tradisi Suku Jawa dan Makna Filosofisnya

Ilustrasi Tradisi Suku Jawa, Foto: Pixabay/Dedy_Timbul
Tradisi suku Jawa memiliki beragam tradisi dan upacara adat yang kaya akan nilai filosofis dan makna simbolis. Berikut beberapa tradisi dan makna filosofisnya.

1. Upacara Tingkeban (Mitoni)

Upacara Tingkeban dilakukan pada usia kehamilan tujuh bulan untuk wanita yang mengandung anak pertama.
Tingkeban berasal dari kata "tutup" yang berarti melindungi. Tujuan dari upacara ini adalah memohon keselamatan bagi ibu dan janin yang sedang dikandung.
ADVERTISEMENT
Dalam tradisi ini, sang ibu dimandikan dengan air kembang tujuh rupa sebagai simbol penyucian diri dan pembersihan dari hal-hal buruk.
Makna Filosofis: Air kembang melambangkan kesejukan dan kesucian, sedangkan angka tujuh dianggap sakral dalam kepercayaan Jawa yang melambangkan kesempurnaan dan perlindungan.

2. Upacara Tedhak Siten

Tedhak Siten merupakan upacara yang dilakukan ketika seorang anak menginjak usia tujuh atau delapan bulan, saat ia mulai belajar berjalan dan menginjak tanah untuk pertama kalinya.
Dalam upacara ini, anak dibimbing untuk berjalan di atas tanah, menaiki anak tangga, dan memilih berbagai benda sebagai lambang masa depan.
Makna Filosofis: Upacara ini menggambarkan transisi seorang anak menuju kehidupan yang lebih mandiri.
Tanah melambangkan dunia nyata dan kehidupan yang harus dijalani, sementara berbagai benda yang dipilih melambangkan pilihan-pilihan hidup yang akan dihadapi anak di masa depan.
ADVERTISEMENT

3. Upacara Ruwatan

Ruwatan adalah ritual yang dilakukan untuk membersihkan seseorang dari nasib buruk atau sial, terutama bagi mereka yang dianggap sebagai "sukerta" (orang yang rentan terhadap gangguan makhluk halus atau roh jahat).
Ruwatan sering diiringi dengan pertunjukan wayang kulit yang menampilkan kisah-kisah pewayangan.
Makna Filosofis: Ruwatan mencerminkan kepercayaan bahwa hidup manusia dipengaruhi oleh karma atau nasib, dan ritual ini adalah cara untuk membebaskan diri dari hal-hal negatif serta memulihkan harmoni antara manusia dengan alam dan kekuatan spiritual.

4. Upacara Sadranan

Sadranan adalah tradisi ziarah kubur yang dilakukan pada bulan Ruwah (bulan sebelum Ramadan) untuk mendoakan arwah leluhur.
Masyarakat akan membersihkan makam, menaburkan bunga, dan mengadakan doa bersama sebagai wujud penghormatan kepada leluhur.
Makna Filosofis: Tradisi ini mencerminkan sikap hormat kepada para leluhur dan keyakinan akan pentingnya menjaga hubungan antara yang hidup dengan yang telah meninggal.
ADVERTISEMENT
Hal ini menunjukkan keyakinan akan pentingnya menjaga keseimbangan antara alam dunia dan alam akhirat.

5. Upacara Siraman

Upacara Siraman biasanya dilakukan sebelum pernikahan sebagai bagian dari rangkaian adat pernikahan Jawa. Prosesi ini melibatkan memandikan calon pengantin dengan air yang diambil dari tujuh sumber mata air, serta kembang tujuh rupa.
Makna Filosofis: Siraman melambangkan penyucian diri dari segala dosa dan hal buruk sebelum memasuki fase baru kehidupan. Air dianggap sebagai simbol kehidupan dan pembersihan, sementara angka tujuh melambangkan keberkahan dan kebaikan.

6. Upacara Sekaten

Sekaten adalah upacara yang dilakukan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Upacara ini biasanya diadakan di keraton Yogyakarta dan Surakarta dengan tabuhan gamelan sekaten yang dipercaya dapat memberikan keberkahan dan menghindarkan dari bala.
ADVERTISEMENT
Masyarakat datang untuk mendengarkan gamelan dan mengadakan pasar malam di sekitar keraton.
Makna Filosofis: Sekaten mencerminkan penghormatan terhadap ajaran Islam yang telah lama menyatu dengan budaya Jawa.
Gamelan dianggap sebagai media penyebaran ajaran Islam pada masa lalu, dan acara ini menggambarkan harmonisasi antara budaya lokal dengan agama.

7. Upacara Nyadran

Nyadran adalah upacara adat Jawa yang dilakukan menjelang bulan Ramadan.
Masyarakat berkumpul untuk ziarah ke makam leluhur, membersihkan kuburan, berdoa, dan membagikan makanan kepada tetangga. Nyadran biasanya dilakukan oleh masyarakat di pedesaan Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Makna Filosofis: Tradisi ini mencerminkan pentingnya mempersiapkan diri secara spiritual menjelang bulan suci Ramadan. Nyadran juga menekankan pentingnya menjaga silaturahmi, rasa hormat terhadap leluhur, dan kesadaran akan kehidupan setelah mati.
ADVERTISEMENT

8. Upacara Slametan

Slametan adalah upacara adat yang paling umum di Jawa, dilakukan dalam berbagai kesempatan, seperti kelahiran, pernikahan, kematian, pembangunan rumah baru, atau momen penting lainnya.
Dalam slametan, makanan disajikan dan didoakan untuk keselamatan, kesejahteraan, dan keberkahan bagi keluarga dan lingkungan.
Makna Filosofis: Slametan mencerminkan konsep harmoni sosial dan spiritual dalam masyarakat Jawa.
Melalui doa bersama dan berbagi makanan, masyarakat mengharapkan keberkahan dan keselamatan serta menjaga keseimbangan antara individu, komunitas, dan kekuatan alam semesta.

9. Upacara Wiwitan

Upacara Wiwitan adalah ritual adat yang dilakukan sebelum memulai panen padi sebagai bentuk syukur kepada Tuhan atas hasil bumi.
Para petani akan melakukan upacara ini dengan membawa sesaji yang diletakkan di sawah sebagai persembahan kepada Dewi Sri, dewi kesuburan dan pertanian dalam kepercayaan masyarakat Jawa.
ADVERTISEMENT
Makna Filosofis: Wiwitan melambangkan rasa syukur atas berkah alam dan rezeki yang diberikan.
Upacara ini menunjukkan hubungan erat antara manusia dengan alam, serta keyakinan bahwa alam semesta harus dihormati dan dirawat agar terus memberikan kehidupan.

10. Upacara Ngaben (Pati Obong)

Walaupun lebih dikenal di Bali, di beberapa daerah di Jawa seperti di Blora, Ngaben atau Pati Obong adalah upacara pembakaran jenazah. Tradisi ini masih dilakukan oleh keturunan bangsawan di beberapa wilayah di Jawa Timur.
Makna Filosofis: Pati Obong memiliki makna bahwa jiwa manusia harus dibebaskan dari ikatan duniawi untuk mencapai moksha (kebebasan jiwa) dan kembali ke asalnya.
Api dianggap sebagai elemen penyucian yang membersihkan jiwa dari segala keterikatan dunia.
Pentingnya menjaga tradisi suku Jawa menjadi pengingat bagi semua masyarakat akan pentingnya menghargai keberagaman dan kearifan lokal yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah dan kehidupan masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT