Konten dari Pengguna

4 Peninggalan Zaman Mesolitikum dan Deskripsinya

Sejarah dan Sosial
Artikel yang membahas seputar sejarah hingga topik sosial lainnya.
19 November 2024 18:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Peninggalan Zaman Mesolitikum, Freepik/Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Peninggalan Zaman Mesolitikum, Freepik/Freepik
ADVERTISEMENT
Peninggalan zaman Mesolitikum adalah gambaran tentang kehidupan manusia purba pada masanya. Pada masa ini, manusia mulai menunjukkan perkembangan dalam teknologi dan cara hidup meskipun masih sangat bergantung pada alam.
ADVERTISEMENT
Zaman Mesolitikum menjadi periode peralihan yang menarik dalam sejarah manusia yang menjembatani zaman batu tua (Paleolitikum) dengan zaman batu muda (Neolitikum).

Peninggalan Zaman Mesolitikum

Ilustrasi Peninggalan Zaman Mesolitikum, Freepik/Wirestock
Peninggalan zaman Mesolitikum adalah artefak atau benda-benda yang ditinggalkan oleh manusia purba pada masa Mesolitikum.
Banyak penemuan fosil manusia purba telah ditemukan di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores.
Mengutip buku Sejarah Indonesia oleh Veni Rosfenti, berikut peninggalan zaman Mesolitikum dan deskripsinya.

1. Kjokkenmoddinger

Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yang berarti "timbunan dapur". Istilah ini mengacu pada tumpukan kerang, tulang, dan sisa makanan lainnya yang ditinggalkan oleh manusia purba di lokasi pemukiman mereka.
Kebudayaan ini menunjukkan bahwa manusia pada masa ini sudah mulai mengolah makanan dengan lebih terencana. Mereka berburu, meramu, dan memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Sisa-sisa makanan yang ditemukan di lokasi Kjokkenmoddinger memberikan informasi penting tentang pola makan manusia purba, lingkungan hidup, dan perubahan iklim pada waktu itu.
Temuan ini menunjukkan bahwa masyarakat Mesolitikum memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang ekosistem mereka.

2. Abris sous Roche

Abris sous Roche berarti "tempat perlindungan di bawah batu", merujuk pada pemukiman manusia purba yang terletak di gua atau celah batu.
Kebudayaan ini juga mencerminkan cara hidup yang lebih menetap, di mana manusia membangun tempat tinggal yang lebih permanen.
Gua-gua tersebut sering kali digunakan sebagai tempat berlindung dari cuaca buruk, binatang buas, dan sebagai tempat menyimpan alat-alat serta hasil buruan.
Dalam gua-gua tersebut, para arkeolog telah menemukan kapak yang sudah diasah yang berasal dari zaman Mesolithikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.
ADVERTISEMENT

3. Kebudayaan Tulang di Sampung

Di antara alat-alat kehidupan yang ditemukan di dalam goa-goa, terdapat alat yang paling banyak terbuat dari tulang.
Oleh karena itu, para arkeolog menyebutnya sebagai Sampung Bone Culture atau Kebudayaan Tulang dari Sampung.
Keunikan goa di Sampung adalah tidak ditemukannya batu kerikil (kerikil) atau kapak pendek, yang merupakan ciri khas dari Kebudayaan Mesolithikum.
Selain di Sampung, terdapat juga Abris Sous Roche di daerah Besuki dan Bojonegoro, Jawa Timur. Penelitian mengenai goa-goa di Besuki dan Bojonegoro dilakukan oleh Van Heekeren, yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman kita tentang kebudayaan ini.

4. Budaya Toala

Di Sulawesi Selatan banyak ditemukan Abris Sous Roche, terutama di daerah Lomoncong. Salah satu contohnya adalah Goa Leang Patae, di mana ditemukan berbagai artefak seperti serpihan, ujung mata panah yang memiliki sisi-sisi bergerigi dan kerikil.
ADVERTISEMENT
Goa ini dihuni oleh suku Toala. Peneliti ternama, Fritz Sarasin dan Paul Sarasin berpendapat bahwa suku Toala yang masih ada hingga saat ini merupakan keturunan langsung dari penduduk Sulawesi Selatan pada zaman prasejarah.
Oleh karena itu, Kebudayaan Abris Sous Roche di Lomoncong dikenal dengan nama Kebudayaan Toala.
Itulah peninggalan zaman Mesolitikum beserta deskripsinya. Dengan mengetahui peninggalan masa lalu, masyarakat dapat lebih menghargai warisan budaya yang dimiliki bangsa. (Suci)