Konten dari Pengguna

Demokrasi pada Masa Orde Lama dan Dinamika Politiknya

Sejarah dan Sosial
Artikel yang membahas seputar sejarah hingga topik sosial lainnya.
29 Oktober 2024 20:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi demokrasi pada masa orde lama, Pexels/Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi demokrasi pada masa orde lama, Pexels/Pixabay
ADVERTISEMENT
Perjalanan demokrasi di Indonesia sangat dinamis dan penuh dinamika. Dinamika demokrasi tersebut dipengaruhi oleh aktor-aktor yang terlibat langsung terhadap pilar-pilar demokrasi seperti partai politik dan pemegang kekuasaan negara seperti presiden.
ADVERTISEMENT
Presiden Soekarno sebagai presiden pertama di Indonesia sangat banyak memberikan warna dalam demokrasi. Masa Orde Lama menunjukkan dinamika politik yang kompleks, dengan transisi dari sistem parlementer ke otoritarianisme.

Demokrasi pada Masa Orde Lama

Ilustrasi demokrasi pada masa orde lama, Pexels/Czapp Árpád
Demokrasi di Indonesia mengalami perubahan-perubahan bentuk. Satu masa disebut masa demokrasi parlementer, atau kadang disebut juga demokrasi liberal. Pada saat yang lain disebut demokrasi terpimpin, atau pada orde baru disebut dengan demokrasi Pancasila.
Perbedaan penamaan itu kadang membingungkan karena antara nama dengan praktiknya tidak sesuai. Padahal esensi demokrasi harus dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, bukan dari rakyat oleh penguasa dan untuk penguasa.
Penguasa itu bisa berupa presiden, anggota dewan atau partai politik. Indonesia melaksanakan demokrasi parlementer sejak tahun 1950. Model ini telah sesuai dengan demokrasi yang diamanatkan oleh UUDS 1950.
ADVERTISEMENT
Sistem ini menegaskan bahwa kepala pemerintahan dikendalikan oleh perdana menteri, dan presiden hanya sebatas kepala negara. Demokrasi ini juga memberikan kekuasaan kepada presiden untuk menunjuk formatur kabinet.
Presiden Soekarno menunjuk Ketua Masyumi M. Natsir sebagai formatur kabinet. Posisi formatur kabinet inilah yang kemudian mengantarkan M. Natsir sebagai perdana menteri pertama pada masa Demokrasi Parlementer.
Namun, demokrasi ini mengalami sebuah tantangan yang dimulai dari masalah Irian Barat. Kabinet bersepakat bahwa masalah ini akan diselesaikan secara diplomasi, sedangkan Soekarno menginginkan pemerintah untuk membatalkan persetujuan KMB secara unilateral.
Hal ini dilakukan oleh Soekarno karena belum melihat tanda-tanda akan kembalinya Irian ke pangkuan ibu pertiwi. Ir. Soekarno juga menginginkan untuk memberi sanksi ekonomi kepada Belanda.
ADVERTISEMENT
Adanya perbedaan mengenai teknis penyelesaian Irian Barat menimbulkan ketegangan antara Soekarno dengan Natsir. Konflik yang terjadi antara Masyumi dengan Soekarno menunjukan peningkatan dari satu periode ke periode berikutnya.
Intensitas konflik itu semakin terasa sejak keluarnya Konsepsi Presiden, dan puncaknya pada masa demokrasi terpimpin. Setiap pernyataan dan kebijakan Soekarno selalu ditanggapi dan ditentang Masyumi.
Begitu juga sebaliknya setiap ada kritik Masyumi terhadap Soekarno, dinilai sebagai bentuk pembangkangan dan perlawanan. Adanya penilaian negatif dari masing-masing pihak semakin memperburuk hubungan antara Soekarno dengan Masyumi.
Kritikan Masyumi dianggap sebagai kontra revolusi oleh Soekarno. Atas dasar inilah Ir. Sukarno akhirnya membubarkan Masyumi. Pembubaran Masyumi pun dilakukan melalui Keputusan Presiden N0. 200 tahun 1960 tertanggal 17 Agustus 1960.
ADVERTISEMENT
Pembubaran Masyumi dilakukan Soekarno dengan atas nama demokrasi terpimpin. Padahal Masyumi melakukan kritikan terhadap kebijakan Soekarno juga atas dasar prinsip-prinsip demokrasi dan sesuai dengan konstitusi yang masih berlaku.
Demokrasi yang diterapkan pada masa orde baru adalah demokrasi Pancasila sedangkan demokrasi pada masa orde lama di sebut demokrasi terpimpin dan parlementer. Soekarno mengembangkan "Demokrasi Terpimpin" untuk mengatasi ketidakstabilan. (Fia)