Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Filosofi Rumah Joglo pada Setiap Bagian
24 Juni 2024 21:49 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Artikel di bawah ini akan menjelaskan tentang filosofi Rumah Joglo yang mencerminkan nilai-nilai budaya, sosial, dan spiritual masyarakat Jawa.
Filosofi Rumah Joglo
Berdasar buku Rumah Tradisional di Indonesia oleh Farhan Aulia, dikatakan bahwa rumah joglo adalah rumah tradisional yang berasal dari provinsi Jawa Tengah.
Rumah Joglo merupakan bangunan dengan soko guru dan atap empat belah sisi serta sebuah bubungan di tengah. Rumah Joglo pada umumnya terdiri atas tiga ruangan, yaitu pendopo, pringgitan, dan dalem.
Setiap ruangan tersebut memiliki makna filosofis mendalam dan mencerminkan nilai-nilai budaya, sosial, dan spiritual masyarakat Jawa.
Pendopo merupakan bagian depan rumah Joglo yang terbuka dan luas. Pendopo melambangkan keterbukaan, keramahan, dan keinginan untuk menyambut tamu. Ini mencerminkan nilai-nilai gotong royong dan kebersamaan dalam masyarakat Jawa.
ADVERTISEMENT
Pringgitan adalah ruang antara pendopo dan omah njero atau ruang dalam, biasanya digunakan untuk pertunjukan wayang kulit. Pringgitan melambangkan peralihan dari dunia luar ke dunia dalam yang lebih pribadi dan sakral.
Omah njero atau bagian dalam rumah yang lebih privat dan tertutup. Ini adalah tempat untuk keluarga dan melambangkan inti dari kehidupan rumah tangga yang penuh keharmonisan dan ketenangan.
Sedangkan, soko guru merupakan empat tiang utama di tengah rumah yang menopang atap. Soko guru melambangkan kekuatan, stabilitas, dan fondasi kehidupan. Tiang-tiang ini juga melambangkan hubungan antara manusia dengan Tuhan, alam, dan sesama manusia.
Sedangkan, atap joglo memiliki bentuk atap yang bertingkat melambangkan hirarki sosial dan spiritual. Puncak atap yang tinggi melambangkan kedekatan dengan Yang Maha Kuasa dan aspirasi spiritual.
ADVERTISEMENT
Rumah Joglo dahulu hanya dimiliki oleh kalangan bangsawan dan orang-orang terpandang, sehingga menjadi simbol status sosial dan prestise.
Bahan bangunan yang digunakan, seperti kayu jati, dan desain yang memaksimalkan sirkulasi udara menunjukkan filosofi keberlanjutan dan harmoni dengan alam.
Pembagian antara ruang terbuka (pendopo) dan ruang tertutup (omah njero) mencerminkan keseimbangan antara kehidupan publik dan kehidupan pribadi.
Desain rumah Joglo yang simetris mencerminkan keseimbangan dan harmoni, yang merupakan nilai penting dalam budaya Jawa.
Dengan demikian, filosofi Rumah Joglo tidak hanya sebuah struktur fisik, tetapi juga sebuah manifestasi dari nilai-nilai budaya, sosial, dan spiritual masyarakat Jawa. (SP)